Jumat, 8 Agustus 2025

KPK Analisis Laporan ICW Terkait Dugaan Korupsi Penyelenggaraan Haji Tahun 2025

KPK menganalisis laporan ICW mengenai dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025. 

Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
KASUS HAJI 2025 - Juru bicara KPK Budi Prasetyo saat menyampaikan penjelasan dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025. /Foto: dok. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menganalisis laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025. 

Lembaga antirasuah tersebut mengapresiasi partisipasi masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi.

"KPK menyampaikan apresiasi kepada pihak-pihak yang menyampaikan aduan dugaan tindak pidana korupsi kepada KPK. Hal ini sebagai wujud konkret keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan korupsi," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya pada Selasa (5/8/2025).

Budi menjelaskan bahwa setiap laporan yang masuk akan melalui serangkaian proses verifikasi dan analisis untuk mendalami ada atau tidaknya unsur pidana korupsi serta memastikan apakah kasus tersebut menjadi kewenangan KPK.

"Rangkaian proses di pengaduan masyarakat merupakan informasi yang dikecualikan dan belum bisa disampaikan kepada publik. Update tindak lanjutnya hanya bisa disampaikan kepada pelapor sebagai bentuk akuntabilitas," tambahnya seraya menegaskan bahwa identitas pelapor akan dirahasiakan.

Apa laporan ICW?

Laporan ini disampaikan langsung oleh Koordinator ICW, Wana Alamsyah, di Gedung Merah Putih KPK. 

ICW melaporkan tiga orang dari lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) yang terdiri dari satu penyelenggara negara dan dua aparatur sipil negara (ASN).

Dalam laporannya, ICW memaparkan dua klaster dugaan korupsi. 

Pertama, adanya dugaan praktik monopoli dalam penyediaan layanan Masyair (layanan untuk jemaah selama di Arafah, Muzdalifah, dan Mina).

"Adanya dugaan pemilihan penyedia dua perusahaan yang dimiliki oleh satu orang yang sama, namanya sama, alamatnya sama," ungkap Alamsyah. 

Individu tersebut diduga menguasai 33 persen pasar jemaah haji, yang berpotensi melanggar UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli.

Kedua, dugaan korupsi terkait konsumsi jemaah haji yang merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah. 

ICW menemukan tiga modus dalam klaster ini:

1. Pengurangan Spesifikasi Makanan: Ditemukan ketidaksesuaian antara spesifikasi makanan dalam kontrak dengan yang diterima jemaah.

Misalnya, berat nasi, telur, dan sayur tidak sesuai standar yang ditetapkan. Akibatnya, ICW menaksir kerugian negara mencapai Rp255 miliar.

2. Pungutan Liar (Pungli): Seorang oknum ASN di Kemenag diduga melakukan pemerasan terhadap penyedia katering dengan meminta pungutan sebesar 0,8 riyal (sekitar Rp3.500) per porsi makan untuk setiap jemaah.

Dengan total anggaran konsumsi 40 riyal (sekitar Rp200.000) per hari untuk satu jemaah, pungli ini ditaksir menghasilkan keuntungan pribadi hingga Rp51 miliar.

Oknum tersebut diduga mengancam akan memutus kontrak jika permintaan tidak dipenuhi.

3. Gizi Tidak Sesuai Standar: Makanan yang diberikan kepada jemaah haji diduga hanya mengandung 1.715–1.765 kalori, di bawah standar kecukupan energi sebesar 2.100 kalori sesuai Peraturan Menteri Kesehatan.

ICW turut membawa sejumlah barang bukti, termasuk dokumen kontrak dan temuan tim pengawas haji DPR tertanggal 24 Juli 2025, untuk memperkuat laporannya.

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan