Polemik 4 Pulau Aceh dengan Sumut
Sengketa 4 Pulau Aceh Selesai, Komisi II DPR Minta Kemendagri Susun Blueprint Batas Wilayah
Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf minta Kemendagri untuk segera menyusun peta besar atau blueprint batas wilayah administratif seluruh Indonesia.
Penulis:
Rizki Sandi Saputra
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk segera menyusun peta besar atau blueprint batas wilayah administratif seluruh Indonesia.
Permintaan itu disampaikan Dede Yusuf, menyusul adanya polemik sengketa 4 pulau antara Aceh dan Sumatera Utara yang belakangan ini baru dibereskan Presiden RI Prabowo Subianto.
"Memang ini sudah agenda yang sudah kita amanatkan kepada Kemendagri agar mempersiapkan map blueprint dari batas-batas geospasial ataupun juga perbatasan-perbatasan dengan negara ataupun daerah lain," kata Dede Yusuf saat dimintai tanggapannya, Rabu (18/6/2025).
Kata dia, dengan adanya blueprint tersebut nantinya setiap wilayah di Indonesia memiliki kepastian terhadap batas-batas wilayahnya.
"Tujuannya adalah untuk mengetahui mana yang harus menjadi undang-undang atau apa yang perlu dilakukan dalam undang-undang," ucap dia.
Baca juga: Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut Tuntas, Prabowo Dinilai Tegas dan Dialogis Jaga Keutuhan NKRI
Tak cukup di situ, legislator dari Fraksi Partai Demokrat tersebut juga memastikan kalau Komisi II DPR akan menindaklanjuti persoalan ini dengan memanggil Kemendagri.
Kata dia, kemungkinan pemanggilan terhadap Kemendagri baru akan dilakukan usai masa reses DPR RI yang akan berakhir pada 23 Juni 2025 mendatang.
"Jadi pastinya nanti setelah reses ini akan jadi hal yang akan kita tekankan kepada Kementerian Negeri," ucap dia.
Baca juga: Respons Bupati Tapanuli Tengah dan Aceh Singkil soal 4 Pulau Sengketa Dikembalikan ke Aceh
Adapun mengenai sistem pengarsipan batas wilayah di data Kemendagri menurut dia, memang perlu dievaluasi.
Pasalnya, dia mengaku mendapat banyak laporan batas daerah yang statusnya belum jelas.
Hal itu didasarkan pada perbedaan metode pemetaan di masa lalu dengan masa sekarang yang cenderung lebih canggih.
"Kalau kita berbicara soal apakah sistem pengarsipan di Kemendagri itu perlu ditinjau, perlu diperbaiki, ya menurut saya, memang banyak saat ini laporan-laporan mengenai tapal batas yang mungkin sampai saat ini belum jelas statusnya. Di beberapa daerah-daerah ada seperti itu ya," kata Dede.
Menurut Dede, pada pemetaan masa lalu, belum ada teknologi seperti satelit seperti sekarang.
Sehingga pada saat pengukuran atau pemetaan ulang di masa saat ini, ada beberapa titik atau batas yang bergeser tidak sesuai dengan pemetaan di masa lalu.
"Itu disebabkan dengan sebetulnya dengan mekanisme pengukuran zaman dulu dengan pengukuran zaman sekarang. Artinya kalau zaman dulu itu belum menggunakan satelit atau alat-alat canggih sekarang. Kalau sekarang mungkin sudah menggunakan alat canggih sehingga kadang-kadang ada titik-titik yang bergeser," ucapnya.
Pemerintah mengumumkan 4 pulau yang sempat menjadi sengketa kini kembali ke Provinsi Aceh.
Keempat pulau tersebut di antaranya Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.