Minggu, 7 September 2025

Pemilu 2024

Hakim MK Usulkan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terbatas Begini Cara Penetapan Caleg Terpilihnya

Mahkamah Konstitusi (MK) memutus menolak untuk seluruhnya gugatan sistem pemilu dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
Tribunnews.com/Ibriza
Hakim MK Usulkan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terbatas Begini Cara Penetapan Caleg Terpilihnya 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutus menolak untuk seluruhnya gugatan sistem pemilu dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022.

MK memutuskan sistem pemilu tetap dilaksanakan dengan proporsional terbuka alias coblos caleg.

Dalam putusan ini, terdapat dissenting opinion dari satu Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Ia menyampaikan gagasan sistem pemilu proporsional terbuka terbatas.

Sistem ini yaitu memperbaiki berbagai kelemahan yang ada pada sistem proporsional terbuka dan mengambil kelebihan pada sistem proporsional tertutup.

"Gagasan yang ditawarkan untuk memperbaiki sistem pemilu ke depan adalah mengusung sistem proporsional terbuka terbatas," kata Arief membacakan dissenting opinionnya, di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2023).

Menurut Arief, setelah 4 pemilu yakni pada 2004, 2009, 2014, dan 2019 menerapkan sistem proporsional terbuka, maka perlu adanya evaluasi, perbaikan dan perubahan.

Peralihan sistem pemilu dari proporsional terbuka ke sistem terbuka terbatas dipandang diperlukan.

Pasalnya ia menilai dari perspektif filosofis dan sosiologis, pelaksanaan sistem proporsional terbuka yang selama ini eksis ternyata didasarkan pada demokrasi yang rapuh.

Sebab para calon anggota legislatif bersaing tanpa etika, menghalalkan segala cara untuk bisa dipilih rakyat, serta adanya potensi konflik tajam dari masyarakat yang berbeda pilihan. 

"Terutama diantara masing-masing calon anggota legislatif dan tim suksesnya dalam satu partai yang sama atau konflik internal antar calon anggota legislatif dalam satu partai harus berakhir di MK karena tidak dapat diselesaikan partainya," kata Arief.

Arief sependapat dengan ahli Mada Sukmajati yang mendasarkan peralihan sistem pemilu dari proporsional terbuka perlu dilakukan karena pertimbangan karena sistem ini mendorong fenomena pilihan personal dari para pemilih yang bisa jadi menyisakan potensi konflik horizontal usai pemilu. 

Selain itu pada sisi efisiensi anggaran, waktu dan tenaga, sistem pemilu proporsional terbuka terbatas juga lebih sesuai.

"Gagasan yang ditawarkan adalah melalui sistem pemilu proporsional terbuka terbatas," ungkapnya.

Adapun dalam sistem proporsional terbuka terbatas, terdapat beberapa alternatif penetapan calon terpilih.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan