Kamis, 11 September 2025

Kasus Impor Gula

Kondisi Tom Lembong usai Divonis 4,5 Tahun: Syok, tapi Merasa Menang

Tom Lembong, Eks Mendag RI masih merasa syok usai divonis 4,5 tahun kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016. Hal itu dikatakan Zaid Mushafi.

Tribunnews/Jeprima
SIDANG TOM LEMBONG - Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025). Tom Lembong, Eks Mendag RI masih merasa syok usai divonis 4,5 tahun kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016. Hal itu dikatakan Zaid Mushafi.Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, hakim meyakini Tom Lembong telah terbukti bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan impor gula. Tom Lembong divonis 4 tahun dan enam bulan (4,5 tahun) penjara. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM - Tim Kuasa Hukum mantan Menteri Perdagangan (Mendag) RI Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mengungkapkan kondisi kliennya pasca-vonis selama 4,5 tahun yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (18/7/2025).

Zaid Mushafi, Kuasa Hukum Tom Lembong menyebut kliennya masih syok terhadap vonis tersebut.

Sebelumnya, dalam kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016, Tom divonis 4 tahun 6 bulan, dan pidana denda sebesar Rp 750 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan.

Majelis hakim menyatakan Tom bersalah melanggar UU Perdagangan dan Permendag Nomor 117 Tahun 2015, karena memberikan izin impor gula yang bukan termasuk kebutuhan pokok tanpa prosedur koordinasi yang sah.

Hakim menilai kebijakan tersebut memperkaya pengusaha swasta dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 194,72 miliar, lebih kecil dibanding perhitungan jaksa.

Kasus ini melalui proses yang panjang, mulai dari penyidikan dan penggeledahan, penetapan tersangka, sidang perdana pada Maret 2025, pembacaan tuntutan pada Juli, hingga vonis pada 18 Juli 2025.

Tom sempat mengajukan praperadilan untuk menggugurkan status tersangkanya, tetapi ditolak.

"Senin kemarin (21/7/2025) pas kami minta tanda tangan untuk mengajukan banding, beliau (Tom Lembong) dalam kondisi sehat."

"Namun sebenarnya masih syok karena setelah putusan itu kita diskusi sebentar, dia syok," ujar Zaid saat hadir dalam acara Overview Tribunnews, ditayangakan dalam YouTube Tribunnews, Rabu (23/7/2025).

Zaid mengatakan dasar Tom Lembong merasa syok lantaran kliennya merasa tidak bersalah, hingga muncul pertanyaan kenapa dirinya sampai diputus bersalah pada akhirnya.

Termasuk usai proses panjang pihak Tom Lembong membuktikan detail bukti-bukti yang dianggap dapat membantah dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama persidangan.

Baca juga: Anies Setia Temani Tom Lembong, Kuasa Hukum Ungkap Kliennya Sangat Senang Didukung Sahabat

Di sisi lain, Zaid juga mengatakan Tom Lembong merasa menang walaupun telah diputus bersalah.

"Apapun hasilnya apapun hasil keputusannya dia merasa dia sudah menang dalam artian bahwa kita mampu membantah seluruh dakwaan jaksa penuntut umum dengan bukti-bukti yang kita paparkan di ruang persidangan selama proses persidangan," imbuh Zaid.

Tom Lembong Ajukan Banding

Zaid juga mengungkapkan kliennya telah resmi mengajukan banding ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Selasa (22/7/2025).

Pengajuan banding yang dilakukan setelah pihaknya menilai pertimbangan putusan hakim saat menjatuhkan vonis terhadap kliennya, tidak sesuai fakta persidangan.

"Kami akan resmi memasukan pernyataan banding atas putusan Pak Tom Lembong di mana kita sudah mendengar pertimbangan-pertimbangan majelis hakim dan tentu secara nalar hukum dan didasarkan dalam pembuktian fakta persidangan tidak sesuai," katanya di PN Jakarta Pusat.

Zaid lalu membeberkan beberapa kejanggalan dalam putusan hakim terhadap Tom Lembong yang akan dituangkan dalam memori banding.

Contohnya, Tom Lembong sebenarnya tidak ada niat jahat atau mens rea saat menerbitkan kebijakan impor gula saat masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) di era kepemimpinan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) jilid I.

"Tapi Pak Tom dalam putusan pertama itu dikatakan secara bersama-sama melakukan tindak pidana. Bagaimana sebuah tindak pidana terjadi bersama-sama kalau Pak Tom-nya sendiri tidak kenal dengan dan tidak pernah berkomunikasi baik sebelum, pada saat, atau setelah menjabat sebagai menteri," jelas Zaid.

Kasus Tom Lembong Dianggap Perkara Tak Lazim  

Pengacara senior sekaligus ahli hukum pidana, Suhandi Cahaya, menyebut kasus Tom Lembong sebagai perkara yang tak lazim.

Menurut Suhandi, yang juga merupakan ahli hukum Mahkamah Konstitusi dari IBLAM School of Law Jakarta, vonis yang diberikan kepada Tom Lembong tersebut tidak mencerminkan keadilan hukum karena Tom dinilai tidak terbukti menikmati hasil dari tindak pidana yang didakwakan. 

Menurut Suhandi, fakta persidangan menunjukkan bahwa Tom Lembong tidak menerima hadiah atau janji dari pihak ketiga seperti PT PPI, Induk Koperasi, atau perusahaan gula lainnya. 

"Ini sangat tidak lazim. Korupsi umumnya dilakukan untuk keuntungan pribadi. Jika tidak ada imbalan, baik langsung maupun tidak langsung, maka motif jahatnya patut dipertanyakan,” kata Suhandi, Kamis (17/7/2025).  

Menurut Suhandi, jika terdakwa terbukti tidak menikmati hasil dari tindak pidana korupsi, majelis hakim sepatutnya mengeluarkan putusan lepas atau onslag van rechtvervolging. 

"Dalam yurisprudensi Mahkamah Agung, apabila pelaku tidak ada keuntungan untuk diri sendiri maka hakim harus memutuskan bebas atau onslag," lanjut Suhandi. 

Lantas, apa itu putusan onslag?  

Menurut Lilik Mulyadi dalam bukunya Hukum Acara Pidana, terbitan PT Citra Aditya Bakti (Bandung 2007), onslag van rechtvervolging merupakan putusan lepas, yakni segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan jaksa/penuntut umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, misalnya merupakan bidang hukum perdata, hukum adat atau hukum dagang. 

Sementara mengutip polri.go.id, putusan onslag diatur dalam pasal 191 ayat (1) dan ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang putusan bebas dan putusan lepas.  

Berbunyi: 

(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. 

(2) Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. 

(Tribunnews.com/Garudea Prabawati, Yohannes Liestyo)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan