Kamis, 14 Agustus 2025

Dugaan Korupsi Kuota Haji

Aktivitas di Kantor Maktour Group Berjalan Normal Usai Fuad Hasan Dicegah KPK ke Luar Negeri

Petugas keamanan itu mengaku tidak kaget mendengar kabar Fuad Hasan terjerat kasus dugaan korupsi tersebut.

Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
MAKTOUR GROUP - Situasi di kantor Maktour Umroh & Haji milik Fuad Hasan Masyhur, di Jakarta Timur, Selasa (12/8/2025). KPK mencegah pemilik Maktour Group Fuad Hasan Masyhur bepergian ke luar negeri usai diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan kuota haji di Kementerian Agama untuk periode 2023-2024. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah pemilik Maktour Group, Fuad Hasan Masyhur (FHM), bepergian ke luar negeri. 

Fuad Hasan Masyhur adalah pengusaha dan pendiri biro perjalanan haji dan umrah mewah PT Maktour, yang kini terseret dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan kuota haji tahun 2024.

Baca juga: Dicegah KPK ke Luar Negeri, Pegawai Sebut Bos Maktour Fuad Hasan Masyhur Sedang Berlibur di Bali

Pencegahan ini terkait pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) untuk periode 2023–2024.

Sementara itu, aktivitas kerja di kantor Maktour Group berjalan normal setelah kabar Fuad Hasan terbelit kasus dugaan korupsi haji itu beredar, pada Selasa (12/8/2025).

Maktour Group adalah sebuah kelompok usaha yang dikenal luas sebagai penyelenggara perjalanan haji dan umrah premium di Indonesia. Didirikan oleh Fuad Hasan Masyhur pada tahun 1980, Maktour telah berkembang menjadi salah satu biro travel ibadah paling bergengsi dan terpercaya di tanah air.

Pantauan Tribunnews.com sekitar pukul 13.45 WIB di Wisma Maktour, Jalan Otista Raya Nomor 80, RT.2, RW.5, Kelurahan Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, ada dua petugas keamanan yang berjaga di pos.

Kedua petugas itu mengenakan safari warna senada, yakni biru dongker. 

Satu dari dua petugas keamanan itu mengaku tidak kaget mendengar kabar Fuad Hasan terjerat kasus dugaan korupsi tersebut.

Ia tak menjelaskan lebih lanjut alasannya. Adapun dia meminta agar hal tersebut tidak dibahas lebih lanjut.

"Oh ya enggak kaget. Enggak kaget. Tapi enggak usah, enggak usah dibahas itu, jangan dibahas," kata seorang petugas keamanan itu, kepada Tribunnews.com di lokasi, Selasa siang.

Selanjutnya, dinding gedung Wisma Maktour didominasi warna putih. Lobi bangunan lima lantai tersebut tampak mewah lantaran pintu masuknya besar dan bagian dalamnya yang didesain mewah.

Seketika memasuki lobi gedung, terdapat tangga besar yang menghubungkan lantai dasar dengan lantai dua.

Tangga tersebut tampak mewah karena dibalut marmer bermotif pada bagian lantai hingga pegangannya.

Seorang pramukantor pria yang berada di meja receptionist enggan menanggapi kasus yang melibatkan Fuad Hasan.

Ia hanya menyampaikan, hampir setiap hari Fuad Hasan datang untuk berkantor di Wisma Maktour.

Ruang kerja pemilik Maktour Group itu, katanya, berada di lantai dua gedung.

"Ada lima lantai. Ruang pimpinan di lantai dua," ucap pria itu.

Kemudian, tak jauh dari meja receptionist, terdapat sekat yang memisahkan antara lobi gedung dengan ruang kerja Maktour Umroh & Haji.

Ruang kerja yang menyatu dengan lobi itu tampak dicat warna hitam pada dindingnya dan berlantai marmer.

Seorang karyawati Maktour Umroh & Haji mengaku belum mengetahui kasus dugaan korupsi yang melibatkan pemilik Maktour Group.

"Belum tahu ya kalau itu," tutur karyawati berhijab tersebut.

Baca juga: Sosok Fuad Hasan Masyhur, Bos Maktour yang Dicegah KPK ke Luar Negeri

KPK Cegah Fuad Hasan ke Luar Negeri

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah pemilik Maktour Group, Fuad Hasan Masyhur (FHM), bepergian ke luar negeri. 

Pencegahan ini terkait pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) untuk periode 2023–2024.

Pencegahan ke luar negeri oleh KPK adalah tindakan hukum berupa larangan sementara bagi seseorang untuk bepergian ke luar wilayah Indonesia, yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka penyidikan kasus korupsi.

Tujuannya adalah agar pihak yang dicegah tetap berada di dalam negeri untuk memudahkan proses pemeriksaan dan pengumpulan bukti.

Fuad Hasan Masyhur, yang dikenal sebagai pengusaha travel haji dan umrah ternama, dicegah bersama mantan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), dan mantan staf khususnya, Ishfah Abidal Aziz (IAA). 

Surat Keputusan pencegahan untuk ketiganya diterbitkan KPK pada Senin, 11 Agustus 2025, dan berlaku selama enam bulan ke depan.

"Tindakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dilakukan oleh KPK karena keberadaan yang bersangkutan di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Selasa (12/8/2025).

Dugaan keterlibatan pihak swasta seperti Fuad sejalan dengan pernyataan KPK sebelumnya. 

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pihak yang diuntungkan dari korupsi ini adalah pejabat Kemenag dan perusahaan travel.

"Yang dimaksudkan dengan pihak yang memperkaya orang lain atau korporasi adalah perusahaan travel yang bergerak di bidang penyelenggaraan haji," kata Asep. 

"Perusahaan-perusahaan travel, di mana mereka yang seharusnya tidak menerima kuota tersebut," imbuhnya.

Penyidikan kasus ini berpusat pada dugaan penyelewengan alokasi kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah dari Arab Saudi untuk periode 2023–2024. 

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, kuota tambahan seharusnya dibagi dengan proporsi 92 persen (18.400) untuk haji reguler dan 8% (1.600) untuk haji khusus.

Namun, KPK menduga terjadi perbuatan melawan hukum di mana kuota tersebut dibagi rata menjadi 50:50, yakni masing-masing 10.000 untuk haji reguler dan haji khusus. 

Kebijakan yang menguntungkan penyelenggara haji khusus inilah yang ditaksir telah merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp1 triliun.

KPK akan menjerat para pihak yang terlibat dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyasar perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain serta penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara.

 

 

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan