Minggu, 17 Agustus 2025

Pilpres 2024

9 Hakim Mahkamah Konstitusi Bakal Dilaporkan ke Majelis Kehormatan MK

Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia berencana melaporkan sembilan orang hakim Mahkamah Konstitusi (MK) ke Majelis Kehormatan MK (MKMK).

Editor: Hasanudin Aco
Tribunnews/JEPRIMA
Suasana sidang permohonan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (16/10/2023). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia berencana melaporkan sembilan orang hakim Mahkamah Konstitusi (MK) ke Majelis Kehormatan MK (MKMK).

Ini menyusul putusan MK yang membuat peluang Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden atau cawapres di Pilpres 2024.

Akibat putusan MK tersebut, lembaga negara itu kini disindir di media sosial sebagai "Mahkamah Keluarga" Jokowi.

Pasalnya Gibran merupakan keponakan Ketua MK Anwar Usman setelah menikahi adik Jokowi.

Tim Advokasi menilai hakim MK tidak objektif dalam memeriksa perkara tersebut.

"Kan ada dasar hukumnya dalam mengawasi Hakim MK adalah Dewan Etik (MKMK) sehingga kami akan laporkan 9 Hakim MK ini dalam waktu dekat" kata Perwakilan Tim Advokasi, Yogi Pajar Suprayogi dalam keterangannya, Rabu (18/10/2023).

Baca juga: Denny Indrayana Beberkan Kecacatan Putusan MK hingga Potensi Dimakzulkannya Gibran Jika Terpilih

Yogi menyayangkan putusan MK itu justru menimbulkan kontroversi.

Padahal hukum mengenai usia capres dan cawapres telah secara eksplisit diatur dalam Pasal 69 UU Pemilu.

Yogi menyinggung MK mestinya tak berkutat pada hal yang bukan menjadi wewenangnya.

"Publik berharap banyak terobosan hukum untuk hal-hal yang belum diatur (kekosongan hukum) bukan malah membuat memperluas ketentuan sehingga menimbulkan kontroversi," ujar Yogi.

Sementara itu, anggota tim advokasi, Zentoni menegaskan 9 hakim MK pantas dievaluasi akibat putusan kontroversial ini.

Menurutnya, MK pantas dibubarkan kalau pada akhirnya 9 hakim MK gagal dievaluasi atau diperiksa dalam proses etik.

"Evaluasi ini penting dan kalau evaluasi MK tidak dilakukan juga maka tidak ada salahnya MK dibubarkan karena tidak objektif," ujar Zentoni.

Sedangkan anggota tim advokasi, Johan Imanuel menyayangkan para hakim MK tidak cermat saat mengambil putusan yang pro Gibran.

Menurutnya, dampak putusan tersebut sebenarnya tak berdampak luas bagi masyarakat.

Sehingga putusan ini patut diduga hanya demi menggolkan pencawapresan Gibran.

"Makanya seharusnya MK ini berhati-hati dalam memutus perkara jangan sampai karena frasa 'atau' seperti putusan MK 90 ini malah menimbulkan dampak luas ke masyarakat yang tidak semua merasa dirugikan adanya permohonan tersebut," ujar Johan.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan