KPK Tangkap Pejabat Basarnas
Kuasa Hukum William Widarta Pertanyakan Kerugian Negara di Korupsi Pengadaan Truk Angkut Basarnas
Kuasa hukum William Widarta pertanyakan kerugian negara perkara korupsi pengadaan truk angkut personel dan Rescue Carrier Vehicle (RCV) di Basarnas.
Penulis:
Rahmat Fajar Nugraha
Editor:
Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim PN Tipikor Jakarta telah menjatuhi vonis 6 tahun penjara dan uang pengganti Rp 17 Miliar kepada terdakwa William Widarta selaku Direktur CV Delima Mandiri dalam perkara kasus korupsi pengadaan truk angkut personel dan Rescue Carrier Vehicle (RCV) di Basarnas tahun 2014.
Kuasa hukum William yakni Wa Ode Nur Zainab setelah persidangan mempertanyakan kerugian negara dalam perkara tersebut.
Mulanya ia mengatakan kliennya sudah bekerja berdasarkan kontrak dalam pengadaan truk di Basarnas.
"Artinya kalau mengukur apakah pengadaan ini berhasil atau tidak tentu dilihat adalah kontrak. Dan kendaraan ini sudah melewati masa manfaat daripada kendaraan bermotor yaitu hanya 7 tahun menurut peraturan Menteri Keuangan," kata Wa Ode kepada awak media di PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025).
"Jadi kalau sekarang dikatakan bahwa negara mengalami kerugian, ukurannya apa? Apa yang dinyatakan oleh BPKP yang kemudian diadopsi oleh penuntut umum maupun oleh majelis hakim, itu jelas-jelas tidak sesuai fakta," imbuhnya.
Menurutnya itu hanya asumsi, kliennya tidak pernah terbukti menikmati Rp17 miliar tersebut.
"Tidak ada satupun fakta dalam persidangan yang membuktikan itu. Hanya hitungan-hitungan BPKP berdasarkan PO-PO. Sementara banyak sekali real cost yang belum dihitung. Jadi kalau kami sampaikan dari awal perkara ini terjadi kriminalisasi," ucapnya.
Baca juga: Sosok Max Ruland Boseke, Eks Sestama Basarnas Pakai Dana Komando Beli Ikan Arwana Super Red Rp40 Jt
Ia melanjutkan pengadilan hanya sekadar pembenaran terhadap apa yang sudah dilakukan oleh KPK seolah-olah bahwa itu benar.
"Jadi kalau melihat dari pada fakta persidangan, jelas negara mengalami keuntungan dan William Widarta tidak menikmati secara melawan hukum," imbuhnya.
Kemudian dikatakan Wa Ode bahwa putusan hakim tersebut aneh. Meski begitu ia menghormati putusan tersebut.
"Jadi perlu sekali lagi saya sampaikan bahwa ini putusan yang menurut kami sangat aneh. Tapi apapun kami hormati. Ini proses persidangan, putusan kita hargai," terangnya.
Adapun untuk langkah selanjutnya dikatakan Wa Ode menunggu keputusan dari William Widarta.
"Kami kira-kira nanti dalam waktu tujuh hari ini akan mengambil langkah apa," tandasnya.
Baca juga: Jaksa KPK Keberatan Adik William Widarta Jadi Saksi Meringankan dalam Sidang Korupsi Truk Basarnas
Sebelumnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman empat sampai enam tahun penjara kepada tiga terdakwa kasus korupsi pengadaan truk angkut personel dan Rescue Carrier Vehicle (RCV) di Basarnas tahun 2014, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 24 Maret 2025.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Teguh Santoso, ketiga terdakwa itu dinyatakan telah terbukti melakukan korupsi bersama-sama sehingga mengakibatkan kerugian negara Rp20,4 miliar.
Terdakwa Anjar Sulistiyono, Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Basarnas, mendapat hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Terdakwa Max Ruland Boseke, mantan Sekertaris Utama (Sestama) Basarnas, juga dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Max juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 2,5 miliar.
Sementara, terdakwa dari pihak swasta yakni Direktur CV Delima Mandiri, William Widarta dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Tak hanya itu, ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 17.944.580.000, akibat peranannya yang menyebabkan kerugian negara yang signifikan.
Adapun dalam perkara ini, Mantan Sekertaris Utama (Setama) Badan Sar Nasional (Basarnas) Max Ruland Boseke didakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp 20,4 miliar terkait kasus pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014.
Kerugian itu muncul akibat dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel yang memiliki nilai Rp 42.558.895.000 dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 Rp 43.549.312.500.
Adapun sidang perdana itu digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Max Ruland diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya yakni William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.
"Telah turut serta atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum," kata Jaksa KPK Richard Marpaung di ruang sidang.
Dalam surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Max Ruland dan dua terdakwa lainnya pada tahun 2013 hingga 2014.
Dimana kata Richard perbuatan yang dilakukan di Kantor Basarnas RI, Kemayoran, Jakarta Pusat itu telah memperkaya Max Ruland Boseke yakni Rp 2,5 miliar dan William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar.
"Dalam pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 dan memperkaya terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 yang dapat merugikan negara sebesar Rp 20.444.580.000,00," jelas Jaksa.
Kemudian Richard menjelaskan bahwa Max dan Anjar diduga mengarahkan William selaku pemenang lelang pengadaan truk tahun 2014 untuk menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen.
Yang dimana penawaran 15 persen itu dengan rincian 10 persen untuk dana komando dan 5 persen sisanya untuk perusahaan pemenang lelang.
Baca juga: Sidang Korupsi Truk Basarnas, Ahli Sebut Penyedia Barang Dilarang Bantu PPK Susun Dokumen Rencana
Selain itu Richard menuturkan, bahwa dari nilai pengadaan truk Rp 42.558.895.000 itu diketahui jumlah yang benar-benar digunakan hanya senilai Rp 32.503.515.000.
Alhasil kata dia terdapat selisih angka kelebihan bayar yaitu senilai Rp 10.055.380.000.
Sedangkan terkait pembelian pengadaan Rescue Carrier Vehicle hanya sebesar Rp 33.160.112.500 yang benar-benar digunakan dari anggaran yang telah ditandatangani yaitu Rp 43.549.312.500.
Sehingga lanjut Richard terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200000 dari nilai pembelian peralatan tersebut.
"Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara seluruhnya Rp Rp 20.444.580.000,00 sebagaimana laporan investigative dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan truk angkut personel 4WD dan pengadaan Rescue Carrier Vehicle pada Badan Sar Nasional (Basarnas) tahun 2014 yang dibuat Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI tanggal 28 Februari 2024," pungkasnya.
Akibat perbuatannya Max Ruland Boseke Cs didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.