Sebut Junjung Demokrasi, Prabowo Blak-blakan Pernah Dipecat saat Pimpin Pasukan Terkuat
Prabowo menceritakan kisahnya yang dipecat saat pimpin pasukan militer terkuat di Indonesia, ngaku tetap junjung demokrasi
Penulis:
Galuh Widya Wardani
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Presiden RI Prabowo Subianto menceritakan kisah tentang dirinya yang pernah dipecat dari Tentara Nasional Indonesia (TNI), dalam momen lawatan kenegaraan di Turki.
Dalam acara Antalya Diplomacy Forum (ADF) di Turki, Jumat (11/4/2025), ia menceritakan saat dirinya menjadi tentara yang harus percaya dan patuh pada sistem pemerintahan yang berjalan.
Kala itu, ia pernah diminta Presiden untuk mundur dari militer atau dipecat.
Sebagai prajurit yang taat konstitusi, ia pun patuh dan melakukannya.
Padahal saat itu Prabowo mengaku memimpin pasukan militer terkuat di Indonesia.
"Saya pernah menjadi tentara. Seorang jenderal. Pernah memimpin pasukan militer terkuat di Indonesia, tapi kemudian saya diminta untuk mundur."
"Secara langsung, saya dipecat, tapi saya pernah bersumpah untuk menjunjung tinggi konstitusi dan konstitusi mengatakan dengan tegas bahwa presiden memiliki kekuasaan tertinggi atas angkatan bersenjata. Jadi ketika presiden saya meminta saya untuk mundur, saya langsung berkata: Siap, Pak! Tanpa ragu," kata Prabowo.
Tindakan yang ia ambil itu, kata Prabowo, menunjukkan bahwa dirinya percaya kepada sistem berbasis aturan.
Dirinya percaya pada sistem demokrasi.
Prabowo kemudian mencontohkan sikap kepercayaan terhadap sistem demokrasi.
Termasuk soal prosesnya menjadi Presiden Indonesia, ia pernah mencalonkan diri pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden selama empat kali, tiga di antaranya kalah.
Baca juga: Momen Erdogan Dampingi Prabowo Sapa Mahasiswa Indonesia di Turki
Menurutnya, hal itu adalah bagian dari sikap demokrasinya yang menerima kekalahan.
Hingga, kini ia berada di titik puncak tertinggi menjadi seorang pemimpin negara.
"Jadi, apa yang ingin saya sampaikan adalah, saya percaya pada demokrasi," kata Prabowo.
Bagi Indonesia dan negara-negara berkembang di kawasan selatan (Global South), lanjut Prabowo, sangat menaruh harapan kepada sistem demokrasi.
Indonesia percaya pemisahan kekuasaan (trias politica), pada kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat.
Percaya Demokrasi, Percaya Diplomasi
Lebih lanjut, di hadapan Presiden Erdogan dan orang-orang Turkiye, Prabowo juga memercayai soal diplomasi.
Menurutnya, diplomasi merupakan satu-satunya jalan dalam menyelesaikan masalah geopolitik global.
"Kami percaya pada sistem berbasis aturan, tapi sekarang, kita menyaksikan sendiri, seperti yang disampaikan oleh Presiden Erdogan, anak-anak yang tidak bersalah, perempuan, dan pria tak bersenjata dibantai di depan mata dunia."
"Inilah yang saya maksud. Saya tetap percaya bahwa diplomasi adalah satu-satunya jalan, jalan terbaik," ujar Prabowo dalam menanggapi persoalan dunia.
Atas hal itu, Prabowo pun menyampaikan kekecewaan terhadap dinamika diplomasi global sekarang ini.
Ia mengaku pesimis terhadap keberhasilan cara diplomasi dalam menyelesaikan masalah global.
Pasalnya, realita di lapangan menunjukkan kelompok yang kuat selalu bebas melakukan apapun terhadap kelompok yang lemah.
Kondisi sekarang ini, lanjut Prabowo, seperti pengulangan yang terjadi di masa lampau sebagaimana yang dituliskan sejarawan Yunani kuno, Thukidides.
"Kenapa saya pesimis? Karena apa yang kita lihat sekarang di dunia nyata, di realitas yang sedang terjadi, adalah pengulangan dari filosofi lama dari Thukidides seorang sejarawan Yunani kuno, yang mengatakan bahwa yang kuat akan melakukan apa pun yang mereka bisa, dan yang lemah harus menanggung apa yang harus mereka tanggung," kata Presiden.
Kondisi tersebut menurutnya sangat menyedihkan bagi sistem yang berdasarkan aturan (rules-based order) sebagaimana yang diciptakan negara-negara Barat setelah perang Dunia II.
"Jadi pepatah ini benar-benar sedang dimainkan di depan mata kita. Karena yang terjadi sekarang adalah, yang kuat yang benar."
"Siapa yang punya kekuatan, punya kemampuan, akan melakukan apa yang mereka inginkan, dan ini sangat menyedihkan," kata Presiden.
Oleh sebab itu, ia meyakini diplomasi bisa menjadi jalan untuk memulai kedamaian dunia.
"Terus terang, saya sekarang agak pesimis terhadap keberhasilan diplomasi tapi saya sadar, kita tidak bisa menyerah pada diplomasi," kata Prabowo.
Prabowo mengatakan bahwa sekarang ini setiap negara harus bersiap-siap menghadapi kemungkinan kondisi terburuk.
Kondisi dimana sumber daya yang dimiliki setiap negara akan tersita untuk pertahanan.
Walaupun seharusnya, sumber daya tersebut digunakan untuk mengentaskan kemiskinan dan kelaparan.
"Sekarang malah harus dialokasikan untuk pertahanan, karena kita tidak tahu, bulan depan, minggu depan, apa yang akan terjadi."
"Jadi, ini menyedihkan, tapi, ya, kalau Anda tanya, saya tetap bilang diplomasi adalah jalan yang harus kita tempuh," jelas Prabowo.
Diplomasi untuk Gaza
Prabowo menegaskan Indonesia tidak akan tinggal diam melihat penderitaan rakyat Gaza akibat konflik yang berkepanjangan.
Mantan Menteri Pertahanan itu memastikan Indonesia akan melakukan upaya diplomasi aktif dengan negara lain untuk membahas masalah ini.
"Inilah cara kami menunjukkan solidaritas."
"Indonesia memang jauh, tapi rakyat saya merasa bahwa serangan terhadap rakyat Gaza, Palestina, Lebanon, dan Suriah—itu seperti serangan terhadap mereka sendiri," jelas Prabowo dalam momen yang sama.
Menurutnya, serangan yang diarahkan kepada rakyat Gaza sudah tidak masuk akal.
Sebab, banyak korban yang berjatuhan justru dari anak-anak hingga ibu yang tak memiliki senjata.
Indonesia juga mengambil langkah untuk berkomitmen membangun fasilitas kesehatan tambahan di Tepi Barat dan Gaza.
Prabowo mengungkap Indonesia juga telah mengirim tim medis bekerja sama dengan Uni Emirat Arab untuk membuka rumah sakit lapangan di Gaza.
"Saya percaya, pada akhirnya, harus ada kerja sama damai. Itu kunci dari perdamaian sejati," tegas Prabowo
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Taufik Ismail/Igman Ibrahim)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.