Senin, 22 September 2025

RDP dengan Jampidsus, Komisi III DPR Soroti Pengamanan oleh TNI dan Kasus Eks Pimpinan JakTV

Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding mempertanyakan soal kerja sama antara Kejaksaan Agung dengan TNI yang belakangan disorot

Tribunnews.com/Chaerul Umam
RAPAT KOMISI III DPR - Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI dengan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah pada Selasa (20/5/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding mempertanyakan soal kerja sama antara Kejaksaan Agung dengan TNI yang belakangan disorot oleh publik.

Yakni pengamanan kantor-kantor kejaksaan di seluruh Indonesia. Mulai level Kejaksaan Agung sampai kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri. 

Hal itu disampaikan Sudding saat Komisi III DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah di ruang Komisi II I DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Sudding pun menilai, seharusnya pengamanan kantor kejaksaan cukup dilakukan oleh kepolisian. 

”Apakah selama ini Pak Febrie dan kawan-kawan ada ancaman, sehingga harus dijaga oleh TNI? Yang bapak satu pleton, satu apa, dan sebagainya. Saya sebenarnya kalau saling menghargai institusi ini kan seharusnya kewenangan di institusi kepolisian, tidak harus TNI, kan begitu. Tapi, saat ini kan dijaga oleh pihak TNI, institusi kejaksaan,” kata Sudding. 

Legislator Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga mempertanyakan ihwal latar belakang di balik kerja sama Kejaksaan Agung dengan TNI

Dia tak ingin, hal itu dilakukan hanya untuk menunjukkan kekuatan atau show of force. 

Sebab, menurutnya, tidak ada kegentingan yang mengharuskan Kejaksaan Agung menggandeng TNI dalam urusan pengamanan.

”Pertanyaan saya memang selama ini Pak Febrie dan kawan-kawan ada kondisi darurat, ada kondisi ancaman yang sangat itu? sehingga harus dijaga oleh TNI. Jangan sampai ini kayak show of force, kan gitu,” ucapnya.

Sehingga orang pun jika berhubungan dengan pihak kejaksaan atau pun melaporkan suatu perkara dan sebagainya itu ada rasa keseganan, takut. Ini kok dijaga TNI kayak mau perang,” sambung Sudding. 

Sementara, dalam kesempatan itu, Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan juga mempertanyakan soal penerapan obstruction of justice kepada salah satu media.

Diketahui, Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar ditetapian sebagai tersangka obstruction of justice dalam kasus Timah.

Menurut Hinca, tidak mungkin pemberitaan atau kritik yang disampaikan oleh media dan pers dapat merintangi proses hukum. Apalagi sampai mengganggu dan menghentikan langkah-langkah jaksa dalam menjalankan tugasnya. 

”Karena sekali lagi, jika pasal perintangan itu kita lebarkan terlalu lebar, sibuk sendiri nanti kita. Dengan demikian, maka apakah berita-berita konten yang dikeluarkan media, yang terasa menyakitkan kita, menyudutkan kita, menyesatkan kita, menurut pikiran kita, ya biarin dia. Itu bukan merintangi itu, mengkritiknya itu. Kalau tidak, sepi nanti, ruang gelap nanti penegakan hukum itu, biar dia terbuka,” kata Hinca. 

Hinca meyakini, sorotan pers dan media terhadap kejaksaan tidak akan mempengaruhi perkara. Apalagi sampai menjadi gangguan yang membuat penanganan perkara terhenti. 

Politisi Partai Demokrat ini menegaskan, pers merupakan bagian dalam sistem demokrasi di Indonesia. Sehingga kebebasan pers harus dihormati dan dihargai. 

Dia tidak ingin nantinya kejaksaan menjadi lembaga yang dinilai merenggut kebebasan pers.

”Karena pers bagian dari kita dan kebebasan pers itu bagian dari demokrasi. Jadi, jangan sampai publik bilang kejaksaan itu banditnya demokrasi, banditnya kebebasan pers, jangan. Sesakit apa pun main bola, diteriaki penonton, diteriaki satu stadion, lebih sakit main bola nggak ada penontonya. Biarkan media glory atau meneriaki, supaya kita baik, nggak mungkin ada pers yang menghentikan dakwaan bapak, itu nggak mungkin, paling kuping panas sedikit,” paparnya.

Terkait pertanyaan itu, Febrie sebagai JAM Pidsus langsung menyampaikan jawaban. 

Terkait dengan kerja sama dengan TNI untuk pengamanan kantor kejaksaan, dia mengaku hal itu memang ada kaitannya dengan keberadaan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer. 

Namun, dia memastikan, hubungan kejaksaan dengan Polri baik-baik saja. Bahkan para jaksa masih sering meminta bantuan polisi.

”Kalau di Pidsus klir, kami nggak ada masalah. Dalam proses penanganan juga kami minta bantuan polisi. Di kejari-kejari juga tetap prosesnya minta bantuan polisi,” ucap Febrie. 

Sedangkan, soal penerapan obstruction of justice terhadap direktur pemberitaan Jak TV, Febrie menyatakan bahwa dirinya juga sepakat dengan Hinca. Sebab, tidak mungkin jaksa mendakwa tersangka tersebut karena konten atau pemberitaan. 

Dia menyebut, ada hal lain yang tidak bisa dibuka dalam forum RDP tersebut. Hal itu yang menjadi dasar penetapan Tian Bahtiar sebagai tersangka perintangan dalam proses hukum yang dilaksanakan Kejaksaan Agung. 

Baca juga: Jampidsus Febrie Adriansyah Dilaporkan ke Jamwas Kejagung Soal Kasus Zarof Ricar

”Ada perbuatan nyata yang dilakukan sehingga dia terkait ke pasal 21 (UU Tipikor), ada permufakatan (jahat), kemudian ada perbuatan-perbuatan yang dilakukan terkait yang tadi Pak Hinca sebut perintangan. Jadi, bukan masalah konten, sependapat saya,” jelas Febrie.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan