Rabu, 1 Oktober 2025

Diplomat Muda Tewas di Menteng

Ada Burnout, Kriminolog Sebut Kasus Kematian Arya Daru Pangayunan sebagai Anomali: Kemenlu Disorot

Menurut Lucky, jika ada indikasi burnout, maka instansi tempat Arya bekerja, yakni Kementerian Luar Negeri RI (Kemenlu) mendapat perhatian besar.

Dok. Pribadi Arya Daru
DIPLOMAT MUDA TEWAS - Arya Daru Pangayunan semasa hidup. Foto ini diunggah di media sosialnya pada 4 Februari 2024. Kriminolog Universitas Budi Luhur (UBL), Lucky Nurhadianto, memandang kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri RI (Kemenlu) Arya Daru Pangayunan sebagai anomali. 

"Jika memang misalnya dalam konteks burnout, stres, maka perhatian terbesar pada Kementerian Luar Negeri, maka tekanannya bagaimana mengelola sumber daya," papar Lucky, dikutip dari tayangan Apa Kabar Indonesia Pagi yang diunggah di kanal YouTube tvOneNews, Kamis (31/7/2025).

"Dan ini akan sangat merugikan juga tidak hanya di mata kita di dunia internasional, tapi dalam konteks nasional pun keberadaan-keberadaan diplomat ini kemudian menjadi pertanyaan lebih lanjut," tambahnya.

Burnout dan Compassion Fatigue

Penyelidikan kasus kematian Arya telah berlangsung selama tiga minggu.

Terkait kasus Arya, pemeriksaan psikologi forensik dilibatkan oleh Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya untuk mendukung proses penyelidikan.

Sebelumnya, psikolog forensik yang tergabung dalam Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (APSIFOR), Nathanael E. J. Sumampouw mengungkapkan, Arya mengalami dua jenis kelelahan psikologis.

Yakni, burnout atau kelelahan emosional dan compassion fatigue atau kelelahan karena kepedulian.

Sebab, tugas Arya sebagai diplomat yang menuntut tanggung jawab besar sebagai pelindung warga negara Indonesia (WNI) yang berada di luar negeri, terutama mereka yang terlibat krisis.

Hal ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar digelar di Aula Satya Harprabu, Gedung Ditreskrimum PMJ, Jakarta Selatan, Selasa (29/7/2025).

"Yang ketiga, kami pikir penting untuk memahami bahwa di masa-masa akhir kehidupannya sebagai diplomat, almarhum menjalankan tugas yang sangat mulia: melakukan perlindungan terhadap warga negara Indonesia," papar Nathanael.

"Almarhum adalah pekerja kemanusiaan. Beliau memikul berbagai tanggung jawab dalam menjalankan tugas profesional sekaligus peran-peran humanistik sebagai pelindung, pendengar, penyelamat bagi WNI yang terjebak dalam situasi krisis, demi memastikan bahwa negara hadir bagi WNI yang berada di luar negeri," jelasnya.

Tugas yang diemban Arya tersebut, memang menuntut empati dan kepekaan yang tinggi.

"Peran tersebut tentu menuntut empati yang tinggi, kepekaan emosional yang mendalam, ketahanan psikologis, dan sensitivitas sosial," kata Nathanael.

"Hal ini tentu dapat menimbulkan dampak seperti kelelahan emosional (burnout), kelelahan karena kepedulian (compassion fatigue), dan terus-menerus terpapar pengalaman-pengalaman penderitaan dan trauma. Dinamika psikologis tersebut kami temukan di masa akhir kehidupannya," ujarnya.

Penjelasan Kemenlu RI

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved