Indeks Harga Saham Gabungan
IHSG Anjlok, Pengamat Sebut Pasar Butuh Bukti, Reformasi Hukum dan Teknokrasi Jadi Kunci
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga mendekat 7% sebelum terkena trading halt (pembekuan sementara) hari ini.
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga mendekat 7 persen sebelum terkena trading halt (pembekuan sementara) hari ini.
Hal ini mencerminkan kepanikan pasar terhadap kebijakan fiskal pemerintah.
Program Makan Bergizi (MBG) dan Danantara, dua program ambisius yang menelan anggaran fantastis dinilai sebagai beban fiskal besar yang tidak ditopang oleh manajemen teknokratis yang kuat.
Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menilai bahwa kejatuhan IHSG bukan sekadar reaksi terhadap belanja negara yang agresif tetapi juga akibat melemahnya budaya teknokrasi dan ketidakpastian hukum.
Pemerintah justru mengutamakan aktor politik dalam mengelola sektor strategis, alih-alih menempatkan teknokrat yang kompeten.
Contohnya adalah pemilihan kepemimpinan di Danantara.

Sementara itu, dugaan korupsi besar di Pertamina makin memperburuk sentimen pasar terhadap tata kelola negara, yang dianggap semakin rentan terhadap kepentingan kelompok tertentu.
"Pasar butuh kepastian bahwa negara ini bisa dikelola dengan baik. Namun, sistem politik kita justru melahirkan lebih banyak politisi pragmatis dibanding teknokrat andal. Akibatnya, kebijakan yang diambil cenderung populis dan berorientasi jangka pendek, bukan berbasis efisiensi dan keberlanjutan fiskal," ujar Hardjuno di Jakarta, Selasa (18/3/2025).
Kandidat doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) ini menilai krisis kepercayaan yang sedang terjadi ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan janji politik atau penyesuaian kebijakan fiskal.
Pasar membutuhkan bukti nyata bahwa pemerintah serius dalam membangun tata kelola yang bersih dan profesional.
Salah satu cara paling cepat dan konkret untuk memulihkan kepercayaan pasar adalah mengesahkan UU Perampasan Aset.
"UU ini bukan sekadar instrumen hukum, tapi sinyal bagi pasar bahwa pemerintah serius melawan korupsi dan membangun kembali budaya teknokrasi. Kalau aset koruptor bisa langsung disita dan dikembalikan ke negara, maka negara punya lebih banyak ruang fiskal tanpa harus terus-menerus mencari utang atau mengorbankan sektor strategis lainnya," tegasnya.
Sejauh ini, penegakan hukum terhadap korupsi masih menghadapi banyak kendala, termasuk proses hukum yang panjang dan sulitnya penyitaan aset.
Tanpa perangkat hukum yang efektif, banyak aset hasil korupsi tetap dinikmati oleh para pelaku meskipun mereka telah dijatuhi hukuman.
Akibatnya, masyarakat melihat perang melawan korupsi lebih sebagai alat politik ketimbang upaya fundamental dalam memperbaiki sistem.
Menurut Hardjuno, mengembalikan kredibilitas teknokrasi dalam pemerintahan bukan sekadar soal mengganti pejabat, tetapi juga memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat memiliki akuntabilitas yang kuat.
Jika pejabat strategis dipilih bukan karena kompetensi, maka setiap kebijakan yang diambil cenderung bermasalah dalam implementasi.
"Kita sudah melihat pola ini berulang kali. Program besar diluncurkan, dana digelontorkan, tapi eksekusinya buruk karena yang memimpin bukan orang yang paham sektor tersebut. Kalau sistem seperti ini terus berjalan, IHSG akan terus bergejolak karena pasar melihat negara ini semakin sulit diprediksi," katanya.
Lebih jauh, Hardjuno menekankan bahwa tanpa kepastian hukum yang jelas dan tata kelola pemerintahan yang berbasis kompetensi, kepercayaan pasar terhadap ekonomi Indonesia akan terus melemah.
Dampaknya bukan hanya pada IHSG, tetapi juga pada investasi jangka panjang dan stabilitas nilai tukar rupiah.
"Saat ini yang dibutuhkan bukan sekadar menenangkan pasar dengan wacana atau janji politik. Harus ada langkah konkret yang menunjukkan bahwa negara ini bisa dikelola dengan baik. Mengesahkan UU Perampasan Aset bisa menjadi salah satu langkah paling cepat untuk mengembalikan kepercayaan, bukan hanya bagi investor, tapi juga bagi masyarakat luas," pungkasnya.
Seperti diketahui, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 6,12 persen atau 395,86 poin ke level 6.076,08 pada perdagangan sesi I, Selasa (18/3/2025).
Bursa Efek Indonesia (BEI) pun memberlakukan pembekuan sementara (trading halt).
Ini peristiwa langka yang terjadi di bursa saham domestik.
BEI pernah memberlakukan trading halt pada awal pandemi atau Maret 2020 lalu.
Seperti diketahui pada sesi pertama pagi tadi, IHSG melemah 395,87 poin atau 6,12 persen ke level 6.076,08.
Indeks LQ45 juga terkoreksi 38,27 poin atau 5,25 persen ke posisi 691,08.
Berdasarkan aturan BEI, trading halt adalah penghentian sementara perdagangan saham jika IHSG turun lebih dari 5 persen dalam satu hari.
Indeks Harga Saham Gabungan
Ini Biang Kerok IHSG Anjlok 9 Persen Usai Libur Lebaran, Investor Saham Berharap ke Prabowo |
---|
BREAKING NEWS : Indeks Amblas, BEI Berlakukan Trading Halt, Ini Sejumlah Saham Penekan IHSG |
---|
Respons Melemahnya Rupiah dan Turunnya IHSG, Airlangga Tegaskan Fundamental Ekonomi Indonesia Kuat |
---|
Misbakhun Minta Investor di BEI Tidak Terpengaruh Rumor dan Persepsi |
---|
Prabowo Sebut Harga Saham Turun Tak Masalah Asalkan Harga Pangan Aman |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.