Jumat, 5 September 2025

Kejagung Didorong Lakukan Investigasi Menyeluruh di Dugaan Rasuah Chromebook Kemendikbudristek

Ubaid mengatakan, tegaknya hukum di sektor pendidikan akan berdampak terhadap penguatan sistem dan ekosistem pendidikan yang lebih baik. 

Penulis: Chaerul Umam
Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
KORUPSI KEMENDIKBUDRISTEK - Situasi di Apartemen milik pegawai Kemendikburistek Jurist Tan, di Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (27/5/2025). Kejagung menyita sejumlah barang bukti, berupa dokumen hingga elektronik. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung mengungkap dugaan rasuah di Kemendikbudristek periode 2019-2023, terkait pengadaan laptop senilai Rp 9,9 triliun. 

Menanggapi hal itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, menyatakan segala bentuk dugaan penyelewengan uang negara, khususnya di bidang pendidikan harus ditindak secara tegas.

"Karena kita punya preseden buruk, sektor pendidikan masih menjadi salah satu sektor terkorup di Indonesia. Jadi upaya penegakan hukum di sektor pendidikan ini jangan dipandang sebagai hal yang negatif," kata Ubaid dalam keterangan yang diterima, Sabtu (31/5/2025). 

Ubaid mengatakan, tegaknya hukum di sektor pendidikan akan berdampak terhadap penguatan sistem dan ekosistem pendidikan yang lebih baik. 

Menurutnya, jika tidak ada penegakan hukum yang cukup kuat di sektor pendidikan, maka sektor tersebut bisa menjadi ugal-ugalan, dan membenarkan apa yang dirilis oleh KPK bahwa sektor integritas pendidikan menjadi salah satu sektor yang sangat buruk di Indonesia.

Soal kasus terkait, Ubaid mengaku sudah mendengarnya sejak dua tahun silam. 

Menurut dia, tidak salah jika Kejaksaan Agung hendak memanggil para pemangku kebijakan terkait untuk dimintai keterangannya.

"Saya pikir ini harus diinvestigasi secara menyeluruh dan diperiksa. Karena pemeriksaan itu kan tidak selalu berkonotasi negatif ya. Kalau misalnya semua pimpinan itu tidak terlibat, apa salahnya misalnya bersaksi? bahwa mereka memang dimintai keterangan ya memang tidak ada keterlibatan," ujarnya.

Ubaid mencatat, sejak program pengadaan laptop diluncurkan JPPI ada dalam posisinya menolak. 

Sebab ketika program berjalan di era Covid, pemerintah sebatas berpikir memberi bantuan pembelajaran digital tanpa pertimbangan matang.

"Kenapa waktu itu JPPI menolak karena kondisi daerah itu kebutuhannya beda-beda. Jadi ketika kebutuhannya beda-beda maka nggak bisa nih kebijakan pengadaan laptop ini (diseragamkan), kemudian tanpa membaca kebutuhan daerah tapi langsung disebarkan begitu saja," ujar Ubaid.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan, masih terus mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek periode 2019-2023.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menyebut, Kajagung belum menetapkan satu pun tersangka dalam perkara ini.

"Penyidik sedang fokus untuk mengumpulkan bukti-bukti dari berbagai alat bukti yang membuat terang tindak pidana ini dan tentunya melalui penyidikan ini dapat ditemukan siapa tersangkanya," kata Harli, saat ditemui di Gedung Puspenkum Kejagung, Jakarta, Selasa (27/5/2025).

Adapun dalam kasus ini, Kejagung telah melakukan penggeledahan di dua apartemen berbeda milik Staf Khusus Mendikbudristek Bidang Isu-isu Strategis Fiona Handayani (FH) dan Staf Khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan, Jurist Tan (JT).

Kedua sosok tersebut merupakan staf khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, saat masih menjabat.

Harli menjawab soal kemungkinan Nadiem Makarim akan ikut diperiksa terkait kasus ini.

Menurutnya, soal pihak-pihak mana saja yang akan diperiksa merupakan kewenangan penyidik tergantung kebutuhannya.

"Siapa pun yang membuat terang tindak pidana ini bisa saja dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan," jelasnya.

Dia menuturkan, soal tugas-tugas para Staf Khusus tersebut di lingkungan Kemendikbudristek tentu akan menjadi substansi penyidikan.

"Tentu nanti akan, itu juga menjadi subtansi penyidikan, pemeriksaan. Jadi apa yang menjadi tugas-tugas yang bersangkutan, apa yang dia lakukan, apakah tugas itu dilakukan sendiri atau karena atas perintah, baik perintah jabatan atau orang misalnya, ini semua akan diungkap dalam proses penyidikan," tutur Harli.

Kejagung Geledah dan Sita Sejumlah Barang Bukti

Kejaksaan Agung menggeledah dua apartemen di Jakarta yang diduga milik seorang pejabat Kemendikbudristek terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook.

“Jadi, sudah dilakukan penggeledahan setidaknya di dua tempat, yaitu di apartemen Kuningan Place dan di apartemen Ciputra World 2,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, saat ditemui di Gedung Penkum Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (26/5/2025). Penggeledahan ini dilakukan pada Rabu (21/5/2025) lalu.

Penyidik menyita sejumlah barang bukti, termasuk dokumen dan barang bukti elektronik.

Di antaranya, 1 unit laptop merk Asus Zenbook Notebook PC Warna Blue Savire, 1 unit handphone merk Samsung warna gold, 1 unit handphone merk Samsung berwarna putih, 1 unit handphone merk Samsung berwana biru, dan 1 unit handphone merk Samsung.

Barang bukti itu ditemukan di apartemen milik FH.

Sedangkan di apartemen milik JT, ditemukan barang bukti 1 unit Harddisk Eksternal kapasitas 1TB merk WD berwarna hitam, 1 unit Harddisk Eksternal kapasitas 300GB merk WD berwarna merah, 1 unit Flashdisk kapasitas 8GB berwarna hitam merah, dan 1 unit Laptop HP Envy x360 convertible berwarna hitam.

Awal Mula Kasus Dugaan Korupsi Laptop

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan tengah mengusut perkara dugaan korupsi pengadaan chromebook atau laptop dalam program digitalisasi di Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019-2022.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan, bahwa penyidik telah meningkatkan status perkara tersebut dari penyelidikan ke penyidikan.

"Penyidik pada Jampidsus telah menaikkan status ke tahap penyidikan terkait penanganan perkara dugaan korupsi pada Kemendikbudristek dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019-2022," kata Harli dalam keteranganya, Senin (26/5/2025).

Lebih jauh Hari pun menjelaskan bahwa pengusutan kasus itu bermula pada tahun 2020 ketika Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan mulai dari dasar hingga atas.

Hal itu bertujuan untuk pelaksanaan asesmen Kompetensi Minimal (AKM).

Padahal saat pengalaman uji coba pengadaan peralatan TIK berupa chromebook 2018-2019 hal itu tidak berjalan efektif karena kendala jaringan internet.

"Bahwa kondisi jaringan internet di Indonesia sampai saat ini diketahui belum merata, akibatnya penggunaan Chromebook sebagai sarana untuk melaksanakan kegiatan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) pada satuan pendidikan berjalan tidak efektif," katanya.

Berdasarkan pengalaman uji coba tersebut dan perbandingan beberapa operating system (OS), tim teknis yang mengurus pengadaan itu pun membuat kajian pertama dengan merekomendasikan penggunaan spesifikasi OS Windows.

Akan tetapi saat itu Kemendikbudristek justru malah mengganti spesifikasi pada kajian pertama itu dengan kajian baru dengan spesifikasi OS berbasis Chromebook.

"Diduga penggantian spesifikasi tersebut bukan berdasarkan atas kebutuhan yang sebenarnya," katanya.

Lebih jauh Harli menuturkan, bahwa diketahui Kemendikbudristek mendapat anggaran pendidikan total sebesar Rp Rp9.982.485.541.000 atau Rp 9,9 triliun 2019-2022.

Yang dimana jumlah tersebut diantaranya dialokasikan sebesar Rp3.582.607.852.000 atau Rp 3,5 triliun untuk pengadaan peralatan TIK atau chromebook tersebut dan untuk dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp6.399.877.689.000 atau Rp 6,3 triliun.

Atas dasar uraian peristiwa yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti lainnya, ditemukan adanya tindakan persekongkolan atau permufakatan jahat.

Yang dimana kata Harli hal itu dilakukan dengan cara mengarahkan kepada tim teknis yang baru agar dalam pengadaan TIK untuk menggunakan laptop dengan Operating System Chromebook dalam proses pengadaan barang dan jasa.

"Dan bukan atas dasar kebutuhan ketersediaan peralatan TIK yang akan digunakan dalam rangka pelaksanaan Asesment Kompetensi Minimal (AKM) serta kegiatan belajar mengajar," jelasnya.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan