Kamis, 21 Agustus 2025

Majelis Masyayikh Susun Sistem Penjaminan Mutu untuk Pendidikan Nonformal Pesantren

Gus Rozin menyoroti pentingnya peningkatan kapasitas para guru pesantren dalam memahami dan mengajarkan kitab kuning

ISTIMEWA
BAHAS PENJAMINAN MUTU - Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Desain Penulisan dan Penyusunan dokumen sistem penjaminan mutu internal dan eksternal (SPMI-SPME) untuk pendidikan nonformal pesantren yang digelar pada 15–17 Mei 2025 di Tangerang Selatan. FGD ini melibatkan para praktisi pendidikan pesantren, akademisi, pengamat, serta perwakilan pemerintah yakni Kementerian Agama RI. (HO/IST)   

Hasiolan EP/Tribunnews.com


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA Majelis Masyayikh tengah menyusun sistem penjaminan mutu untuk pendidikan nonformal pesantren sebagai langkah strategis dalam menegakkan amanat Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

Sistem ini akan menjadi pedoman mutu internal dan eksternal (SPMI-SPME) yang disesuaikan dengan kekhasan dan kemandirian pesantren di Indonesia.

Penyusunan dokumen dimulai melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) pada 15–17 Mei 2025 di Tangerang Selatan.

FGD ini melibatkan para akademisi, praktisi pesantren, pengamat, serta perwakilan dari Kementerian Agama.

Ketua Majelis Masyayikh, KH. Abdul Ghaffar Rozin, menekankan bahwa keberagaman karakteristik pesantren menjadi tantangan utama dalam menciptakan sistem mutu yang menyeluruh.

Ia menyebutkan bahwa pesantren memiliki ragam standar dan jenjang pendidikan yang berbeda-beda.

“Tantangan terbesar kita adalah adanya disparitas. Karena itu, sistem mutu ini perlu disusun dengan tetap berpijak pada nilai dasar pesantren, terutama akhlak dan akidah,” jelas Gus Rozin.

Baca juga: Wapres Gibran Sarankan Anak Bandel Dikirim ke Barak dan ke Pondok Pesantren

Ia menambahkan, sistem penjaminan mutu tidak hanya menilai aspek akademik, tetapi juga menjadikan pembentukan karakter dan nilai-nilai keagamaan sebagai prioritas utama.

Dalam sistem tersebut, proses asesmen hingga pengakuan akhir berupa ijazah atau syahadah akan dirancang agar setara dengan pendidikan umum.

Selain itu, Gus Rozin menyoroti pentingnya peningkatan kapasitas para guru pesantren dalam memahami dan mengajarkan kitab kuning secara metodologis.

“Kitab kuning adalah teks yang hidup dan perlu dikaji secara kontekstual agar dapat membentuk pola pikir kritis bagi santri dan guru,” ungkapnya.

Anggota Majelis Masyayikh, Hj Badriyah Fayumi, menambahkan bahwa pendidikan nonformal adalah bentuk paling otentik dalam tradisi pesantren. 

Karena itu, negara wajib memberikan pengakuan secara penuh, termasuk melalui rekognisi dan afirmasi terhadap seluruh bentuk dan tipologi pesantren.

“Tidak boleh ada satu pun santri yang belajar dengan serius tetapi tidak diakui negara,” tegasnya.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan