Kamis, 14 Agustus 2025

4 Modus RS Klaim Fiktif BPJS Kesehatan Temuan KPK, Termasuk Operasi 1 Mata Katarak Tercatat 2 Mata

Sedikitnya telah ditemukan empat modus rumah sakit melakukan manipulasi demi klaim fiktif BPJS Kesehatan, contohnya operasi 1 mata katarak dicatat 2

|
Istimewa
Pasien katarak. Sedikitnya telah ditemukan empat modus rumah sakit (RS) melakukan manipulasi demi klaim fiktif BPJS Kesehatan, contohnya operasi 1 mata katarak dicatat 2 

TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga berbagai modus dilakukan oleh rumah sakit (RS) untuk melakukan klaim fiktif pelayanan BPJS Kesehatan

Sedikitnya telah ditemukan empat modus rumah sakit melakukan manipulasi demi klaim fiktif BPJS.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menerangkan, temuan ini terkuak berdasarkan kerjasama antara KPK, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan BPJS.

Awalnya, KPK melakukan pemeriksaan terhadap enam RS di tiga provinsi di Indonesia.

Disebutnya, tim KPK menemukan adanya 4.000 kasus klaim fiktif BPJS yang dilakukan tiga rumah sakit.

Tiga RS yang melakukan klaim fiktif BPJS itu ada di Jawa Tengah (1 RS) dan Sumatera Utara (2 RS).

Modusnya pun bermacam-macam, namun mayoritas rumah sakit yang bersangkutan melakukan manipulasi diagnosis atau mengajukan klaim atas penindakan medis yang dimanipulasi.

Modus pertama, misalnya ada 39 pasien tercatat bakal melakukan operasi katarak, pihak RS kemudian hanya akan melakukan operasi kepada 14 pasien.

"Kita cek, kita bilang 'ini diopersinya satu mata diklaimnya dua mata'. Kira-kira begitu waktu itu," jelas Pahala.

Modus kedua yakni mengubah kode diagnosis, sehingga uang yang diklaim lebih besar dan mengulang klaim yang telah diajukan sebelumnya atau repeat billing.

Modus ketiga menurut Pahala, modus dari RS dengan mengumpulkan data fiktif warga oleh oknum petugas lewat kegiatan bakti sosial (baksos).

Baca juga: Temuan KPK soal 3 RS Klaim Fiktif BPJS: Terjadi di Jateng-Sumut, Ada Modus Manipulasi Diagnosis

Lanjutnya, data tersebut dikumpulkan lewat kerjasama dengan kepala desa setempat.

"Dia mengumpulkan dokumen pasien ada KTP, KK, kartu BPJS melalui bakti sosial kerja sama dengan kepala desa. Emang niatnya sudah mau ngumpulin KTP dan kartu BPJS," ungkapnya.

Lewat daftar data warga yang terkumpul itu, para pelaku membuat klaim kesehatan fiktif dengan mencatut identitas warga seolah-olah yang bersangkutan menderita sakit.

Dia meyakini bahwa modus semacam ini tidak hanya dilakukan perorangan tetapi ada kerjasama antar individu di rumah sakit.

Modus keempat, oknum petugas RS itu juga menggunakan data dokter palsu.

Pahala menyebutkan, penyelidikan dilakukan ketika profil dokter ditelusuri hasilnya ternyata yang bersangkutan sudah tidak bekerja di rumah sakit tersebut.

"Berdasar inilah di-engineer semua seakan-akan dia sakitnya A, nanti perlu penanganan ini. Ada dokter tanda tangan oke semua."

"Jadi klaim fiktif ini nggak mungkin satu orang dan ngga mungkin dokter aja sendiri ya nggak bisa juga," jelas dia.

3 Rumah Sakit

Ilustrasi pasien corona dalam satu ruangan.
Ilustrasi pasien corona dalam satu ruangan. (Chinatopix, via Associated Press)

Pahala menuturkan klaim fiktif lewat pembayaran BPJS ini membuat negara rugi puluhan miliar rupiah.

Dia mengungkapkan, awal ditemukannya kasus ini ketika pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap enam RS di tiga provinsi.

Ternyata, kata Pahala, dalam pemeriksaan tersebut, tim KPK menemukan adanya 4.000 kasus klaim fiktif BPJS yang dilakukan tiga rumah sakit.

Adapun mayoritas, sambungnya, merupakan klaim fiktif BPJS untuk kebutuhan fisioterapi yang tidak tercatat dalam catatan medis.

"Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus, tapi sebenarnya ada 1.000 kasus di buku catatan medis," kata Pahala pada Rabu (24/7/2024) dikutip dari Kompas.com.

"Jadi sekitar 3000-an itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis," sambungnya.

Pahal menuturkan tiga RS yang melakukan klaim fiktif BPJS itu tersebar di Jawa Tengah (1 RS) dan Sumut (2 RS).

Untuk RS A di Sumut, Pahala menuturkan klaim fiktif mencapai Rp1-3 miliar.

Sedangkan RS lainnya di Sumut melakukan klaim fiktif dari Rp4-10 miliar.

Sementara RS C di Jawa Tengah terbesar yaitu melakukan klaim fiktif BPJS dengan nominal Rp20-30 miliar.

Izin Dicabut

Ilustrasi rumah sakit.
Ilustrasi rumah sakit. (vix.com)

Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Murti Utami, menyebut izin praktik dokter dan rumah sakit bisa dicabut apabila ketahuan mengajukan phantom billing (klaim fiktif) kepada BPJS.

Hal ini disampaikan Kemenkes dalam merespons adanya temuan sejumlah rumah sakit yang melakukan klaim fiktif.

"Tidak saja faskes-nya, tetapi individunya juga akan dikenakan sanksi," tutur Murti Utami dalam diskusi "Pencegahan dan Penanganan Fraud JKN" di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2024).

Menurutnya, Kemenkes sudah memiliki sistem informasi sumber daya manusia (SDM) Kesehatan dan itu terdata dengan baik.

Data itu meliputi identitas tenaga kerja, tempat kerja mereka, nomor induk kepegawaian (NIK), hingga surat izin praktik (SIP) yang mereka miliki.

"Di Kemenkes, kami sudah memiliki sistem informasi SDM kesehatan. Jadi, siapa kerja di mana, ya, dan NIP-nya. Kemudian SIP-nya gitu itu sudah terdata dengan baik dan di dalam sistem itu kami menambahkan rekam jejak," ucapnya.

Oleh sebab itu, jika ada tenaga kesehatan yang terbukti menjadi pelaku phantom billing, rekam jejak itu akan dimasukkan ke dalam data tersebut dan Kemenkes akan menyiapkan sanksi.

Langkah yang ditempuh ialah membekukan Satuan Kredit Profesi Dokter (SKP) Dokter yang bersangkutan.

Adapun dalam satu tahun mereka harus mengumpulkan 50 kredit dalam setahun. Jika dibekukan, mereka akan kesulitan mengumpulkan poin kredit.

Kemudian, sanksi cukup berat juga dipersiapkan, yakni pencabutan izin praktik bagi mereka yang terbukti menjadi pelaku phantom billing.

Baca juga: Klaim Fiktif BPJS Rp 34 Miliar Ditemukan di 3 RS, Terbesar Nilainya di Jawa Tengah

"Jadi, salah satu langkah, ya, kita akan memberikan sanksi mulai dari apa penghentian untuk pengumpulan SKP kan itu kredit seorang dokter kan harus untuk menjaga kompetensinya harus mencari kredit point, ya," terang Murti Utami.

"Nah, itu biasanya 1 tahun tuh 50 kredit gitu. Ini kalau 6 bulan kita bekukan untuk tidak bisa tidak diakui pengumpulan itu mungkin tidak bisa terpenuhi kan itu susah juga buat mereka, ya, gitu."

"Nah, sampai yang cukup berat adalah pencabutan izin praktik dari pelaku tersebut," ungkapnya.

Pada acara yang sama, KPK mengungkap ada kecurangan atau fraud pada layanan kesehatan yang terjadi di tiga rumah sakit.

Tiga rumah sakit yang tidak diungkap identitasnya ini disinyalir melakukan penipuan serta penggelembungan klaim.

(Tribunnews.com/Chrysnha, Yohanes, Ilham, Deni)(Kompas.com/Syakirun Ni'am)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan