Jumat, 12 September 2025

Dokter PPDS Rudapaksa Anak Pasien

Kasus Kekerasan Seksual Dokter PPDS di Bandung, LPSK Putuskan Beri Perlindungan ke Korban dan Saksi 

LPSK memberikan perlindungan terhadap tiga korban dan empat saksi dalam kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan dokter

Tangkap layar kanal YouTube Kompas TV
PELAKU PENCABULAN - Pelaku pencabulan terhadap salah seorang keluarga pasien RS Hasan Sadikin Bandung, ditampilkan oleh Ditreskrimum Polda Jabar, Rabu (9/4/2025). LPSK memberi perlindungan terhadap tiga korban dan empat saksi dalam kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Priguna Anugerah (31). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memutuskan, memberi perlindungan terhadap tiga korban dan empat saksi dalam kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Priguna Anugerah (31).

Keputusan diterimanya permohonan itu didasarkan pada Keputusan Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL) pada Senin, 5 Mei 2025. 

Wakil Ketua LPSK Sri Nurherwati mengatakan, kekerasan seksual yang terjadi dalam kasus ini masuk dalam kategori relasi kuasa yang membuat korban tidak berdaya. 

"Relasi kuasa yang terjadi dunia medis menyangkut pengetahuan, profesi dokter dimana masyarakat memahami dokter tidak akan melakukan tindakan kekerasan seksual,” ujar Sri dalam keterangan persnya, Minggu (11/5/2025).

Seluruh terlindung LPSK dalam perkara ini kata Sri, bakal mendapatkan perlindungan Pemenuhan Hak Prosedural berupa pendampingan di persidangan.

Sementara, bagi 3 terlindung yang berstatus hukum sebagai korban, bentuk perlindungannya kata dia akan berbeda-beda, sesuai dengan permohonan yang diajukan. 

Selain mendapat pemenuhan Hak Prosedural, korban dengan inisial FH juga mendapat layanan perhitungan restitusi atau ganti rugi.

Sementara korban inisial N mendapat pemenuhan Hak atas Informasi berupa perkembangan penanganan kasus, dan korban inisial F mendapat Rehabilitasi Psikologis dan Hak atas Informasi.

Sri berharap, dalam kasus ini penegak hukum bisa menjatuhkan hukuman berat terhadap tersangka.

Pasalnya, tersangka yang merupakan dokter seharusnya bisa memberikan rasa aman bagi masyarakat bukan sebaliknya.

"Pofesinya sebagai dokter seharusnya menjadi pemberi layanan hak dasar warga negara atas kesehatan dan ditambah dilakukan kepada lebih dari satu orang," kata dia.

Atas kondisi ini, Sri menegaskan, perlunya setiap instansi menghadirkan standar operasional pencegahan tindak pidana kekerasan seksual saat merekrut pegawai.

"Salah satu yang dapat dilakukan dengan menelusuri seseorang apakah pernah menjadi pelaku kekerasan seksual atau tidak," tukasnya.

Sebelumnya, LPSK diketahui telah melakukan langkah jemput bola dengan menemui para korban dugaan kekerasan seksual oleh dokter PPDS di RS Hasan Sadikin Bandung pada 10 April 2025. 

Adapun upaya itu dilakukan LPSK dengan penelaahan serta berkoordinasi dengan Kanit PPA Polda Jabar, Penyidik PPA Polda Jabar, dan UPTD PPA Kota Bandung.

Sebelumnya, Ditreskrimum Polda Jawa Barat (Jabar) mengungkap aksi bejat dokter residen bernama Priguna Anugerah (31), di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, pada Rabu (9/4/2025).

Priguna diduga merudapaksa FH (21), anak dari seorang pasien yang dirawat di RSHS Bandung pada Selasa (18/3/2025) lalu.

Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, mengungkapkan Priguna telah resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelecehan seksual.

Hendra menjelaskan, kasus dugaan rudapaksa ini berlangsung pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB.

Saat itu, tersangka meminta korban untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7.

Priguna bahkan meminta korban untuk tidak ditemani adiknya.

"Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali," beber Hendra.

Setelah itu, tersangka menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.

Beberapa menit kemudian, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

"Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB," jelas Hendra.

Menurut Hendra, dugaan rudapaksa terbongkar setelah korban menceritakan kejadian yang dialaminya kepada sang ibu.

"Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu," terangnya.

Adapun berdasarkan data dari KTP, tersangka diketahui beralamat di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), tetapi saat ini tinggal di Kota Bandung.

Sementara itu, korban FH merupakan warga Kota Bandung.

"Kami juga sudah meminta keterangan dari para saksi dan nantinya akan melibatkan keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan ini," sebut Hendra.

Polda Jabar juga telah mengamankan sejumlah barang bukti dari tempat kejadian perkara (TKP), termasuk dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

Atas aksi bejatnya, tersangka Priguna dijerat Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

"Pelaku dikenakan pasal 6 C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun," papar Hendra.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan