Sabtu, 23 Agustus 2025

Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud

Klarifikasi Nadiem Makarim soal Dugaan Korupsi Proyek Laptop Rp9,9 Triliun pada 2019-2022

Nadiem Makarim menjelaskan bahwa di tahun 2020, krisis pandemi Covid-19 bukan hanya krisis kesehatan, tetapi juga krisis sektor pendidikan.

Tribunnews.com/Ibriza
KORUPSI LAPTOP - Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim hadir bersama Hotman Paris selaku kuasa hukumnya, dalam konferensi pers di Hotel The Dharmawangsa, Jakarta, Selasa (10/6/2025). (Ibriza/Tribunnews). Nadiem Makarim menjelaskan bahwa di tahun 2020, krisis pandemi Covid-19 bukan hanya krisis kesehatan, tetapi juga krisis sektor pendidikan. 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) 2019-2024 Nadiem Makarim, memberikan klarifikasinya terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook pada 2019-2022, yang saat ini tengah diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

Dalam kasus tersebut, proyek pengadaan laptop itu menggunakan anggaran negara yang cukup fantastis yakni senilai Rp Rp9.982.485.541.000 atau Rp 9,9 triliun.

Dengan ditemani kuasa hukumnya, Hotman Paris, Nadiem menjelaskan bahwa di tahun 2020, krisis pandemi Covid-19 bukan hanya krisis kesehatan, tetapi juga krisis sektor pendidikan.

Karena itu, Nadiem mengatakan, pihaknya saat itu melakukan mitigasi secara cepat untuk menekan dampak yang akan timbul, yakni learning loss atau hilangnya aktivitas pembelajaran di sekolah.

Maka, dengan adanya hal tersebut, menurut Nadiem, pembelajaran murid-murid di sekolah akan tetap bisa berlangsung.

"Sehingga program pengadaan teknologi informasi dan komunikasi atau TIK, yang termasuk laptop, adalah bagian dari upaya mitigasi risiko pandemi untuk memastikan pembelajaran murid-murid kita tetap berlangsung," kata Nadiem, dalam konferensi pers di The Dharmawangsa, Jakarta, Selasa (10/6/2025).

Nadiem juga menjelaskan bahwa pengadaan sejumlah piranti TIK itu dilakukan untuk mendukung kegiatan pembelajaran jarak jauh.

"Kemendikbidristek melakukan pengadaan 1,1 juta unit laptop beserta modem 3G dan proyektor untuk lebih dari 77 ribu sekolah dalam kurun waktu 4 tahun," jelasnya.

Selain untuk mendukung kegiatan pembelajaran jarak jauh, katanya, perangkat TIK juga menjadi alat peningkatan kompetensi guru dan tenaga kependidikan.

"Dan juga untuk pelaksanaan asesmen nasional berbasis komputer atau ANBK yang menjadi instrumen sensus kami untuk mengukur capaian pembelajaran dan juga dampak daripada learning loss," tuturnya.

Dalam kesempatan ini, Nadiem juga menegaskan bahwa dirinya menyadari setiap kebijakan publik, soal pengawasan dan akuntabilitas menjadi hal yang tak bisa ditawar.

Baca juga: Nadiem Blak-blakan soal Pengadaan Laptop Chromebook, Apa Alasan Eks Mendikbud Gelontorkan Rp 9,9 T?

Dia mengatakan, selama menjabat Mendikbudristek, setiap kebijakan dirumuskan dengan transparan, berkeadilan, dan didasarkan pada itikad baik.

Nadiem pun menyatakan siap jika dipanggil Kejagung untuk memberikan keterangan atau klarifikasi berkenaan dengan kasus ini.

"Selama saya menjadi Mendikbudristek, setiap kebijakan dirumuskan dengan asas transparansi, keadilan, dan itikad baik," ucap Nadiem.

"Saya siap bekerja sama dan mendukung aparat penegak hukum dengan memberikan keterangan atau klarifikasi apabila diperlukan," kata Nadiem.

Proses Pengadaan Laptop Chromebook Pada 2019-2022

Nadiem mengatakan, sebelum periode kepemimpinannya sebagai Mendikbudristek, telah dilakukan uji coba 500 unit laptop chromebook pada sekolah-sekolah yang termasuk di daerah yang tergolong 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

Dia mengatakan, hal itu berbeda dengan pengadaan laptop chromebook yang dilakukan di eranya, yang mana hanya boleh diberikan kepada sekolah-sekolah yang telah memiliki akses internet atau lembaga pendidikan non-3T.

Hal tersebut, tutur Nadiem, sudah terbukti dalam juknis pengadaan.

"Itu berbeda dengan pengadaan chromebook yang hanya boleh diberikan kepada sekolah-sekolah bukan di daerah 3T, tapi di sekolah-sekolah yang punya akses internet," jelasnya,

Dalam proyek pengadaan ini, Nadiem menegaskan bahwa dia menjunjung asas transparansi dan asas meminimalisir konflik kepentingan.

Oleh karena itu, Kemendikbudristek tidak memiliki kewenangan dalam hal menentukan harga dan vendor penyedia produk laptop.

Dijelaskan Nadiem, proses pengadaan ini tidak melalui penunjukan langsung dan tidak melalui sistem tender.

Melainkan, melalui e-catalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Dalam praktiknya, kata Nadiem, setiap calon vendor dapat secara bebas memasukkan produk mereka di e-catalog LKPP. 

Kemudian, Kementerian dapat melakukan tawar-menawar harga dengan vendor di situs e-catalog tersebut dengan diawasi oleh LKPP.

Jika sekiranya sudah cocok dengan produk dari vendor tertentu, Kementerian akan memilih salah satu produk.

Kemendikbudristek akhirnya mendapatkan harga laptop chromebook sekitar Rp5 juta per unit, dari harga penawaran awal Rp6-Rp7 juta.

"Kewenangan untuk menentukan harga dan juga penyedia vendor siapa saja yang bisa menawarkan produk itu tidak ada Kemendikbudristek," jelasnya.

"Itulah alasan kenapa proses pengadaannya bukan melalui penunjukan langsung, bukan melalui tender, tapi melalui e-catalog LKPP. Sehingga konflik kepentingan ini diminimalisir," tambah Nadiem.

Selain LKPP, Nadiem mengatakan, Kemendikbudritek juga meminta pendampingan kepada berbagai instansi untuk mengawal proyek pengadaan ini agar berjalan aman dan sesuai peraturan.

Di antaranya adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

"Jadi sudah berbagai macam jalur yang ditempuh untuk memastikan bahwa pengadaan sebesar ini yang memang selalu kami mengetahui dari awal, pasti ada risikonya, dikawal dengan berbagai instansi," jelasnya.

Alasan Nadiem Pilih Laptop Chromebook 

Nadiem juga menjelaskan terkait alasan Kemendikbidristek memilih laptop operating system (OS) chromebook dalam proyek pengadaan pada 2019-2022.

Dari sisi harga , kata Nadiem, laptop chromebook 10-30 persen lebih murah harganya daripada laptop dengan OS lain dan spek yang sama.

Selain itu, OS Chromebook juga gratis, berbeda dari OS lainnya karena berbayar hingga jutaan.

"Bukan hanya itu, Chrome OS itu gratis. Sedangkan operating system lainnya itu berbayar dan bisa sampai Rp1,5 sampai Rp2,5 juta tambahan," ucap Nadiem.

Nadiem juga menjelaskan, laptop chromebook memungkinkan pemerintah untuk melakukan kontrol terhadap aplikasi. 

Hal itu bertujuan untuk melindungi para peserta didik dan guru dari pornografi, judi online, dan penggunaan laptop untuk hal yang tidak seharusnya, misalnya bermain game.

Kemampuan kontrol tersebut, kata Nadiem, disediakan gratis di laptop chromebook. 

Sedangkan di laptop dengan OS lain akan membutuhkan biaya tambahan.

"Chromebook itu bisa digunakan secara offline walaupun fiturnya lumayan terbatas," pungkasnya.

Nadiem pun mengaku terkejut dengan adanya pemberitaan beberapa waktu belakangan, bahwa ada dugaan korupsi dalam proyek pengadaan laptop tersebut.

Padahal, menurutnya, seluruh proses asas transparansi dan asas minimalisir konflik kepentingan sudah dilaksanakan.

Nadiem menyebut, dana untuk proyek pengadaan 1,1 juta unit laptop chromebook ini tidak hanya menggunakan APBN, tapi juga juga melalui dana alokasi khusus (DAK) fisik dari pemerintah daerah.

Menurutnya, ada program evaluasi dan monitoring setelah pengadaan laptop ini berlangsung.

"Informasi yang saya dapat, pada saat itu di tahun 2023 adalah 97 persen daripada laptop yang diberikan ke 77 ribu sekolah tersebut itu aktif diterima dan teregistrasi," katanya.

"Dan kita melakukan sensus secara berkala dan kita melakukan pertanyaan ke sekolah-sekolah yang menerima laptop, apakah mereka menggunakannya untuk proses pembelajaran?"

"Dan di tahun 2023, sekitar 82 persen daripada sekolah menjawab, mereka menggunakannya untuk proses pembelajaran, bukan hanya untuk asesmen nasional dan administrasi sekolah," jelas Nadiem.

Awal Mula Kasus Dugaan Korupsi Laptop

Sebelumnya, perkara dugaan korupsi pengadaan chromebook atau laptop dalam program digitalisasi di Kemendikbudristek periode 2019-2022 itu, telah naik ke tahap penyidikan,

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menjelaskan bahwa pengusutan kasus itu bermula pada tahun 2020, ketika Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan TIK bagi satuan pendidikan mulai dari dasar hingga atas, untuk pelaksanaan asesmen Kompetensi Minimal (AKM).

Padahal, saat pengalaman uji coba pengadaan peralatan TIK berupa chromebook 2018-2019, hal itu tidak berjalan efektif karena kendala jaringan internet.

"Bahwa kondisi jaringan internet di Indonesia sampai saat ini diketahui belum merata, akibatnya penggunaan Chromebook sebagai sarana untuk melaksanakan kegiatan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) pada satuan pendidikan berjalan tidak efektif," katanya.

Berdasarkan pengalaman uji coba tersebut dan perbandingan beberapa operating system (OS), tim teknis yang mengurus pengadaan itu pun membuat kajian pertama dengan merekomendasikan penggunaan spesifikasi OS Windows.

Namun, pada saat itu Kemendikbudristek malah mengganti spesifikasi pada kajian pertama itu dengan kajian baru dengan spesifikasi OS berbasis Chromebook.

"Diduga penggantian spesifikasi tersebut bukan berdasarkan atas kebutuhan yang sebenarnya," katanya.

Harli menuturkan, Kemendikbudristek diketahui mendapat anggaran pendidikan total 9,9 triliun pada 2019-2022.

Jumlah tersebut di antaranya dialokasikan untuk pengadaan peralatan TIK atau chromebook  tersebut, sebesar Rp3.582.607.852.000 atau Rp 3,5 triliun.

Kemudian, untuk dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp6.399.877.689.000 atau Rp 6,3 triliun.

Kemudian, berdasarkan uraian peristiwa yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti lainnya, ditemukan adanya tindakan persekongkolan atau permufakatan jahat.

Di mana, hal itu dilakukan dengan cara mengarahkan kepada tim teknis yang baru agar dalam pengadaan TIK untuk menggunakan laptop dengan Operating System Chromebook dalam proses pengadaan barang dan jasa.

"Dan bukan atas dasar kebutuhan ketersediaan peralatan TIK yang akan digunakan dalam rangka pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) serta kegiatan belajar mengajar," jelasnya.

(Tribunnews.com/Rifqah/Ibriza Fasti)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan