Ekspansi Militer Prabowo Dikritik Koalisi Sipil, Desak Batalkan 6 Komando Teritorial Baru
Koalisi masyarakat sipil mengkritik langkah Presiden Prabowo Subianto yang meresmikan 162 satuan baru dalam tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI).
TRIBUNNEWS.COM - Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari 20 organisasi non-pemerintahan mengkritik langkah Presiden Prabowo Subianto yang meresmikan 162 satuan baru dalam tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI), termasuk enam komando daerah militer (Kodam) baru.
Peresmian 162 satuan baru di lingkungan TNI dilakukan Presiden Prabowo dalam upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Pusdikpassus Batujajar, Bandung Barat, Jawa Barat pada Minggu (10/8/2025).
Koalisi masyarakat sipil terdiri dari:
- Imparsial
- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
- KontraS
- Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI)
- Amnesty International Indonesia
- Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
- Human Right Working Group (HRWG)
- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
- SETARA Institute
- Centra Initiative.
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang
- Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP)
- Public Virtue
- Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta
- Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), dan
- De Jure.
Presiden Prabowo telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 84 Tahun 2025 tentang Susunan Organisasi TNI yang menggantikan Perpres No 66/2019.
Selain satuan baru, sejumlah perwira tinggi juga dilantik untuk mengisi posisi jabatan di satuan baru tersebut. Untuk jabatan perwira tinggi di lingkungan TNI, bertambah sebanyak 49 jabatan.

Dalam pernyataan yang diterima dari Ketua PBHI, Julius Ibrani, koalisi sipil menilai menjelang satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto, relasi sipil-militer di Indonesia justru menunjukkan kemunduran.
Penguatan kelembagaan dan peran militer, disertai pembangunan infrastruktur militer yang memperluas pengaruhnya di ruang sipil.
Sementara ruang pengawasan sipil semakin menyempit, berpotensi memperburuk masalah impunitas di tubuh militer.
"Situasi ini tentu tidak berada dalam ruang yang kosong. Pengembangan organisasi militer itu seharusnya hanya menjadi kelanjutan dari bagaimana Pemerintah membangun orientasi pertahanan, kebijakan postur dan strategi pertahanannya dalam jangka pendek, menengah dan panjang," ungkap Julius, Senin (11/8/2025).
Pengembangan struktur dan organisasi ini, khususnya penambahan 6 komando teritorial baru, menunjukkan orientasi pertahanan masih mengacu pada dinamika di dalam negeri (inward looking).
Baca juga: Struktur TNI Diperluas: Pengamat Ingatkan Beban Anggaran dan Warisan Dwifungsi ABRI
Sebaliknya, keputusan ini belum memperlihatkan sebuah kebutuhan untuk mengurai dinamika dan perkembangan global (outward looking).
"Apalagi penambahan struktur Komando teritorial tidak sejalan dengan semangat reformasi TNI dan semangat dalam UU TNI. Penghapusan doktrin dwi fungsi ABRI seharusnya membuat struktur komando teritorial mengalami restrukturisasi atau dikurangi," lanjutnya.
Lulusan Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI) dengan spesialisasi di bidang Hukum Transnasional itu mengungkapkan, koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan menilai langkah politik Presiden Prabowo merupakan wujud nyata penguatan corak militer.
Alasan Pembentukan Satuan Baru
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen Wahyu Yudhayana menjelaskan, esensi utama pembentukan satuan-satuan baru untuk mengembangkan gelar kekuatan TNI AD hingga ke pelosok wilayah dan mendukung konsep pertahanan pulau-pulau besar.
Selain itu, pembentukan satuan memastikan respons yang lebih cepat dan efektif terhadap berbagai ancaman, baik militer maupun nonmiliter, seperti terorisme hingga bencana alam.
”Urgensi pembentukan kodam baru juga terletak pada pengembangan organisasi TNI AD yang diperlukan untuk mengatasi cakupan wilayah tugas yang luas, memberikan wewenang dan otoritas yang lebih besar dalam menjangkau wilayah, serta merespons isu-isu lokal secara optimal,” ujar Wahyu, dikutip dari Kompas.
Satuan Baru
Pada upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Pusdikpassus Batujajar, Bandung Barat, Jawa Barat, Satuan baru TNI tersebut terdiri atas:
- 6 komando daerah militer
- 14 komando daerah angkatan laut
- 3 komando daerah angkatan udara
- 1 komando operasi udara
- 6 grup komando pasukan khusus
- 20 brigade teritorial pembangunan
- 1 brigade infanteri marinir
- 1 resimen korps pasukan gerak cepat
- 100 batalyon teritorial pembangunan
- 5 batalyon infanteri marinir
- 5 batalyon komando korps pasukan gerak cepat.
3 Masalah yang Timbul
Koalisi masyarakat sipil menganalisis bahwa kebijakan Presiden Prabowo menimbulkan sejumlah masalah
- Tata kelola organisasi militer semakin bersifat pragmatis dan hanya berorientasi pada kepentingan elite militer
Penambahan struktur dan pengembangan organisasi dilakukan semata-mata untuk mengatasi penumpukan jumlah perwira menengah dan tinggi di tubuh TNI yang berlebih, tanpa mempertimbangkan implikasi dan dampaknya terhadap beban anggaran negara.
Kebijakan ini juga tidak dilandasi postur dan strategi pertahanan baru yang ideal serta berorientasi pada nilai-nilai demokrasi.
Selain itu, penambahan infrastruktur militer akan membutuhkan perekrutan personel baru yang justru berpotensi semakin memperburuk tata kelola sumber daya manusia di lingkungan militer.
- Kebijakan ini akan memicu pembengkakan anggaran pertahanan.
Pengembangan organisasi berimplikasi pada meningkatnya beban belanja di sektor pertahanan, sementara selama ini anggaran pertahanan sudah terbebani oleh belanja rutin dan operasional.
Akibatnya, pemenuhan kebutuhan prioritas seperti modernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista) dan peningkatan kesejahteraan prajurit menjadi semakin sulit.
- Kebijakan ini memperluas peran militer di ranah non-militer.
Pembentukan 100 batalyon teritorial, 20 brigade teritorial pembangunan, serta pengelolaan komponen cadangan akan melemahkan kapasitas institusi sipil dalam tata kelola pemerintahan negara, sekaligus menggerus profesionalisme militer dalam menjalankan tugas utamanya sebagai alat pertahanan negara.
Baca juga: DPR Ungkap Rencana TNI AD Rekrut 24 Ribu Prajurit Tamtama untuk 5 Kodam: Jawab Tantangan Masa Depan
Soroti Pemberian Pangkat Kehormatan untuk Chairawan

Lebih lanjut, koalisi sipil juga mengkritik pemberian penghargaan kenaikan pangkat kehormatan Letnan Jenderal kepada Mayjen TNI (Purn) Chairawan K. Nusyirwan.
"Padahal, Chairawan adalah mantan Komandan Grup IV Kopassus pada 1997–1998, yang namanya muncul dalam kesaksian sidang sebagai sosok yang diduga memerintahkan penculikan aktivis pro-demokrasi oleh Tim Mawar, meskipun ia tidak pernah diadili atas tuduhan tersebut," ungkap pernyataan koalisi sipil.
3 Poin Desakan
Oleh karena itu, koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan mendesak:
1. Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan ekspansi struktur komando teritorial yang tidak sejalan dengan semangat reformasi TNI dan UU TNI.
Pemerintah harus membatalkan penambahan enam komando teritorial baru dan restrukturisasi harus diarahkan pada pengurangan struktur yang menduplikasi organisasi pemerintah sipil. Kebijakan pertahanan harus berbasis pada Strategic Defence Review dan Buku Putih Pertahanan yang disusun secara transparan, partisipatif, dan berorientasi pada kepentingan pertahanan nasional jangka panjang, bukan kepentingan elite militer.
2. Pemerintah seharusnya memprioritaskan anggaran pertahanan untuk modernisasi alutsista dan kesejahteraan prajurit, bukan pembengkakan struktur birokrasi militer.
Koalisi mendesak agar seluruh kebijakan pengembangan organisasi militer dianalisis secara ketat dari segi efisiensi anggaran, dengan fokus pada peningkatan kapasitas pertahanan yang profesional dan responsif terhadap ancaman global, bukan pada penyerapan perwira berlebih atau pembentukan unit yang memperluas peran militer di ranah sipil.
3. Presiden Prabowo Subianto membatalkan pemberian penghargaan kepada individu yang diduga terlibat pelanggaran HAM berat.
Pemerintah harus memastikan bahwa setiap penganugerahan pangkat kehormatan dilakukan dengan memperhatikan rekam jejak integritas dan kepatuhan terhadap prinsip HAM.
"Pemberian pangkat kehormatan kepada Chairawan K. Nusyirwan bertentangan dengan komitmen negara terhadap penyelesaian kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi 1997–1998, serta berpotensi memperburuk impunitas di tubuh militer," pungkas pernyataan itu.
(Tribunnews.com/Gilang P, Gita I)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.