Komisi X DPR Tolak Pelabelan Resmi dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia yang Diusulkan Kemenbud
Komisi X DPR RI menegaskan bahwa hasil penulisan ulang sejarah Indonesia tidak boleh diberi label sebagai “sejarah resmi” atau “sejarah resmi baru.”
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi X DPR RI menegaskan bahwa hasil penulisan ulang sejarah Indonesia tidak boleh diberi label sebagai “sejarah resmi” atau “sejarah resmi baru.”
Hal ini disampaikan dalam kesimpulan rapat kerja Komisi X DPR bersama Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia yang dibacakan oleh Ketua Komisi X, Hetifah Sjaifudian.
Penegasan tersebut menjadi salah satu dari enam poin kesimpulan rapat yang membahas urgensi dan proses penulisan ulang sejarah Indonesia secara lebih inklusif, objektif, dan bertanggung jawab secara akademik.
Dalam rapat tersebut, Kementerian Kebudayaan menyampaikan bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia mendesak dilakukan untuk menghapus bias kolonial dan menegaskan perspektif Indonesia-sentris.
Langkah ini dinilai penting untuk menjawab tantangan globalisasi dan perkembangan zaman, memperkuat identitas nasional, menegaskan otonomi penulisan sejarah, serta menjadikan sejarah lebih relevan bagi generasi muda sebagai bagian dari upaya reinventing identitas kebangsaan Indonesia.
Komisi X dan Kementerian Kebudayaan juga sepakat bahwa penulisan sejarah Indonesia harus dilakukan dengan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan.
Hal ini bertujuan agar buku sejarah yang dihasilkan tidak hanya objektif, transparan, dan komprehensif.
Tetapi juga mampu merepresentasikan memori kolektif bangsa serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk kepentingan pengetahuan dan pendidikan.
Lebih lanjut, Komisi X mendesak Kementerian Kebudayaan untuk memperbaiki komunikasi publik serta meningkatkan sosialisasi dan proses uji publik dalam penulisan sejarah tersebut.
Hal ini penting dilakukan agar tidak muncul berbagai tafsir yang membingungkan masyarakat atau mengesankan bahwa pemerintah sedang memaksakan satu versi tunggal sejarah.
Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, juga menekankan bahwa proses penulisan tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa. Ia mendorong agar langkah ini dilakukan secara cermat dan terkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.
Dalam rapat tersebut, Komisi X turut meminta Kementerian Kebudayaan untuk memberikan jawaban tertulis atas berbagai pertanyaan anggota dewan yang belum sempat terjawab dalam forum tersebut.
“Komisi X mendesak agar hasil Penulisan sejarah Indonesia tidak diberi label ‘sejarah resmi’ atau ‘sejarah resmi baru’“ kata Hetifah.
Hadir dalam kesempatan itu, Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Wamenbud Giring Ganesha dan jajaran Kemenbud lainnya.
Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menyampaikan kritik terhadap penggunaan istilah 'sejarah resmi' dalam proyek penulisan ulang sejarah Indonesia yang digagas oleh Kementerian Kebudayaan.
Dalam rapat bersama Komisi X, Bonnie menilai bahwa istilah tersebut tidak tepat secara prinsipil maupun metodologis.
"Hendaknya proyek penulisan sejarah yang kini dikerjakan oleh Kemenbud tidak menggunakan terminologi 'sejarah resmi' atau 'sejarah resmi baru'. Istilah tersebut tidak dikenal dalam kaidah ilmu sejarah dan problematik baik secara prinsipil maupun metodologis," ucap Bonnie.
Bonnie menambahkan bahwa penggunaan istilah tersebut dapat menimbulkan interpretasi bahwa versi sejarah di luar itu adalah tidak resmi, ilegal bahkan subversif.
Ia juga menyoroti pentingnya keterbukaan dan partisipasi publik dalam proses penulisan sejarah.
"Sejarah adalah milik rakyat, dan cara kita memandang masa lalu menentukan arah masa depan. Maka, harus ada ruang publik yang terbuka bagi diskusi ilmiah," ujarnya.
Dalam rapat tersebut, Bonnie juga menyampaikan kritik terhadap pernyataan seorang pejabat Kementerian Kebudayaan yang menyebut kelompok yang datang ke PBNU sebagai sesat, radikal, dan bidah. Ia meminta klarifikasi dan permintaan maaf atas ucapan tersebut.
"Saya minta klarifikasi yang kemudian melalui Pak Menterinya meminta maaf atas ucapan dari anak buahnya itu. Sebetulnya saya mengharapkan anak buahnya sendiri," kata Bonnie.
Ia menekankan bahwa cara-cara stigmatisasi dan pelabelan terhadap pihak yang berbeda pendapat harus dihentikan. Menurutnya, kritik tidak seharusnya dibalas dengan tuduhan-tuduhan yang insinuatif dan stereotip.
Baca juga: Fadli Zon Bongkar Proses Penulisan Ulang Sejarah Indonesia: Bukan Narasi Politik
"Kita harus lebih beranjak maju lagi untuk meninggalkan cara-cara itu," tandasnya.
| Tragedi di Kampus Udayana: Timothy Tewas Diduga Akibat Bullying, DPR Desak Keadilan |
|
|---|
| Komisi X DPR RI Pastikan Sekolah Rusak Masuk Prioritas Revitalisasi Pendidikan |
|
|---|
| Perkuat Talenta Kreatif, Indonesia Jalin Kerja Sama dengan Korea Selatan |
|
|---|
| Legislator PKB Usul Konsep Kitchen School MBG Khusus untuk Daerah 3T dan Pelosok |
|
|---|
| Pimpinan Komisi X DPR Tak Mau Cawe-cawe Soal Pengganti Patrick Kluivert: Silakan Cari yang Terbaik |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.