Majelis Masyayikh Susun Sistem Penjaminan Mutu untuk Pendidikan Nonformal Pesantren
Gus Rozin menyoroti pentingnya peningkatan kapasitas para guru pesantren dalam memahami dan mengajarkan kitab kuning
Penulis:
Hasiolan Eko P Gultom
Editor:
Eko Sutriyanto
Hasiolan EP/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis Masyayikh tengah menyusun sistem penjaminan mutu untuk pendidikan nonformal pesantren sebagai langkah strategis dalam menegakkan amanat Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Sistem ini akan menjadi pedoman mutu internal dan eksternal (SPMI-SPME) yang disesuaikan dengan kekhasan dan kemandirian pesantren di Indonesia.
Penyusunan dokumen dimulai melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) pada 15–17 Mei 2025 di Tangerang Selatan.
FGD ini melibatkan para akademisi, praktisi pesantren, pengamat, serta perwakilan dari Kementerian Agama.
Ketua Majelis Masyayikh, KH. Abdul Ghaffar Rozin, menekankan bahwa keberagaman karakteristik pesantren menjadi tantangan utama dalam menciptakan sistem mutu yang menyeluruh.
Ia menyebutkan bahwa pesantren memiliki ragam standar dan jenjang pendidikan yang berbeda-beda.
“Tantangan terbesar kita adalah adanya disparitas. Karena itu, sistem mutu ini perlu disusun dengan tetap berpijak pada nilai dasar pesantren, terutama akhlak dan akidah,” jelas Gus Rozin.
Baca juga: Wapres Gibran Sarankan Anak Bandel Dikirim ke Barak dan ke Pondok Pesantren
Ia menambahkan, sistem penjaminan mutu tidak hanya menilai aspek akademik, tetapi juga menjadikan pembentukan karakter dan nilai-nilai keagamaan sebagai prioritas utama.
Dalam sistem tersebut, proses asesmen hingga pengakuan akhir berupa ijazah atau syahadah akan dirancang agar setara dengan pendidikan umum.
Selain itu, Gus Rozin menyoroti pentingnya peningkatan kapasitas para guru pesantren dalam memahami dan mengajarkan kitab kuning secara metodologis.
“Kitab kuning adalah teks yang hidup dan perlu dikaji secara kontekstual agar dapat membentuk pola pikir kritis bagi santri dan guru,” ungkapnya.
Anggota Majelis Masyayikh, Hj Badriyah Fayumi, menambahkan bahwa pendidikan nonformal adalah bentuk paling otentik dalam tradisi pesantren.
Karena itu, negara wajib memberikan pengakuan secara penuh, termasuk melalui rekognisi dan afirmasi terhadap seluruh bentuk dan tipologi pesantren.
“Tidak boleh ada satu pun santri yang belajar dengan serius tetapi tidak diakui negara,” tegasnya.
Tingkatkan Kualitas Pesantren, Majelis Masyayikh Uji Publik Dokumen SPMI-SPME |
![]() |
---|
Eks Jaksa Kejari Jakbar Pakai Duit Korupsi untuk Umrah hingga Sumbang Pondok Pesantren |
![]() |
---|
Dari Pesantren ke Dunia Usaha: Santri Didorong Bangun Kemandirian Jadi Pelaku Ekonomi Kreatif |
![]() |
---|
Dukung Kaderisasi Ulama Moderat, Baznas Serahkan 27 Beasiswa ke Alumni Pesantren Bina Insan Mulia |
![]() |
---|
Koperasi Pondok Pesantren Dinilai Memiliki Kekuatan Seperti Sarekat Dagang Islam |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.