Rabu, 3 September 2025

Diandra Mengko Soroti Revisi UU TNI, Termasuk Soal Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil

Diandra Mengko, menyoroti beberapa poin penting dalam revisi UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. 

Penulis: Chaerul Umam
HO/Ist
REVISI UU TNI - Diskusi bertajuk Memperluas Kewenangan Vs Memperkuat Pengawasan (Kritik RUU Kejaksaan, RUU Polri dan RUU TNI). Diskusi ini dilakukan di Fakultas Hukum Universitas Trisakti pada 13 Maret 2025. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Diandra Mengko, menyoroti beberapa poin penting dalam revisi UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI

Diandra menyampaikan setidaknya ada empat aspek utama yang perlu dipertimbangkan dengan cermat agar revisi tersebut tidak berdampak negatif terhadap struktur dan fungsi TNI.

Pertama, terkait perubahan kedudukan TNI dalam kaitannya dengan Kementerian Pertahanan.

Pada revisi ini, menurutnya, berpotensi mengubah dinamika hubungan antara TNI dan Kemhan yang selama ini berperan sebagai institusi sipil yang mengawasi dan mengkoordinasikan kebijakan pertahanan. 

"Revisi ini berpotensi mengubah hubungan antara TNI dan Kemhan, yang bisa memengaruhi struktur pertahanan negara secara keseluruhan," kata Diandra, dalam keterangannya Jumat (14/3/2025).

Kedua, perubahan skema Inisiasi Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

Diandra juga mengkritisi perubahan yang diusulkan terkait skema inisiasi operasi militer selain perang (OMSP) dan penambahan jumlah jenis OMSP dari 14 menjadi 17 (Pasal 7). 

Dia menilai bahwa penambahan ini dapat memecah konsentrasi TNI dalam melaksanakan tugasnya. 

"Pelibatan militer yang berlebihan dalam OMSP akan berisiko menyebabkan intervensi terhadap ranah sipil. Seharusnya, RUU ini harus memperjelas dan mempertegas antara tugas pokok dan tugas pembantuan serta mengatur kaidah-kaidah yang jelas dalam melakukan OMSP," ujar Diandra.

Ketiga yakni perluasan jabatan sipil bagi Prajurit Aktif TNI.

Diandra mengkritisi perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif TNI dari 10 kementerian/lembaga (K/L) menjadi 15 K/L (Pasal 47). 

Perubahan ini, menurutnya, dapat menimbulkan tumpang tindih peran antara militer dan sipil, serta berisiko bertentangan dengan prinsip reformasi TNI yang menegaskan bahwa militer seharusnya tidak terlibat dalam urusan sipil dan pemerintahan di luar bidang pertahanan. 

"Semakin banyak posisi strategis di lembaga sipil yang dapat diisi oleh perwira TNI aktif, ini berpotensi menimbulkan ketidakjelasan dalam pembagian peran antara militer dan sipil," ucapnya.

Keempat, perpanjangan batas usia pensiun prajurit aktif.

Diandra menganggap perubahan ini dapat berdampak pada sistem regenerasi kepemimpinan di tubuh TNI, serta efektivitas perencanaan karier prajurit. 

"Perpanjangan usia pensiun ini akan mengganggu keseimbangan antara tenaga muda dan senior di tubuh TNI, dan juga akan menambah beban anggaran pertahanan," pungkas Diandra.

Untuk diketahui, Komisi I DPR bersama pemerintah sedang membahas revisi UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.

Ketua Komisi I DPR RI Fraksi PDIP Utut Adianto menegaskan, bahwa revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI) tidak akan mengembalikan peran Dwifungsi ABRI yang berlaku pada masa Orde Baru (Orba). 

Hal ini disampaikan sebagai tanggapan terhadap kekhawatiran sejumlah pihak, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang menganggap bahwa revisi UU TNI berpotensi membawa kembali dwifungsi ABRI.

"Beberapa teman-teman dari LSM, seperti Setara dan Imparsial, sudah kami undang untuk berdiskusi. Mereka khawatir bahwa dwifungsi ABRI akan kembali seperti masa Orba. Namun, menurut saya, hal tersebut bisa dibatasi melalui undang-undang yang ada," kata Utut di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (13/3/2025).

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menegaskan komitmen TNI untuk menjaga supremasi sipil dalam pengaturan penempatan prajurit TNI aktif di jabatan publik di luar bidang pertahanan. 

Penempatan prajurit TNI aktif di kementerian dan lembaga negara adalah salah satu poin yang akan mengalami penyesuaian dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

"Dalam menghadapi ancaman non-militer, TNI menerapkan konsep penempatan prajurit TNI aktif di kementerian dan lembaga di luar bidang pertahanan. Namun, prinsip supremasi sipil tetap menjadi elemen fundamental yang harus dijaga dalam negara demokrasi, dengan memastikan pemisahan yang jelas antara militer dan sipil," kata Agus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan