Sabtu, 4 Oktober 2025

Ketua Komisi III soal Putusan MK yang Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK: Itu Final dan Mengikat

Bambang Pacul menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tribunnews.com/ rizki sandi saputra
Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam putusannya, MK menetapkan masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun dari yang sebelumnya empat tahun.

Terkait hal itu, Bambang Pacul menilai kalau putusan itu merupakan hal yang mengikat.

"Tapi keputusan MK bersifat final dan mengikat. kalau sudah final dan mengikat ya kita mau ngomong apa?" kata Pacul kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Lebih lanjut, politisi PDIP itu menyatakan, Komisi III akan mempelajari putusan tersebut sebab sejauh ini, dirinya belum mengetahui bunyi dari putusan itu.

Dengan begitu, Pacul masih enggan berbicara lebih banyak terkait sejumlah pertimbangan yang termuat dalam putusan.

"Tentu kita harus baca putusan MK itu, pasti ada argumentasinya. Putusan itu nanti pasti dikirim ke Komisi III. Karena itu mitra KPK. Nah saya tidak tahu, argumentasinya belum tahu," tukas Pacul.

Baca juga: FX Rudy Bilang Ganjar Capres Bakal Diusung PDIP, Bambang Pacul: Mungkin Lagi Mimpi

Dikonfirmasi terpisah, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman, mempertanyakan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi lima tahun.

Kata Benny, sejatinya hal tersebut merupakan kewenangan pembentuk Undang-Undang dalam hal ini DPR RI.

"Apa betul MK mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun ke 5 tahun? Dari mana sumber kewenangan MK mengubah periode masa jabatan pimpinan KPK ini? Itu kewenangan mutlak pembentuk UU," kata Benny saat dimintai tanggapannya, Kamis (25/5/2023).

Atas putusan ini, Benny menduga kalau MK sudah mulai ikut mencampuri urusan politik.

Sehingga bukan tidak mungkin, nantinya dikhawatirkan negara bakal hancur jika konstitusi tersebut dirusak.

"Tertib konstitusi menjadi rusak akibat MK ikut bermain politik. Hancur negeri ini!" tukas dia.

Putusan MK

Periode kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menjadi lima tahun. Putusan ini dibacakan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang dengan nomor perkara 112/PUU-XX/2022 pada Kamis (25/5/2023).

Diubahnya periode kepemimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun guna menguatkan kedudukan pimpinan KPK.

"Oleh karena itu, guna menegakkan hukum dan keadilan, sesuai Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 dan menurut penalaran yang wajar, ketentuan yang mengatur tentang masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan ketentuan yang mengatur tentang hal yang sama pada lembaga negara constitutional importance yang bersifat independen yaitu selama 5 tahun," kata hakim MK Arief Hidayat dalam sidang.

Sebelumnya, MK enerima gugatan uji materi tentang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) yang diajukan oleh pemohon Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.

Gugatan Nurul Ghufron terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterima MK. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menerima permohonan uji materiil masa jabatan pimpinan KPK tersebut dengan tiga alasan utama.

Sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan berdasar Pasal 34 UU 30/2002 telah menyebabkan dinilainya kinerja pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak dua kali oleh presiden maupun DPR terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK.

"Karena dengan kewenangan DPR maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya, berpotensi tidak hanya mempengaruhi independensi pimpinan KPK tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri," ucap Arief Hidayat.

Dalam amar putusannya, Anwar Usman menyatakan sejumlah dalil utama terkait putusan persidangan.

"Mengadili pertama mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tegas Anwar Usman. Kedua disebut Anwar Usman menyatakan Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409) yang semula berbunyi, "Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan".

Selain itu dalam putusannya, Anwar menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved