Polisi Diperas Polisi
Pakar Sebut Kasus Bripka Madih soal Sengketa Tanah Mengingatkan dengan Istilah Whistleblowing
Pakar mengatakan kasus Bripka Madih soal sengketa tanah mengingatkan dengan istilah whistleblowing. Fenomena ini menjadi hal yang patut dipertanyakan.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Arif Fajar Nasucha
Dua contoh ini, kata Reza, adalah bukti nyata tidak perlu anggota Polri berpangkat tinggi untuk menjalankan sumpah jabatannya sebagai polisi.
"Bagaiman SDM Polri sepatutnya menyikapi mereka? Pertama, tanpa tes segala macam, Eliezer dan Mahdi sudah menunjukkan secara nyata tentang adanya personel polisi yang, kendati berpangkat rendah, namun lebih mengedepankan ketaatan pada sumpah jabatan ketimbang kesetiakawanan pada subkultur menyimpang," jelasnya.
Terkait fenomena ini, Reza mengungkapkan, berdasarkan studi yang dilakukan, ada tiga pola kepemimpinan organisasi sehingga memunculkan sosok seperti Bripka Mahdi dan Bharada Richard Eliezer sebagai whistleblower.
Pertama, kepemimpinan transformasional yang mendorong anggota dan sistem untuk berubah.
Kedua, kepemimpinan lassez-faire alias pasif yaitu membiarkan dan cenderung menghindari tanggung jawab.
"Ketiga, kepemimpinan otentik yakni pimpinan menjadikan dirinya sebagai role model atas segala nilai kebaikan yang ingin dia suburkan," jelas Reza.
Dari ketiga pola kepemimpinan ini, Reza menanyakan pola mana yang dipakai Polri saat ini.
Ketika pertanyaan itu terjawab, lanjutnya, maka diketahuilah penyebab sosok seperti Bripka Mahdi dan Bharada Richard Eliezer bisa muncul sebagai whistleblower.
"Silakan Polri evaluasi sendiri, saat ini pola kepemimpinan apa yang sedang berlangsung di internalnya. Disitulah akan diperoleh jawaban mengapa Eliezer dan Madih tiba-tiba muncul meniup peluit mereka dengan senyaring-nyaringnya," tukasnya.

Baca juga: Mengaku Diminta Uang Pelicin Rp 100 Juta hingga Buat Resah, Bripka Madih Diduga Melanggar Etik
Sebelumnya, Bripka Madih mengaku diperas penyidik dengan dimintai uang Rp 100 juta saat melaporkan kasus sengketa tanah.
Tak hanya itu, dirinya juga mengatakan sempat dimintai lahan seluas 1.000 meter oleh penyidik dari Polda Metro Jaya tersebut.
"Dia berucap minta Rp 100 juta dan hadiah tanah 1.000 meter. Tidak cukup sampai disitu, oknum penyidik itu juga menghina keluarga saya, katanya tidak berpendidikan," ceritanya.
Adapun kasus sengketa tanah yang dilapokran Bripka Madih yakni terkait dugaan penyerobotan tanah oleh perusahaan pengembangan perumahan dan makelar tanah.
Bripka Madih mengungkapkan tanah berdokumen girik nomor C815 seluas 2.954 meter persegi diserobot oleh sebuah perusahaan pengembang perumahan.
Baca juga: Duduk Perkara Kasus Bripka Madih yang Diduga Diperas Penyidik saat Laporkan Sengketa Tanah
Sementara tanah berdokumen girik C.191 seluas 3.600 meter persegi diduga diserobot makelar tanah.
"Penyerobotan tanah ini terjadi sebelum saya jadi anggota polisi. Tapi ternyata makin menjadi setelah saya masuk satuan bhayangkara dan ditugaskan di Kalimantan Barat," kata dia.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Polisi Diperas Polisi
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.