Beras Oplosan
Anggota DPR ke Mentan: Jangan-jangan Seluruh Pangan Kita Oplosan, yang Ketahuan Baru Beras
Daniel Johan mendorong pemerintah untuk menjadikan kasus beras oplosan sebagai momentum reformasi tata niaga pangan nasional.
Penulis:
Fersianus Waku
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR, Daniel Johan, mendorong pemerintah untuk menjadikan kasus beras oplosan sebagai momentum reformasi tata niaga pangan nasional.
Hal ini disampaikan Daniel dalam rapat kerja bersama Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/7/2025).
"Jangan berhenti hanya sekedar penegakan hukum yang tegas, tetapi ini menjadi momentum kita lakukan reformasi tata niaga di bidang pangan, sehingga kejadian yang sama tidak berulang," kata Daniel dalam rapat.
Dia mengaku waswas bahwa praktik pengoplosan seperti yang ditemukan pada beras bisa jadi hanya bagian kecil dari persoalan yang lebih besar dalam sistem distribusi pangan di Indonesia.
"Saya dalam hati sempat terpikir jangan-jangan seluruh produk pangan kita yang ada di Indonesia adalah oplosan, yang ketahuan baru beras, jangan-jangan," ujar Daniel.
Oleh karena itu, Daniel mendorong pemerintah harus segera bergerak melakukan pembenahan tata niaga secara menyeluruh sebelum masalah melebar ke komoditas lain.
"Sehingga sebelum itu terjadi lebih lanjut, segera lakukan reformasi tata niaga di bidang pangan. Belum minyak, kemarin BBM dan itu yang kita khawatirkan," tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Amran menyampaikan praktik pengoplosan dan kecurangan dalam distribusi beras berpotensi menimbulkan kerugian hingga Rp 99 triliun.
"Ini total nilainya setelah kita kali jumlah beras yang beredar itu Rp 99 triliun," kata Amran dalam rapat.
Baca juga: Anggota Komisi IV DPR: Hampir 25 Persen Beras di Pasar Diduga Oplosan
Menurut Amran, temuan itu berasal dari hasil pemeriksaan terhadap 268 merek beras di 10 provinsi penghasil utama.
Dia menegaskan, seluruh sampel diuji di 13 laboratorium untuk memastikan kualitas dan kesesuaian standar mutu.
"Ini kami periksa di 13 lab. Kami khawatir kalau ada komplain karena ini sangat sensitif dan Ini kesempatan emas bagi Indonesia untuk menata tata kelola beras karena stok kita besar," ujar Amran.
Amran menjelaskan, banyak beras curah yang dikemas ulang lalu dijual dengan label premium atau medium.
"Ada yang dioplos, ada yang tidak dioplos, langsung ganti kemasan. Jadi ini semua beras curah tetapi dijual harga premium. Beras curah tapi dijual harga medium dan labnya kami pakai 13," ucapnya.
Baca juga: Mentan Amran Sebut Praktik Beras Premium Oplosan Bentuk Pengkhianatan Terhadap Petani dan Konsumen
Selain mutu yang tidak sesuai, Amran juga menemukan praktik pengurangan bobot kemasan. Dalam sejumlah kasus, beras lima kilogram ternyata hanya berisi empat setengah kilogram.
"Ini yang terjadi sekarang HET 50-60 persen, yang tidak sesuai mutu ada yang mengurangi ukuran 5 kilo tapi empat setengah kilo," ungkapnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.