Rabu, 10 September 2025

Revisi UU TNI

Pakar Hukum UGM Nilai RUU TNI sebagai Bentuk Kepongahan Negara dalam Membuat Peraturan

Pakar hukum UGM Zaenal Arifin Mochtar menilai RUU TNI merupakan bentuk kepongahan negara dalam mengatur hukum.

Kompas.com/Garry Lotulung
ILUSTRASI ANGGOTA TNI - Pakar hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenal Arifin Mochtar, menilai revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) merupakan bentuk kepongahan negara dalam mengatur hukum, Rabu (19/3/2025). Selain kepongahan, ia juga menyoroti adanya mismanajemen dalam pengelolaan jabatan di TNI. 

TRIBUNNEWS.COM - Pakar hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenal Arifin Mochtar, menilai revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) merupakan bentuk kepongahan negara dalam mengatur hukum.

Jika revisi UU TNI ini disahkan, jelas Zaenal, negara bukan hanya menunjukkan arogansinya, melainkan juga mengulangi kesalahan sejarah mengenai dwifungsi ABRI yang dulu sudah coba diredam lewat reformasi.

“Perlawanan terhadap RUU TNI ini adalah bentuk perlawanan terhadap kepongahan negara." 

"Negara sudah terlalu pongah dalam membuat peraturan, yang itu barangkali membuat dosen fakultas hukum kebingungan harus mengajarkan apa,” ujar Zaenal dalam diskusi di kampus Universitas Islam Indonesia (UII), dikutip dari Tribun Jogja, Rabu (19/3/2025).

Selain kepongahan, ia juga menyoroti adanya mismanajemen dalam pengelolaan jabatan di TNI.

Saat ini Indonesia mempunyai surplus 419 jenderal yang semestinya diatasi dengan reformasi manajemen ketentaraan, bukan dengan menempatkan mereka dalam jabatan-jabatan sipil.

Zaenal lantas membandingkan dengan sistem ketentaraan di Amerika Serikat yang mana posisi tertinggi adalah jenderal, tetapi yang lebih lebih banyak mengisi struktur adalah kolonel.

“Kita ini seperti keledai dungu yang jatuh ke lubang yang sama kalau kita biarkan dwifungsi ABRI bangkit kembali,” tegasnya.

Zaenal juga membantah anggapan bahwa kebangkitan dwifungsi ABRI ini identik dengan Orde Baru secara utuh.

Menurutnya, otoritarianisme tak pernah hadir dalam bentuk yang sama, tetapi beradaptasi dengan zaman.

“Yang menurut saya, maaf, agak tolol adalah mereka yang mengatakan Orde Baru tidak akan dibangkitkan kembali." 

Baca juga: Rapat Paripurna DPR Hari Ini Bakal Disambut Aksi Unjuk Rasa Tolak Pengesahan RUU TNI

"Neo-otoritarianisme tidak pernah sama. Namun, yang terjadi adalah pengulangan paradigma dengan cara baru,” jelasnya.

Oleh sebab itu, dirinya menekankan pentingnya memperkaya wacana sebelum mengambil keputusan mengenai RUU TNI.

Meskipun DPR sudah menyatakan ada tiga poin yang akan direvisi, Zaenal mengingatkan bahwa perubahan tersebut tidak boleh mengurangi urgensi diskusi lebih lanjut.

“Ada tiga hal yang diubah, salah satunya mengaktifkan TNI di berbagai lembaga sipil. Tapi, mari kita diskusikan dulu, benar tidak itu diperlukan?” ucapnya.

Isu lain yang disorotinya adalah aturan usia pensiun yang dibuat dalam beberapa kasta.

Menurutnya, di negara demokrasi, keputusan semacam ini harus melalui kajian mendalam, bukan sekadar konklusi yang dibuat lebih dulu lalu dicari justifikasinya.

“Biasakan dalam negara demokrasi, jangan konklusi mendahului analisa. Sudah ada konklusi duluan kalau ada dwifungsi, baru analisanya dicari-cari. Mari kita lakukan analisa dulu, baru konklusi yang tepat,” ujarnya.

Terakhir, Zaenal memperingatkan supaya publik tetap waspada, terutama di bulan Ramadan.

Menurutnya, pemerintah bisa saja memanfaatkan momentum ini untuk meloloskan RUU secara diam-diam saat perhatian masyarakat terpecah.

“Ini adalah pertarungan antara kewarasan dengan daya tahan kita sebagai orang yang melakukan perbaikan. Jangan sampai negara menelikung melalui agenda ‘mumpung libur’ terus disahkan,” ungkapnya.

Jelang Pengesahan Revisi UU TNI

Sementara itu, sejumlah massa aksi menduduki halaman gerbang belakang atau Gerbang Pancasila yang menjadi akses masuk ke kompleks DPR RI di Senayan, Jakarta, sejak Kamis (20/3/2025) dini hari.

Salah satu massa aksi di lokasi yang bernama Nina mengatakan bahwa tujuan mereka menduduki pintu belakang "Rumah Rakyat" adalah dengan maksud mengadang akses masuk para anggota DPR.

Protes yang dilakukan masyarakat sipil ini adalah bentuk kekecewaan terhadap DPR RI yang akan mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang direncanakan mulai pukul 09.30 WIB. 

"Kami dari masyarakat biasa, masyarakat sipil biasa, dari berbagai elemen, dari berbagai lapisan masyarakat yang hadir di sini. Tujuannya apa? Untuk ke DPR ini adalah untuk memblokir akses dalam pengesahan RUU TNI nanti di jam 10," ujar Nina, di lokasi.

Model aksi yang dilakukan oleh Nina dan rekannya ini adalah pelajaran penting dari demo besar #ReformasiDikorupsi 2019 silam.

Aksi tersebut menuntut pembatalan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dan menolak pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) bermasalah.

"Ya kami menilik bahwa dari pembacaan kasus kemarin seperti Omnibus Law di tahun 2019. Pengesahan secara diam-diam di tengah malam, Itu juga membuat kami khawatir, terhadap apakah pengesahan-pengesahan RUU yang bermasalah ini akan terus terjadi begitu saja, secara kontinu," papar Nina.

"Jadi kami ingin memblokir akses jalanan DPR lewat pintu belakang, karena kami merasa bahwa pintu depan kan sudah terlalu kuat dan ketat gitu. Jadi kami merasa pintu belakang adalah salah satu cara aman untuk DPR yang lain untuk lewat masuk, jadi kami memblokir lewat pintu belakang," jelasnya.

Lebih lanjut, massa aksi yang bermalam  di halaman Gerbang Pancasila memiliki enam tuntutan sebagai berikut:

  1. Tolak revisi UU TNI
  2. Tolak dwi fungsi militer
  3. Tarik militer dari jabatan sipil dan kembalikan TNI ke barak
  4. Reformasi institusi TNI
  5. Bubarkan komando teritorial
  6. Usut tuntas korupsi dan bisnis militer

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Pakar Hukum UGM: RUU TNI adalah Bentuk Kepongahan Negara Membuat Aturan.

(Tribunnews.com/Deni/Alfarizy)(TribunJogja.com/Ardhike Indah)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan