Polisi Tembak Polisi
4 Eks Anak Buah Ferdy Sambo Divonis Ringan, Bagaimana dengan Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria ?
Vonis 4 terdakwa eks anak buah Ferdy Sambo lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, bagaimana dengan nasib Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria?
Penulis:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dari empat terdakwa perkara Obstraction of Justice atau perintangan penyidikan kasus Brigadir J, hanya Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria yang belum divonis.
Empat terdakwa lainnya yakni Arif Rachmat Arifin, Irfan Widyanto, Baiquni Wibowo dan Chuck Putranto sudah lebih dulu divonis pada minggu lalu.
Seharusnya Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria divonis pada Kamis (23/2/2023) namun sidang ditunda karena majelis hakim belum siap dengan tuntutannya.
Diketahui vonis empat terdakwa eks anak buah Ferdy Sambo lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Lantas bagaimana dengan nasib Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria ?
Apakah vonis mereka lebih ringan, sama atau malah lebih berat dari tuntutan jaksa ?
Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan berikut jadwal dan hari pelaksanaan sidang vonis Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria:
Hari: Senin, 27 Februari 2023 Jam: 09.00 WIB - selesai
Lokasi: Ruang Sidang Utama PN Jakarta Selatan.
Adapun untuk mekanisme pembacaannya akan dilakukan secara terpisah dan bergiliran antara Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria.
"Ditunda di hari Senin tanggal 27 Februari 2023, begitu ya. Urutannya nanti, diinformasikan selanjutnya, tetap terpisah gak jadi satu," kata Majelis Hakim Suhel dalam ruang sidang utama PN Jakarta Selatan, Kamis (23/2/2023).
"Sidang ditutup," tukasnya.

Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria Dituntut Pidana 3 Tahun Penjara dan Denda Rp 20 juta
Sebelumnya, Hendra Kurniawan dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) dengan hukuman pidana penjara selama tiga tahun.
Selain pidana penjara, jaksa penuntut umum menuntut Hendra Kurniawan dengan pidana denda sebesar Rp 20 juta subsider 3 bulan kurungan.
Jaksa menilai mantan Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Div Propam itu dengan sengaja membuat terganggunya sistem elektronik pada DVR CCTV di kompleks perumahan Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Diketahui, CCTV menjadi petunjuk dalam kasus pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo pada 8 Juli 2023.
Sebelumnya, Hendra Kurniawan juga telah dipecat atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari Polri.
Mantan jenderal bintang satu ini dipecat atas perbuatannya yang melanggar etik di penyidikan kasus kematian Brigadir J pada Senin (31/1/2022) sore.
Baca juga: Hendardi: Anggota Polri yang Tak Tahu, Tapi Jadi Korban Prank Ferdy Sambo, Layak Dipulihkan Haknya
Sama seperti Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria dituntut dengan pidana penjara selama tiga tahun.
Selain itu, Agus Nurpatria dibebankan denda Rp 20 juta subsider 3 bulan penjara.
Jaksa menilai, Agus Nurpatria terbukti telah memerintahkan Irfan Widyanto untuk menghilangkan rekaman CCTV pos security di Kompleks Polri, Duren Tiga.
Selain itu dijelaskan Jaksa, Agus Nurpatria juga terbukti memerintahkan Irfan Widyanto untuk mengambil DVR CCTV di kediaman Ridwan Soplanit.
Arahan eks Kaden A Briopaminal Div Propam Polri untuk mengambil DVR CCTV itu, dinilai jaksa berkaitan pembuktian tindak pidana.
Adapun nasib Agus Nurpatria di Polri juga sama seperti Hendra Kurniawan.
Ia juga dipecat atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari institusi tempatnya mengabdi selama 20 tahun.
1. Arif Rachman Arifin Divonis 10 Bulan Penjara
Terdakwa obstruction of justice kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Arif Rachman Arifin divonis 10 bulan penjara.
Hal ini diungkap Hakim Ketua, Ahmad Suhel dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/2/2023).
"Menjatuhkan kepada terdakwa pidana 10 bulan penjara dan pidana denda Rp10 juta," kata Ahmad Suhel.
Hakim menyatakan perbuatan mantan Wakaden B Biropaminal Divpropam Polri itu terbukti secara sah melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan terganggunya sistem elektronik.
Jika tidak membayar denda, maka Arif Rachman Arifin harus menjalani tambahan hukuman selama 3 bulan.
Tuntutan untuk Arif Rachman Arifin
Mantan Wakaden B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rachman Arifin dituntut pidana penjara satu tahun atas kasus perintangan penyidikan tewasnya Brigadir J.
Jaksa menilai Arif Rachman telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran tindak pidana berupa merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Kompleks Polri, Duren Tiga.
"Menjatuhkan kepada Arif Rachman Arifin dengan pidana selama satu tahun penjara dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah terdakwa jalani," kata jaksa.
Tak hanya itu, JPU jug menyatakan bahwa Arif Rachman juga dituntut membayar denda sebesar Rp10 juta.
"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp10 juta subsider 3 bulan kurungan," tukasnya.

Dalam kasus ini, Arif Rachman disebut telah terbukti secara sah meyakinkan melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Jaksa menilai Arif Rachman Arifin merusak salinan data rekaman CCTV yang menunjukkan Brigadir J masih hidup.
Adapun rekaman tersebut diambil di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dalam rekaman CCTV itu, terlihat bahwa Yosua masih hidup ketika Ferdy Sambo tiba di rumah dinas Duren Tiga.
"Hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa yaitu meminta saksi Baiquni agar file rekaman terkait Nopriansyah Yosua Hutabarat masih hidup dan dengan berjalan masuk ke rumah dinas saksi Ferdy Sambo nomor 46 agar dihapus selanjutnya dirusak atau dipatahkan laptop tersebut yang ada salinan rekaman kejadian tindak pidana sehingga tidak bisa bekerja atau berfungsi lagi," kata jaksa.
Jaksa menyatakan bahwa Arif Rachman Arifin tahu bahwa rekaman CCTV itu berkaitan dengan terbunuhnya Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo.
Padahal, rekaman itu bisa mengungkap tabir dari pembunuhan Brigadir J.
"Terdakwa tahu betul bukti sistem elektronik yang ada kaitannya terbunuhnya korban Yosua tersebut sangat berguna untuk mengungkap tabir tindak pidana yang terjadi yang seharusnya terdakwa melakukan tindakan mengamankannya untuk diserahkan kepada yang punya kewenangan yaitu penyidik," jelas jaksa.
Lebih lanjut, JPU menyampaikan Arif Rachman juga telah melanggar prosedur dalam pengamanan barang bukti.
Sebab, pengamanan CCTV yang dilakukan Arif tidak disertai dengan surat perintah yang sah.
"Tindakan terdakwa telah melanggar prosedur pengamanan bukti sistem elektronik terkait kejahatan tindak pidana dimana di dalam perbuatan tersebut tidak didukung surat perintah yang sah," katanya.
Untuk hal yang meringankan, jaksa menilai terdakwa Arif Rachman Arifin masih muda dan bisa memperbaiki dirinya.
"Hal meringankan terdakwa masih muda dan diharapkan dapat memperbaiki dirinya," kata jaksa.
JPU mengungkapkan terdakwa Arif Rachman juga terus terang dan menyesali perbuatannya di persidangan.
"Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya, Terdakwa menyesali perbuatannya," kata Jaksa.
2. AKP Irfan Widyanto Divonis 10 Bulan Penjara dan Denda Rp 10 Juta
Terdakwa perkara obstruction of justice kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, AKP Irfan Widyanto divonis 10 bulan penjara dan denda Rp10 juta.
Adapun vonis itu diputuskan oleh Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Afrizal Hadi serta hakim anggota Ari Muladi dan M Ramdes di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/2/2023).
"Menjatuhkan kepada terdakwa pidana 10 bulan penjara dan pidana denda Rp10 juta," kata Hakim Ketua, Afrizal Hadi saat membacakan vonis Irfan Widyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/2/2023).
Hakim menyatakan perbuatan Eks Kepala Sub Unit (Kasubnit) I Sub Direktorat (Subdit) III Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) itu terbukti secara sah melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan terganggunya sistem elektronik.
"Terdakwa Irfan Widyanto telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana tanpa hak dengan sengaja merusak sistem elektronik atau suatu informasi publik secara bersama-sama," jelas dia.
Atas perbuatannya, AKP Irfan Widyanto dinilai melanggar Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik junto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yakni hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp10 juta.
Tuntutan untuk Irfan Widyanto
Mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri, Irfan Widyanto dituntut satu tahun penjara dalam kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir J.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama satu tahun penjara," ujar jaksa dalam persidangan.
Tak hanya itu, Irfan juga dituntut membayar denda sebesar Rp 10 juta dalam kasus ini.
"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 10 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata jaksa.
Dalam tuntutannya, JPU meyakini Irfan Widyanto bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
JPU pun menyimpulkan bahwa Irfan Widyanto terbukti melanggar Pasal 49 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Terdakwa Irfan Widyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta dan dengan sengaja tanpa hak melalukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primair," katanya.

Jaksa mengungkap hal yang memberatkan untuk Irfan Widyanto.
Irfan dinilai tak memberi contoh baik terhadap penyidik lainnya terkait pengungkapan kasus kematian Brigadir J.
Pasalnya Irfan sebelum terlibat obstruction of justice kematian Brigadir J berstatus sebagai penyidik aktif di Direktorat Tindak Pidana Umun Bareskrim Polri.
"Namun terdakwa malah turut serta dalam perbuatan yang menyalahi peraturan perundang-undangan," kata Jaksa Penuntut Umum.
Selain itu, Jaksa menilai Irfan Widyanto telah mengakibatkan terganggunya sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Tak hanya, itu keputusan tuntutan tersebut juga dijatuhkan karena Irfan Widyanto yang merupakan perwira di kepolisian seharusnya memiliki pengetahuan lebih ketimbang anggota lainnya.
"Terutama dalam tugas dan kewenangan dalam kegiatan penyidikan dan tindakan terhadap barang-barang yang berhubung dengan tindak pidana," jelasnya.
Untuk hal meringankan, Irfan Widyanto dinilai pernah menyabet penghargaan Adhi Makayasa atau lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) terbaik pada tahun 2010 silam.
"Terdakwa pernah mengabdi kepada negara dan lernah berprestasi sebagai penerima penghargaan Adhi Makayasa atau lulusan Akpol terbaik pada tahun 2010," ucap Jaksa.
Atas raihan itu, Jaksa menyebut Irfan diharapkan bisa mengubah sikap dan perilakunya dikemudian hari setelah terlibat obstruction of justice kematian Brigadir J ini.
"Sehingga dapat mengubah perilakunya di kemudian hari," jelasnya.
Tak hanya itu, Jaksa juga menilai Irfan selaku terdakwa dianggap bersikap sopan selama masa persidangan.
"Dan terdakwa masih muda serta mempunyai tanggung jawab," kata jaksa.
3. Baiquni Wibowo Divonis 1 Tahun Penjara
Terdakwa kasus obstruction of justice kasus kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Baiquni Wibowo divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 10 juta.
Adapun vonis itu diputuskan Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Afrizal Hadi serta hakim anggota Ari Muladi dan M Ramdes di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/2/2023).
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Baiquni Wibowo oleh karena itu pidana penjara selama 1 tahun penjara dan denda sejumlah Rp10 juta dan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh terdakwa akan diganti dengan kurungan selama tiga bulan," kata Hakim Ketua, Afrizal Hadi saat membacakan vonis Irfan Widyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/2/2023) malam.
Hakim menyatakan perbuatan Eks Spri Ferdy Sambo tersebut terbukti secara sah melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan terganggunya sistem elektronik atau rekaman CCTV.
"Terdakwa Baiquni Wibowo telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana tanpa hak dengan sengaja merusak suatu informasi publik secara bersama-sama," jelas dia.
Atas perbuatannya, Baiquni Wibowo dinilai melanggar Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik junto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yakni hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp10 juta.
Tuntutan untuk Baiquni Wibowo
Mantan Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divisi Propam Polri, Baiquni Wibowo dituntut dua tahun penjara terkait obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir J.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama dua tahun penjara," ujar jaksa.
Tak hanya itu, Baiquni Wbowo juga dituntut membayar denda sebesar Rp 10 juta dalam kasus ini.
"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp10 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata jaksa.
Dalam tuntutannya, jaksa meyakini Baiquni Wibowo bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Jaksa pun menyimpulkan bahwa Baiquni Wibowo terbukti melanggar Pasal 49 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Terdakwa Baiquni Wibowo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang mengakibatkan sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP," katanya.

Jaksa mengungkap beberapa poin yang memberatkan dan meringankan Baiquni Wibowo.
Hal yang memberatkan, Baiquni Wibowo dianggap telah mengikuti perintah atasannya yang dianggap tidak sah secara hukum.
"Terdakwa Baiquni Wibowo melakukan perbuatannya berdasarkan atas perintah tidak sah, menurut ketentuan hukum dan perundang-undangan," kata jaksa.
Tak hanya itu, pertimbangan memberatkan lainnya bagi Baiquni Wibowo, yaitu menyalin dan menghapus dokumen elektronik dalam DVR CCTV di sekitar rumah Ferdy Sambo.
Baiquni juga dianggap telah mengakses DVR CCTV secara ilegal.
"Perbuatan terdakwa mengakses barang bukti DVR CCTV terkait peristiwa pidana secara ilegal dan tidak sesuai prosedur digital forensik, telah mengakibatkan rusaknya sistem elektronik DVR CCTV terkait peristiwa pidana," kata jaksa.
Kemudian untuk yang meringankannya, Baiquni dianggap jujur dalam menyampaikan keterangan di persidangan.
"Terdakwa telah berterus terang serta mengetahui perbuatannya sehingga mempelancar proses persidangan," ujar jaksa.
Kemudian Baiquni Wibowo juga belum pernah dipidana sebelumnya.
Selain itu, posisi Baiquni sebagai tulang punggung keluarga.
"Terdakwa adalah tulang punggung keluarga dan memilik anak yang masih kecil," kata jaksa.
4. Chuck Putranto Juga Divonis 1 Tahun Penjara
Terdakwa kasus obstruction of justice penyidikan kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Chuck Putranto divonis 1 tahun penjara dan denda Rp10 juta.
Adapun vonis itu diputuskan oleh Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Afrizal Hadi serta hakim anggota Ari Muladi dan M Ramdes di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/2/2023).
"Menjatuhkan pidana pada terdakwa Chuck Putranto oleh karena itu dengan pidana penjara selama satu tahun dan denda Rp10 juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh terdakwa akan diganti dengan kurungan selama tiga bulan," ujar Afrizal.
Hakim menyatakan bahwa perbuatan Mantan PS Kasubbagaudit Baggak Etika Rowabprof Divpropam Polri itu terbukti secara sah melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan terganggunya sistem elektronik atau rekaman CCTV.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Chuck Putranto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang mengakibatkan terganggunya sistem elektronik dan atau membuat sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagai mana mestinya secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan pertama primair," jelasnya.
Dalam kasus ini, Chuck Putranto dinyatakan telah melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tuntutan untuk Chuck Putranto
Mantan staf pribadi (Spri) Ferdy Sambo, Chuck Putranto dituntut pidana penjara dua tahun terkait obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir J.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama dua tahun penjara," ujar jaksa dalam persidangan.
Tak hanya itu, Chuck Putranto juga dituntut membayar denda sebesar Rp 10 juta.
"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 10 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata jaksa.
Dalam tuntutannya, JPU meyakini Chuck Putranto bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
JPU pun menyimpulkan bahwa Chuck Putranto terbukti melanggar Pasal 49 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Terdakwa Chuck Putranto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana mengakibatkan sistem elektronik tidak berjalan sebagaimana mestinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP," katanya.
Karena itu, JPU meminta agar Majelis Hakim menyatakan Chuck Putranto bersalah dalam putusan nanti.
"Menuntut agar supaya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili, memutuskan menyatakan terdakwa Chuck Putranto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya sistem elektronik," ujar jaksa.

Terdakwa obstructon of justice atau perintanan penyidkan kasus kematian Brigadir J, Chuck Putranto telah dituntut dua tahun penjara oleh jaksa penunutut umum (JPU).
Jaksa pun mengungkap pertimbangan yang memberatkan dan meringankan tuntutan untuk Chuck Putranto.
Hal yang memberatkan, Chuck Putranto dianggap telah turut serta dalam merintangi penyidikan kasus kematian Brigadir J.
Perintangan itu dilakukannya dengan mengambil dan menyimpan DVR CCTV di kompleks Duren Tiga.
"Terdakwa menyadari betul bahwa tindakannya turut serta dan tanpa izin mengganti, mengambil, dan menyimpan DVR CCTV di pos security yang berlokasi di Kompleks Polri Duren Tiga berdasarkan atas perintah yang tidak sah," kata jaksa.
Kemudian jaksa juga mempertimbangkan posisi Chuck Putranto sebagai perwira polisi semestinya mencegah tindakan Irfan Widyanto mengambl DVR CCTV.
Namun Chuck justru melakukan tindakan sebaliknya.
"Bukan malah turut serta dalam melakukan tindakan mengambil, mengganti dan menyimpan DVR CCTV tersebut kedalam mobil Inova milik terdakwa," ujar jaksa.
Kemudian perbuatan Chuck yang menyerahkan DVR CCTV kepada Baiquni Wibowo juga menjadi pertimbangan memberatkan dalam tuntutannya.
"Bahwa tindakan terdakwa yang turut serta mengambil dan menyimpan DVR CCTV Perumahan Polri Duren Tiga Jakarta Selatan untuk selanjutnya menyerahkan kepada saksi Baiquni Wibowo megakibatkan terganggunya sistem elektronik," katanya.

Untuk hal meringankan, Jaksa menilai Chuck Putranto masih muda dan diharapkan dapat mengubah perilakunya.
"Terdakwa masih muda dan diharapkan dapat memperbaiki perilakunya di kemudian hari," kata jaksa.
Selain itu, Chuck pun bersikap sopan dalam proses persidangan.
"Terdakwa bersikap sopan dalam memberikan kesaksian dalam persidangan," ucapnya.
Hal yang meringankan lainnya, Chuck Putranto disebut belum pernah terlibat persoalan hukum sebelumnya.
"Terdakwa belum pernah dihukum," kata jaksa. (tribun network/thf/Tribunnews.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.