Amich Alhumami Ungkap Alasan di Balik Pelaksanaan Program Wajib Belajar 13 Tahun
Amich Alhumami membeberkan alasan di balik diterapkannya program Wajib Belajar (Wajar) 13 Tahun yang akan dimulai dari jenjang PAUD atau TK.
Penulis:
Wahyu Gilang Putranto
Editor:
Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Deputi bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Amich Alhumami membeberkan alasan di balik diterapkannya program Wajib Belajar (Wajar) 13 Tahun.
Diketahui, wajib belajar 13 tahun mulai dicanangkan pada tahun 2025 ini. Ketentuan wajib belajar 13 tahun akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
Program wajib belajar 13 tahun mencakup satu tahun prasekolah (PAUD), enam tahun pendidikan dasar (SD), dan enam tahun pendidikan menengah (SMP-SMA).
Amich Alhumami memaparkan kembali urgensi wajib belajar 13 tahun yang dimulai pada PAUD atau taman kanak-kanak (TK).
"Pendidikan sejak pra sekolah atau PAUD adalah investasi penting di bidang pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia," kata Amich Alhumami dalam Konferensi Internasional tentang Perawatan, Pendidikan, dan Pengasuhan Anak Usia Dini (ICECCEP) ke-4 yang digelar di Bandung, Jawa Barat, Jumat (25/7/2025), dikutip dari keterangan tertulis.
Dalam kariernya di Kementerian PPN/Bappenas, Amich memasukkan program wajib belajar 13 tahun ke dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Peta Jalan Pendidikan Indonesia (PJPI) Tahun 2045 yang menjadi rujukan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Dengan merujuk pada sejumlah penelitian, Amich memaparkan berinvestasi pada anak usia dini berdampak positif terhadap perkembangan otak dan kesiapan belajar anak.
"Penelitian juga menunjukkan anak-anak yang telah mengikuti pendidikan anak usia dini cenderung lebih mudah menguasai keterampilan tingkat lanjut," ungkap Dewan Pimpinan Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah itu.
Selain itu, sejumlah data menunjukkan, bahwa siswa yang telah mengikuti pendidikan prasekolah atau PAUD, memiliki prestasi literasi dan numerasi yang lebih baik.
Yaitu proporsi yang lebih tinggi memenuhi ambang batas kompetensi minimum dibandingkan dengan mereka yang tidak berkesempatan mengikuti PAUD.
Alumnus University of Sussex, Inggris ini menegaskan kembali pendidikan anak usia dini merupakan pondasi penting bagi pembangunan sumber daya manusia (SDM).
Baca juga: Wapres Gibran Tinjau Sekolah Rakyat di Padang, Fokus pada Anak Marginal
"Mengingat dan mempertimbangkan urgensi PAUD inilah hampir semua negara berinvestasi lebih banyak pada PAUD untuk memperoleh banyak manfaat sosial dan ekonomi di masa depan," ujarnya.
Ketua Umum Ikatan Alumni (IKA) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini mengungkapkan adanya kompleksitas penyelenggaraan PAUD.
Menurutnya, PAUD mesti terintegrasi dengan kesehatan, gizi masyarakat, pendidikan keluarga, lingkungan sosial, sehingga dinamakan "PAUD Holistik-Integratif".
Oleh karena itu menurut Amich, meski wajib belajar 13 tahun diterapkan, perlu dibangun kemitraan strategis dan kerja sama antara pemerintah, mitra pembangunan, para ahli, akademisi, dan masyarakat.
"Kita gandakan upaya ini, perkuat sinergi, dan perdalam komitmen untuk membangun fondasi yang kokoh demi kebaikan generasi mendatang, dan demi kemajuan bangsa, terutama menuju Indonesia Emas 2045," tutupnya.
Kata Mendikdasmen
Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menyebut akan memberlakukan wajib belajar 13 tahun dalam masa kepemimpinannya.
Hal itu diungkapkan Abdul Mu'ti saat meresmikan Bulan Guru Nasional di SD Negeri 59 Palembang, Sumatra Selatan pada 1 November 2024.
"Wajib belajar dari 12 tahun menjadi 13 tahun sehingga sejak TK harus sudah wajib belajar karena inilah pondasinya pendidikan," kata Abdul Mu'ti, dikutip dari Sripoku.
Abdul Mu'ti mengatakan pendidikan prasekolah yakni TK sangat penting dilakukan dan diterapkan di banyak negara maju.
Sementara itu, ketentuan wajib belajar 13 tahun akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), yang menggantikan tiga undang-undang pendidikan sebelumnya.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyatakan bahwa perluasan masa wajib belajar dari 9 tahun menjadi 13 tahun merupakan respons atas rendahnya rata-rata lama sekolah anak Indonesia.
“Sebenarnya mereka belum lulus SMP secara rata-rata. Dalam Undang-Undang Sisdiknas nanti kita mau tingkatkan menjadi 13 tahun,” ujar Hetifah kepada wartawan, Rabu (23/7/2025).
Program wajib belajar 13 tahun akan mencakup satu tahun prasekolah (PAUD), enam tahun pendidikan dasar, dan enam tahun pendidikan menengah. Pemerintah menekankan bahwa masa usia dini adalah periode emas perkembangan otak anak, di mana 90 persen sel otak terbentuk sebelum usia 6 tahun.
Namun, angka partisipasi PAUD di Indonesia masih rendah. Data BPS menunjukkan hanya 36,3 persen anak usia dini mengikuti PAUD. Karena itu, PAUD akan dijadikan bagian wajib dalam sistem pendidikan nasional mulai 2025, sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2025–2029.
DPR Soroti Ketimpangan Anggaran dan Kualitas
Hetifah juga membandingkan Indonesia dengan Vietnam yang memiliki standar pendidikan lebih baik meski anggarannya di bawah 20 persen.
Ia menyoroti bahwa anggaran transfer ke daerah meningkat, tetapi alokasi untuk kementerian pendidikan justru menurun.
“Anggaran 20 persen kita itu kalau dilihat seolah-olah besar, dari APBN kita yang selalu meningkat. Tapi anggaran untuk kementerian-kementerian yang terkait pendidikan menurun,” kata Hetifah.
Ia berharap Presiden Prabowo Subianto memberi perhatian serius terhadap pemerataan pendidikan.
“Dengan adanya undang-undang ini, disitulah kesempatan untuk kita mendefinisikan apa yang kita maksud dengan anggaran pendidikan itu. Supaya nanti bisa dialokasikan secara lebih tepat,” tuturnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Reza Deni) (Sripoku.com/Hartati)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.