SWI dan IPR Beber Hasil Studi Indeks Daur Ulang Plastik, Ini Sejumlah Temuannya
Studi ini menunjukkan kinerja daur ulang plastik di Indonesia cukup baik, dengan tingkat daur ulang plastik total dari sampah pascakonsumsi moderat
Penulis:
Choirul Arifin
Editor:
Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sustainable Waste Indonesia (SWI) bersama Indonesian Plastic Recyclers (IPR) mempublikasikan hasil studi Recycling Rate Index (RRI) yang mengupas data terkini tentang capaian daur ulang sampah plastik nasional.
Laporan ini disampaikan di acara diseminasi pada Rabu, 29 April 2025 di Jakarta dan dihadiri Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup Ade Palguna Ruteka, Dr. Ir. Tri Ligayanti, S.T, M.Si, Direktur Industri Kimia Hilir & Farmasi, Ditjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian RI.
Salah satu temuan dari studi ini menunjukkan kinerja daur ulang plastik di Indonesia yang cukup baik, dengan tingkat daur ulang plastik total dari sampah pasca konsumsi (PCR) yang tergolong moderat.
Bahkan tingkat daur ulang sampah pasca konsumsi (PCR) termasuk tinggi untuk PET botol di 71 persen dan HDPE rigid di 60 persen.
Angka tingkat daur ulang ini berada dalam tingkat yang baik dan telah meningkat secara signifikan berkat kolaborasi yang terjadi lintas pemangku kepentingan, termasuk berbagai inisiatif yang telah dilakukan industri.
Baca juga: Dukung SDGs, Bank Mandiri Optimalkan Sistem Daur Ulang dan Akses Air Bersih
Director SWI sekaligus peneliti utama Dini Trisyanti menilai inisiatif studi RRI sebagai langkah penting.
“Kami percaya data yang akurat sangat krusial untuk memahami kondisi nyata di lapangan dan menjadi dasar bagi kebijakan yang lebih tepat," ujarnya.
Studi ini menunjukkan kontribusi daur ulang plastik dalam produksi resin plastik mencapai 19 persen dengan total nilai ekonomi mulai dari pengumpulan, agregasi hingga daur ulang plastik setidaknya mencapai Rp 19 triliun/tahun.
"Melihat dampak perekonomian dan pentingnya peran daur ulang plastik dalam pengelolaan sampah, diperlukan kolaborasi aktif lintas sektor—termasuk edukasi konsumen dalam memilah sampah dari sumber, transparansi pelaporan daur ulang secara nasional, serta inovasi teknologi untuk mendorong daur ulang plastik," ungkap Dini.
Ade Palguna Ruteka mendukung publikasi studi ini sebagai bentuk kontribusi nyata dari sektor non-pemerintah.
Menurutnya, hasil studi ini tidak hanya melengkapi upaya yang telah dilakukan pemerintah, tetapi juga memberikan wawasan tambahan melalui hasil identifikasi dan analisa yang komprehensif.
Dia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas pemangku kepentingan sebagai kunci untuk mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang inklusif dan berkelanjutan.
“Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional menargetkan penyelesaian 100 persen permasalahan sampah pada tahun 2029," ungkap Ade.
Untuk mencapai target ambisius tersebut, telah disiapkan berbagai strategi pengurangan dan penanganan sampah, termasuk mendorong penerapan prinsip ekonomi sirkular dalam sistem daur ulang serta mendorong produsen untuk menerapkan Extended Producer Responsibility (EPR).
"Tentunya, target ini tidak akan tercapai tanpa dukungan dari seluruh sektor,” kata dia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.