Selasa, 2 September 2025

Rocky Gerung dan Kontroversinya

Ancam Demokrasi, Setara Institute Dorong Polri Terapkan Restorative Justice dalam Kasus Rocky Gerung

Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute, Sayyidatul Insiyah menyarankan agar Polri menerapkan restorative justice dalam kasus Rocky Gerung. 

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Akademisi Rocky Gerung memberikan keterangan saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (4/8/2023). Dalam keterangannya, Rocky Gerung meminta maaf atas kegaduhan yang terjadi terkait dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo. Setara Institute menyarankan agar Polri menerapkan restorative justice dalam kasus Rocky Gerung TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Setara Institute menyarankan agar Polri menerapkan restorative justice dalam kasus Rocky Gerung

Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute, Sayyidatul Insiyah mengatakan dibanding repot mencari-cari delik pidana untuk menjerat Rocky Gerung, jika memang tidak bisa mengabaikan berbagai pelaporan warga dan relawan Jokowi, Polri bisa mengambil langkah moderat dengan menerapkan restorative justice sekaligus memainkan peran dialog dengan pihak-pihak yang berkeberatan.

"Polri bisa menjadi jembatan demokrarik untuk tetap menjaga ruang publik tetap sehat dan demokratis. Sekaligus memutus praktik berulang tuduhan pembungkaman dengan menggunakan instrumen hukum," ujar Sayyidatul Insiyah dalam keterangannya, Senin (8/7/2023).

Seperti diketahui, kritik atas kebijakan negara di bawah kepemimpinan Jokowi yang disampaikan Rocky Gerung telah memantik 13 laporan kepolisian dan demonstrasi artifisial di beberapa tempat.

Di tengah kohesi sosial yang segregatif, pro dan kontra atas pernyataan Rocky Gerung sangat mungkin terjadi dan sangat mungkin sengaja dibuat, sehingga terjadi keonaran.

"Kualitas demokrasi dan keadaban publik yang semakin ringkih telah memungkinkan pernyataan RG (Rocky Gerung) menjadi kapital politik bagi conflict entrepreneur dan avonturir politik untuk memainkannya secara terbuka guna menunjukkan prestasi semu pada patron politiknya dan memetik insentif politik elektoral pihak manapun yang berkontes," tutur Sayyidatul Insiyah.

Membaca dinamika respons publik atas Rocky Gerung, sangat kuat bahwa kasus ini sesungguhnya merupakan bentuk pelintiran kebencian atas Rocky Gerung

Substansi kritik Rocky Gerung  sesungguhnya mewakili aspirasi publik yang selama ini tersumbat atau disumbat.

Kemarahan dan keonaran artifisial yang saat ini mengemuka nyatanya hanya ditunjukkan oleh kelompok relawan dan pegiat demonstrasi musiman.

"Sebagian besar masyarakat lebih berfokus pada substansi, sekalipun menyayangkan pilihan diksi RG (Rocky Gerung)," tambahnya.

Baca juga: Polri Bisa Saja Menjemput Paksa Sekaligus Menetapkan Tersangka Rocky Gerung

Hate Spin atau pelintiran kebencian adalah gabungan dari konsep hate speech (ujaran kebencian) dengan kemarahan karena ketersinggungan (offence-taking), dimana hal ini banyak digunakan oleh para “entrepreneur” politik untuk memobilisasi pendukung dan menyerang kelompok sasaran tertentu (Cherian George, 2017).

"RG (Rocky Gerung) hari ini menjadi korban pelintiran ini, setelah pernyataannya direspons secara berjarak dengan jeda waktu dari peristiwa dan orkestrasi struktural," tambah Sayyidatul Insiyah.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan