Sabtu, 13 September 2025

Revisi UU TNI

Pengamat Jamiluddin Ritonga: Pembahasan RUU TNI di Hotel Mewah Membuat Rakyat Semakin Antipati

Pembahasan revisi UU TNI di Hotel Fairmont diyakini bakal menimbulkan sikap antipati rakyat terhadap pemerintah maupun DPR RI.

Tangkapan Video
RAPAT TERTUTUP - Suasana rapat Panja RUU TNI di Hotel Fairmont Jakarta, Sabtu (15/3/2025). Rapat yang diikuti Panja Komisi I DPR RI bersama pemerintah ini berlangsung secara tertutup. Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menyebut pembahasan revisi UU TNI di Hotel Fairmont diyakini bakal menimbulkan sikap antipati rakyat terhadap pemerintah maupun DPR RI. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembahasan Revisi Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) di Hotel Fairmont, Jakarta diyakini bakal menimbulkan sikap antipati rakyat terhadap pemerintah maupun DPR RI.

Pasalnya menurut Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga, pembahasan RUU TNI yang didalilkan dengan istilah konsinyering itu digelar di tengah kebijakan pemerintah melakukan kebijakan efisiensi.

Baca juga: Ketua PPI Jepang Dukung KontraS dan Koalisi Masyarakat Kritisi Proses Legislasi Revisi UU TNI

"Pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont kiranya tak sejalan dengan kebijakan efisiensi Presiden Prabowo Subianto," kata Jamiluddin saat dimintai tanggapannya, Minggu (16/3/2025).

Dirinya juga menyatakan, dengan adanya penyebutan konsinyering itu membuat agenda yang dilakukan DPR RI khususnya Komisi I menjadi tidak masuk akal.

Jamiluddin meyakini, sikap antipati masyarakat terhadap pemerintah dan DPR RI atas kebijakan-kebijakan yang ada akan makin menguat.

"Dengan dalil konsinyering, seolah dijadikan pembenaran pembahasan RUU TNI di hotel bintang 5. Pembenaran ini tentu tak rasional sehingga sulit diterima akal sehat," kata Jamiluddin.

"Pola pembenaran itu justru membuat rakyat semakin antipati. Rakyat disuguhkan argumentasi yang tak nalar," sambung dia.

Rakyat menurut dia, seolah bodoh dan diyakini bakal menerima selalu argumentasi apa pun yang dikemukakan elite. 

Baca juga: DPR Kena Efisiensi Anggaran 50 Persen Tapi Rapat RUU TNI di Hotel Mewah, Ini Penjelasan Sekjen DPR

Padahal kata Jamiluddin, pola pandangan seperti demikian membuat rakyat semakin tidak memahami sikap dan perilaku elite.

Selain itu, pembahasan RUU TNI yang digelar secara tertutup dan bahkan menolak adanya partisipasi dari publik tersebut telah mengingkari sistem politik yang dianut di negeri ini. 

"Sejak reformasi, Indonesia sudah menganut sistem politik terbuka (demokrasi). Karena itu, semua pembahasan RUU seharusnya dilakukan secara terbuka," ujar Jamiluddin.

Sebab menurutnya rakyat seharusnya dilibatkan dalam pembahasan RUU. Pelibatan itu diperlukan karena prinsip demokrasi dari rakyat untuk rakyat.

"Karena itu, rakyat tak boleh hanya menjadi objek dalam pembahasan RUU. Rakyat harus menjadi subyek, agar isi RUU tersebut benar-benar kehendak rakyat," tandas dia.

Rapat Tertutup di Hotel Mewah

Rapat Panitia Kerja (Panja) revisi Undang-Undang (UU) TNI yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3/2025) menuai sorotan masyarakat.

Sebab, rapat yang digelar di hotel mewah secara tertutup tersebut kontras dengan kebijakan efisiensi anggaran.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan