Sandiaga Uno: Perang Dagang AS-China Jadi Momentum Memperkuat Hilirisasi Industri
Pengusaha sekaligus Chief of Sandilogi, Sandiaga Salahuddin Uno tidak menampik perekonomian Indonesia juga terkena imbas dari perang dagang.
Penulis:
Fahdi Fahlevi
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengusaha sekaligus Chief of Sandilogi, Sandiaga Salahuddin Uno tidak menampik perekonomian Indonesia juga terkena imbas dari perang dagang antara China dan AS.
Terlebih dengan adanya tarif timbal balik (reciprocal tariff) sebesar 32 persen terhadap sejumlah produk yang masuk ke pasar AS.
Beberapa sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, hingga perikanan, terutama ekspor udang, menjadi rentan terhadap kebijakan tarif tersebut.
"Indonesia pasti akan terlibat. Tidak ada jalan lain selain bernegosiasi dan berdiplomasi agar produk-produk kita tidak terancam tarif tinggi yang bisa memukul industri,” ujar Sandiaga Uno.
Hal tersebut diungkapkan oleh Sandiaga pada diskusi publik bertema 'Trump Tariff Policy & USA China Trade War, Indonesia at Risk?' yang diselenggarakan Sandilogi x POV dalam rangkaian ulang tahun vOffice ke-13 di vOffice Event Space, Jakarta Selatan.
Adanya masa tenggang 90 hari atas pemberlakuan tarif oleh AS, menurut Sandiaga, harus dimanfaatkan pemerintah untuk melakukan diplomasi aktif.
Dia menekankan bahwa tim negosiasi perlu fokus pada penyelamatan industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja.
Namun, lebih dari sekadar bertahan, Sandiaga melihat kondisi ini sebagai peluang bagi Indonesia untuk merevisi strategi ekspor.
Salah satunya adalah diversifikasi pasar, agar tidak terlalu bergantung pada satu negara tujuan utama seperti Amerika Serikat.
“Kita harus mulai serius melirik pasar non-tradisional seperti Afrika, Timur Tengah, dan kawasan Asia lainnya. Selama ini masih banyak potensi ekspor yang belum kita sentuh,” jelasnya.
Ketidakpastian global juga dinilai menjadi momentum bagi Indonesia untuk mempercepat hilirisasi industri.
Sandiaga menyoroti pentingnya mengekspor produk dengan nilai tambah, bukan sekadar komoditas mentah.
“Ini saat yang tepat untuk menarik investasi ke sektor-sektor bernilai tambah. Hilirisasi harus dilakukan secara ekosistem, bukan hanya satu atau dua komoditas saja,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa investasi harus diarahkan ke sektor-sektor strategis seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi digital, dan ekonomi hijau yang bukan hanya menjanjikan hasil positif, tapi juga mampu menciptakan lapangan kerja berkualitas di tengah turunnya daya beli masyarakat.
Selain itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif periode 2020 – 2024 ini juga menyoroti pentingnya integrasi ekonomi kawasan, terutama di ASEAN.
Analisis Peluang Mardiono, Amran Sulaiman, hingga Sandiaga Uno Jadi Ketua Umum PPP |
![]() |
---|
10 Tempat Terlarang di Dunia, Tidak Bisa Didatangi Turis |
![]() |
---|
Mesir Kerahkan Rudal HQ-9B China di Sinai, Tingkatkan Kekhawatiran Israel |
![]() |
---|
Rahasia Bocor, AS Dituding Kucurkan Dana Fantastis Demi Biayai Kerusuhan yang Guncang Nepal |
![]() |
---|
Hasil Badminton China Masters 2025: Skor Afrika Warnai Kegagalan Alwi Farhan ke 16 Besar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.