Kamis, 21 Agustus 2025

Polisi Tembak Polisi

Nasib Richard Eliezer Pasca-Vonis: IPW Dorong Polri Pertahankan sang Bharada Sebagai Anggota Brimob

Menurut Sugeng, Richard yang berpangkat Bhayangkara Dua atau Bharada ini masih bisa diterima kembali di Polri

Tribunnews/JEPRIMA
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat, Richard Eliezer alias Bharada E bersama kuasa hukumnya sebelum menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Sidang hari ini mendengarkan pembacaan vonis yang disampaikan oleh Majelis Hakim. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bharada E atau Richard Eliezer telah dijatuhi vonis 1 tahun 6 bulan penjara terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir J alias Yosua.

Terkait vonis itu, Ketua Indonesia Police Watch atau IPW Sugeng Teguh Santoso mendorong Polri mempertahankan keanggotaan Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai anggota Korps Brimob.

Menurut Sugeng, Richard yang berpangkat Bhayangkara Dua atau Bharada ini masih bisa diterima kembali di Polri karena putusannya masih di bawah dua tahun.

Sugeng menilai penerimaan kembali Richard Eliezer akan menaikkan citra Polri.

“IPW mendorong Polri menerima kembali Bharada Eliezer untuk bertugas karena itu akan dapat menaikkan citra Polri di depan publik,” kata Sugeng, Rabu, 15 Februari 2023.

Jalankan Perintah MA

Sugeng juga menduga vonis ringan kepada Bharada Richard Eliezer alias Bharada E yaitu satu tahun enam bulan penjara adalah perintah Mahkamah Agung (MA) kepada hakim demi menaikkan kepercayaan publik pada dunia peradilan Indonesia.

Bukan tanpa alasan, Sugeng menilai ambruknya peradilan di Indonesia dimulai ketika adanya kasus dugaan suap terhadap hakim Agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.

Baca juga: Putusan di Bawah 2 Tahun, IPW: Bharada E Bisa Diterima Kembali Bertugas Dalam Institusi Polri

"Majelis hakim pimpinan Wahyu Iman Santoso diduga sedang menjalankan tugas dari pimpinan tertingginya yaitu Mahkamah Agung untuk menggunakan momen peradilan matinya Brigadir Yosua sebagai momen meningkatkan kepercayaan publik pada dunia peradilan setelah ambruk dengan kasus suap dua hakim agung, Dimyati dan Gazalba serta beberapa pegawai Mahkamah Agung dalam kasus suap," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (15/2/2023).

Sugeng juga menilai vonis mati terhadap Ferdy Sambo dalam rangka meningkatkan citra peradilan meski menurutnya, hukuman mati terhadap eks Kadiv Propam Polri itu tidak layak.

Sehingga, vonis mati kepada Sambo adalah pemenuhan suara publik saja.

"Dalam konteks ini, maka putusan mati pada Ferdy Sambo kentara sebagai upaya yang sama secara politis meningkatkan citra peradilan dengan vonis hukuman mati sesuai suara publik padahal dalam kasus Sambo tidak layak Sambo dihukum mati tapi demi memuaskan suara publik Sambo harus divonis mati," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, Mantan ajudan Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu telah divonis satu tahun enam bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Vonis tersebut diketahui lebih rendah dari tuntutan yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU), yaitu 12 tahun penjara.

Terkait vonis yang lebih rendah itu, Kejaksaan belum memutuskan apakah mengajukan banding atau tidak.

"Akan mempelajari lebih lanjut terhadap seluruh pertimbangan hukum dan alasan-alasan hukum yang disampaikan dalam putusan a quo untuk menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan lebih lanjut," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya pada Rabu (15/2/2023).

Tak hanya mempelajari putusan Majelis Hakim secara utuh, Kejaksaan juga akan mempertimbangkan pemberian maaf dari keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

"Mempertimbangkan secara mendalam rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat dan pemberian maaf dari keluarga korban kepada terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu," ujarnya.

Sikap demikian akan diambil pihak Kejaksaan sembari menunggu langkah lanjutan dari pihak Richard sebagai terdakwa.

"Sambil menunggu sikap atau upaya hukum yang dilakukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya terhadap putusan yang sudah dijatuhkan," kata Ketut.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan