Pagar Laut 30 Km di Tangerang
Jadi Budidaya Kerang Hingga Pagar Abrasi, Begini Komentar Nelayan di Desa Sukawali Soal Tanggul Laut
Nelayan asal Desa Sukawali, Wasmin mengatakan, jika pagar laut sepanjang 7 km, yang masuk di wilayah Desa Sukawali dibuat masyarakat setempat.
Penulis:
Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Sejumlah nelayan di Desa Sukawali, Kecamatan Pakuhaji, mengaku tidak terganggu dengan keberadaan pagar laut.
Keberadaan pagar laut banyak dimanfaatkan nelayan setempat untuk mencari ikan dan kerang saat tidak bisa melaut.
Termasuk diharapkan bisa mengurangi abrasi.
Nelayan asal Desa Sukawali, Wasmin bin Calan, mengatakan, pagar laut sepanjang 7 km, yang masuk di wilayah Desa Sukawali dibuat masyarakat setempat, sekitar 2014.
“Awalnya hanya kecil-kecilan, hanya beberapa meter saja, terus tiba-tiba banyak yang membantu dari sana sini, saya kurang tahu dari mana,” kata Wasmin.
Menurutnya, pembuatan pagar tersebut dimaksudkan untuk budidaya kerang hijau, cumi cumi, maupun ikan.
“Habitat ikan itu kumpulnya di situ. Jadi untuk sero (rumpon). Kalau rumpon itu di tengah laut, kalau sero itu di pinggir,” kata Wasmin.
Selain itu, lanjut Wasmin, ada kegelisahan warga soal abrasi yang terjadi di wilayahnya.
Wasmin menjelaskan, sebelumnya jarak jalan saya dengan bibir pantai sekitar 1.200 meter.
Namun saat ini jaraknya hanya sekitar 500 meter saja.
“Tahun 1984 itu abrasinya sudah tinggi, per tahunnya itu yang kena abrasi sekitar 30 sampai 50 meter. Waktu itu pada masanya pak lurah Nasir ada pengukuran, jarak jalan raya dengan pantai itu 1.200 meter, itu dari tahun 1984. Sekarang itu jaraknya hanya sekitar 600-700 meter,” kata Wasmin.
Adapun daratan yang tergerus abrasi tersebut, menurut Wasmin, dulunya berupa hutan bakau, api-api, maupun empang.
Mengenai beradaan pagar laut yang disebut dikeluhkan para nelayan, dijawab Harjo Susilo warga Desa Sukawali, Kecamatan Pakuhaji.
Dia mengatakan keberadaan pagar laut tersebut dimanfaatkan nelayan Sukawali untuk mencari kerang hijau, kerang batik, cumi-cumi, rajungan, kepiting.
Terutama saat gelombang besar yang membuat mereka tidak bisa melaut.
“Kalau warga nelayan Sukawali sebenarnya (pagar) itu tidak mengganggu. Bahkan ada manfaat lain. Selain menahan abrasi juga bisa untuk sero," katanya.
Dia menjelaskan jika dulu ada penahan-penahan tersebut, ada kemungkinan daratan tidak sampai tergerus hingga 600 meter dari garis pantai.
Ketua Nelayan asal Desa Sukawali, Wawan Setiawan, mengatakan, nelayan itu ada bermacam-macam.
“Kan ada nelayan perahu gardan, perahu pancingan, apolo, nelayan jaring. Jadi ada macam-macam,” jelasnya.
Wawan mengatakan nelayan di Sukawali, adalah nelayan yang mencari ikan di tengah laut.
“Jadi gak main di pinggir laut. Jadi saya rasa nelayan di Sukawali adanya pagar laut tidak merasa terganggu. Tidak ada yang kapalnya jebol karena ada bambu. Kalau yang terganggu itu tukang sodok yang nyari rebon yang di pinggir-pinggir. Itupun sebenarnya gak terlalu terganggu juga,” kata Wawan.
Sementara Ferdi mengatakan, jika pada saat gelombang laut tinggi, keberadaan pagar laut yang dimanfaatkan untuk Selo.
Baca juga: KKP Ungkap Hasil Pemeriksaan 2 Nelayan yang Sempat Mengaku Pasang Pagar Laut Misterius di Tangerang
“Kalau angin-angin begini kan jarang ke laut. Di situ mencari kerang hijau juga bisa. Adanya bambu-bambu (pagar) itu sebenarnya gak masalah sih,” kata Ferdi. (*)
Pagar Laut 30 Km di Tangerang
Kejagung Kembali Terima Pelimpahan Berkas Perkara Kasus Pagar Laut Tangerang Dari Bareskrim Polri |
---|
Anggota DPR Harap Polri dan Kejaksaan Sepaham agar Kasus Pagar Laut di Tangerang Temui Titik Terang |
---|
Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo Hormati Penangguhan Penahan Kades Kohod |
---|
Politisi PKS Sesalkan Penangguhan Penahanan Kades Kohod Arsin Bin Asip |
---|
Warga Kecewa Kades Kohod Arsin Dibebaskan dari Tahanan, Desak Kasus Pagar Laut Tangerang Dilanjutkan |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.