Selasa, 19 Agustus 2025

Disorot Eks Menteri KKP Susi Pudjiastuti, Ini Dampak Ekspor Terumbu Karang Ilegal terhadap Ekosistem

Eks Menteri Kelautan dan Perikanan RI (KKP) Susi Pudjiastuti menyoroti aktivitas ekspor terumbu karang yang diduga masih dilakukan Indonesia.

(Pexels.com/Photo by Francesco Ungaro)
ILUSTRASI TERUMBU KARANG - Laut Indonesia tak sekadar sumber daya alam saja, tapi juga sumber kehidupan. Terumbu karang menjadi salah satu ekosistem laut paling berharga yang dimiliki alam Indonesia. Menteri Kelautan dan Perikanan RI (KKP) Susi Pudjiastuti menyoroti aktivitas ekspor terumbu karang ilegal yang diduga masih dilakukan Indonesia. 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (KKP) Susi Pudjiastuti menyoroti aktivitas ekspor terumbu karang ilegal yang diduga masih dilakukan Indonesia.

Susi Pudjiastuti menjabat sebagai Menteri KKP RI di Kabinet Kerja era Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) - Wakil Presiden RI ke-12 Jusuf Kalla pada periode 27 Oktober 2014 – 20 Oktober 2019.

Ia dikenal sebagai pengusaha sekaligus sosok yang aktif menyuarakan isu-isu lingkungan, terutama yang terkait dengan kelautan dan keberlanjutan, termasuk konservasi laut dan pesisir (menolak aktivitas tambak udang yang merusak mangrove, tambang nikel yang merusak di Raja Ampat, dan pemasangan keramba jaring apung di Pantai Timur Pangandaran).

Kali ini, wanita kelahiran Pangandaran, Jawa Barat 15 Januari 1965 tersebut menyayangkan adanya aktivitas ekspor terumbu karang yang diduga masih berlangsung.

Melalui unggahan di akun @susipudjiastuti di media sosial X (dulu Twitter) pada Kamis (15/8/2025), Susi me-repost cuitan pendiri Belantara Foundation (lembaga swadaya masyarakat dalam bidang restorasi dan perlindungan lanskap hutan), Aida Greenbury, yang mengomentari artikel media online berjudul Diam-Diam Ekspor Karang Ilegal, RI Ditangkap Eropa.

Dalam cuitannya, Aida terkejut dengan informasi bahwa Indonesia masih dengan ilegal mengekspor terumbu karang yang terancam punah, setelah sebelumnya mengekspor pasir laut.

Aida, yang juga putri ahli manajemen kehutanan di Indonesia mendiang Prof. Achmad Sumitro ini, menggarisbawahi bahwa kerusakan terumbu karang akan menghancurkan kehidupan laut, mengganggu rantai makanan, berdampak pada nelayan, dan akhirnya akan merusak garis pantai.

"Indonesia is illegally exporting threatened corals? First, it was sand; now, it's corals?
Coral destruction will destroy marine life, disrupt food chains, impact fishermen and it will destroy our coastlines," tulis Aida di akunnya, @AidaGreenbury, Kamis (15/8/2025).

Cuitan Aida ini pun diberi tanggapan oleh Susi, yang menyayangkan ekspor terumbu karang tersebut.

Sebab, pada 2015-2019, saat dirinya masih menjabat sebagai Menteri KKP RI, kegiatan ekspor terumbu karang, terutama karang hias, dilarang.

Namun, keran ekspor terumbu karang tersebut kembali dibuka pada 2019.

Baca juga: Cek Fakta Prabowo Klaim Pengangguran di Indonesia Turun, Masih Tertinggi di ASEAN

"2015 until 2019 was Ban to export Coral. But after 2019 were allowed again. Sadly we are the only country export their coral reef and other life reef fish [crying emoji]" tulis Susi Pudjiastuti, menanggapi cuitan Aida Greenbury.

Terjemahan:

2015 sampai 2019 eskpor karang dilarang. Tapi setelah 2019 diperbolehkan lagi. Sedihnya, kita adalah satu-satunya negara yang mengekspor terumbu karang dan ikan karang hidup lainnya [emoji menangis].

Dampak Kegiatan Ekspor Terumbu Karang terhadap Lingkungan Laut

Ekspor terumbu karang merujuk pada aktivitas perdagangan internasional karang hidup atau karang hias (ornamental corals) yang biasanya digunakan untuk akuarium laut, dekorasi, atau keperluan koleksi.

Terumbu karang biasanya diambil langsung dari alam (wild-harvested) atau dibudidayakan (aquacultured/maricultured). 

Akan tetapi, pengambilan dari alam sering kali merusak ekosistem karena menggunakan metode seperti pemecahan karang secara mekanis atau bahan kimia yang merusak lingkungan, seperti sianida.  

Sehingga, ekspor terumbu karang menjadi isu kontroversial karena dampaknya terhadap ekosistem laut, termasuk kerusakan habitat, penurunan populasi biota laut, dan ancaman terhadap keberlanjutan lingkungan.

Terumbu karang adalah organisme laut yang membentuk ekosistem penting di perairan tropis, termasuk di Indonesia, yang merupakan bagian dari Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) dengan luas wilayah mencakup lebih dari 6.500.000 kilometer persegi, pusat keanekaragaman hayati laut dunia.

Menurut WWF, Segitiga Terumbu Karang menjadi rumah bagi 76 [ersen spesies terumbu karang dunia, memiliki 15 spesies karang endemik regional (spesies yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia), dan berbagi 41 spesies endemik regional dengan Asia, dikutip dari laman biorock-indonesia.com.

Tidak hanya itu, di kawasan Segitiga Terumbu Karang juga terdapat episentrum/pusat keanekaragaman terumbu karang yaitu di Semenanjung Doberai/Bird’s Head Peninsula di Papua.

Kekayaan ini menyimpan 2.228 spesies ikan terumbu karang dari total 6.000 spesies ikan terumbu karang dunia. 

ILUSTRASI TERUMBU KARANG -  Laut Indonesia tak sekadar sumber daya alam saja, tapi juga sumber kehidupan. Terumbu karang menjadi salah satu ekosistem laut paling berharga yang dimiliki alam Indonesia.
ILUSTRASI TERUMBU KARANG - Laut Indonesia tak sekadar sumber daya alam saja, tapi juga sumber kehidupan. Terumbu karang menjadi salah satu ekosistem laut paling berharga yang dimiliki alam Indonesia. ((Pexels.com/Photo by Francesco Ungaro))

Indonesia sendiri dikenal sebagai salah satu negara pengekspor terumbu karang hias dan ikan karang terbesar di dunia, sebagaimana dikutip dari jurnal New Threat to Coral Reefs: Trade in Coral Organisms
yang ditulis oleh Andrew W. Bruckner dan terbit di laman issues.org.

Namun, perdagangan terumbu karang, ditambah praktik merusak seperti penangkapan ikan berlebih atau dengan penggunaan bom dan sianida, berdampak buruk pada ekosistem laut.

Yakni, tinggal 5 hingga 7 persen terumbu karang Indonesia yang memiliki tutupan karang yang sangat baik pada 1996. 

Ekspor terumbu karang, apalagi yang diambil dari alam secara langsung atau wild-harvested justru berpotensi over exploitation (eksploitasi berlebih) dan menimbulkan kerusakan.

Sementara itu, budidaya karang untuk kebutuhan ekspor, meskipun lebih berkelanjutan, memerlukan teknologi dan investasi yang cukup besar.

Dikutip dari jurnal Threats to Coral Reefs, perdagangan koral atau terumbu karang hias, terutama yang dilakukan secara ilegal dan tidak berkelanjutan, merupakan salah satu ancaman besar terhadap keberlangsungan hidup ekosistem laut yang dibangun oleh hewan-hewan kecil bernama polip karang, yang menghasilkan struktur kalsium karbonat ini.

Ancaman lainnya meliputi kerusakan yang timbul akibat aktivitas manusia, seperti pembangunan pesisir pantai, pengerukan, penggalian, praktik dan peralatan penangkapan ikan yang merusak, jangkar dan kandasnya kapal, serta penyalahgunaan rekreasi (menyentuh atau menghilangkan karang).

Lalu, polusi yang berasal dari daratan, seperti sedimentasi, zat-zat beracun, nutrien berupa nitrogen dan fosfor dari aktivitas pertanian dan peternakan, patogen atau bakteri penyakit dari kontaminasi kotoran manusia atau ternak, hingga ancaman polusi sampah dan mikroplastik.

Penangkapan ikan secara berlebih juga bisa merusak terumbu karang.

Secara garis besar, kegiatan perdagangan terumbu karang yang mencakup ekspor-impor juga, baik untuk akuarium, perhiasan, atau tujuan lainnya, memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan.

Di antaranya, kerusakan ekosistem terumbu karang, hilangnya keanekaragaman hayati, penurunan populasi ikan sehingga mengancam mata pencaharian nelayan, dan erosi pantai.

Selain itu, perdagangan ilegal dan penangkapan yang tidak berkelanjutan dapat mempercepat kerusakan terumbu karang.

(Tribunnews.com/Rizki A.)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan