Senin, 18 Agustus 2025

Dugaan Korupsi di BAKTI Kominfo

Jaksa Mentahkan Keterangan Ahli Kubu Lukas Enembe yang Sebut Daerah Berpredikat WTP Tak Ada Korupsi

Jaksa mentahkan keterangan saksi ahli yang dihadirkan kubu Lukas Enembe soal daerah berpredikat WTP tak ada korupsi.

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Ashri Fadilla
Sidang lanjutan perkara suap dan gratifiksi Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (28/8/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe menghadirkan dua saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus suap dan gratifikasi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (28/8/2023).

Dalam sidang, ahli yang dihadirkan memberikan pernyataan bahwa aparat penegak hukum termasuk jaksa tidak memiliki mhak untuk mengusut dugaan korupsi sebelum ada rekomendasi dari BPK bahwa telah terjadi penyimpangan pengelolaan keuangan negara.

"Bagaimana hukum administrasi negara melihat tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan negara. Apakah harus dinyatakan dulu oleh BPK terjadi penyimpanan dan sebagainya?" tanya penasihat hukum Lukas Enembe, OC Kaligis kepada Ahli Hukum Tata Negara yang dihadirkan pihaknya.

"Dalam pengelolaan keuangan negara, maka hukum administrasi tadi ditindak lanjuti, diawasi oleh lembaga yang namanya BPK," jawab Ahli Hukum Tata Negara, Muhamad Rullyandi.

Baca juga: Sosok 2 Pramugari yang Tersangkut Kasus Lukas Enembe dan Perannya Masing-masing

Kemudian terhadap daerah yang telah menerima predikat Wajar Tanpa Pengeceualian (WTP) dari BPK, dipastikan Rully tak ada korupsi di dalamnya.

Pernyataan itu disampaikan berdasarkan pengalamannya sebagai ahli hukum tata negara.

"Kalau WTP tuh wajar tanpa pengecualian tidak ada korupsinya. Enggak mungkin ada WTP kemudian dinyatakan koupsi. Belum pernah saya melihat itu," ujar Rully.

Namun, pernyataan itu langsung dimentahkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) lantaran dianggap sesat.

Menurut jaksa penuntut umum dari KPK, banyak daerah yang ditemukan tindak pidana korupsi meskipun telah meraih WTP berkali-kali.

"Kalau kami di lapangan sudah sering melihat, WTP ternyata di dalamnya ada korupsi," kata jaksa penuntut umum.

Baca juga: KPK Duga Pramugari Ini Antar Duit Puluhan Miliar Naik Pesawat Jet atas Perintah Lukas Enembe

Bantahan itu diperkuat dengan keterangan saksi ahli lainnya, Ahli Keuangan Negara Eko Sembodo.

Saat ditanya oleh Majelis Hakim, Eko mengakui bahwa hasil pemeriksaan BPK tak pernah menyeluruh, melainkan sampling.

"Yang di-sampling ini, ini yang dokumennya lengkap dengan konfirmasi, klarifikasi, dan uji lapangan," katanya.

Proyek yang tak masuk sampling itulah yang berpeluang terjadi tindak pidana korupsi dengan berbagai modus.

karena itu, penegak hukum dimungkinkan untuk mengusutnya.

"Kalau nanti terjadi hal yang fiktif, bukan yang di-sampling, itu mungkin saja," ujar Eko.

"Bisa saja dibuka kasusnya?" tanya Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh.

"Bisa saja," jawab Eko.

Untuk informasi, perdebatan mengenai daerah WTP dan korupsi ini disinyalir berkaitan dengan Provinsi Papua yang saat dipimpin Lukas Enembe meraih penghargaan WTP berkali-kali.

Dilansir dari Tribun Papua, total WTP yang diperoleh sudah mencapai 7 kali,

"Sejak tahun 2014 BPK RI telah memberikan opini WTP atas pemerintahan LKPD pemerintah provinsi Papua dan sampai dengan 2020 sudah tujuh kali berturut-turut," kata Lukas Enembe saat memberi sambutan di Ruang Sidang DPRD Provinsi Papua, Kamis (9/6/2022).

Predikat WTP itu berbanding terbalik dengan fakta bahwa sang gubernur telah duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Dia telah didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46,8 miliar.

Uang tersebut diduga diterima sebagai hadiah yang berkaitan dengan jabatannya sebagai Gubernur Papua dua periode, tahun 2013-2023.

Dalam dakwaan pertama, Lukas Enembe didakwa menerima suap Rp 45 miliar.

Uang puluhan miliaran tersebut diterima dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya, serta PT Melonesia Cahaya Timur dan dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CW Walaibu.

Suap diterima Lukas Enembe bersama-sama Mikael Kambuaya selaku Kepala PU Papua tahun 2013-2017 dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Papua tahun 2018-2021.

Tujuannya agar mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijatono Lakka dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua tahun anggaran 2013-2022.

Kemudian dalam dakwaan kedua, Lukas Enembe didakwa menerima gratifikasi Rp 1 miliar.

Gratifikasi ini diduga berhubungan dengan jabatan Lukas Enembe selaku Gubernur Provinsi Papua periode Tahun 2013-2018.

Uang itu diterima Lukas Enembe pada 12 April 2013 melalui transfer dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua. Uang diterima melalui Imelda Sun.

Oleh karena perbuatannya itu, Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan