Ketua MPR Sebut Amendemen UUD 1945 Bukan Solusi Instan untuk Setiap Masalah
Ahmad Muzani menegaskan, amendemen UUD 1945 bukan jalan pintas untuk menyelesaikan persoalan bangsa.
Penulis:
Fersianus Waku
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI, Ahmad Muzani menegaskan, amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bukan jalan pintas untuk menyelesaikan persoalan bangsa.
Menurut Muzani, setiap usulan perubahan konstitusi harus melalui proses panjang, melibatkan partisipasi masyarakat.
"Amendemen bukanlah solusi instan untuk setiap masalah," kata Muzani dalam pidatonya pada Peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 MPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/8/2025) malam.
Amandemen UUD 1945 adalah proses perubahan atau penyempurnaan terhadap naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang merupakan konstitusi tertinggi Indonesia.
Amandemen dilakukan untuk menyesuaikan UUD 1945 dengan perkembangan zaman, kebutuhan negara, dan dinamika sosial-politik, tanpa mengubah inti dasar negara, yaitu Pancasila dan bentuk negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Secara mendasar, amandemen bertujuan untuk memperbaiki, menambah, atau mengurangi pasal-pasal dalam UUD agar tetap relevan sebagai landasan hukum tertinggi dalam penyelenggaraan negara.
Dalam sejarah Republik Indonesia, total telah melakukan empat kali amandemen, yakni Amandemen Pertama (1999), Amandemen Kedua (2000), Amandemen Ketiga (2001), dan Amandemen Keempat (2002).
Muzani menekankan, proses amendemen tidak boleh dijalankan secara terburu-buru.
Masyarakat, kata dia, perlu mengetahui alasan di balik setiap usulan perubahan serta dilibatkan secara aktif dalam pembahasan.
"Ia juga harus partisipatif. Seluruh elemen bangsa, dari akademisi, tokoh masyarakat hingga rakyat bisa terlibat dalam proses amandemen tersebut. Ia juga berdasarkan konsensus yang luas," ujar Muzani.
Muzani menambahkan, perubahan UUD 1945 tidak boleh dilandasi oleh kepentingan kelompok tertentu, melainkan harus mencerminkan kesepakatan bersama seluruh komponen bangsa.
Baca juga: Bambang Soesatyo Usulkan Amandemen Kelima UUD 1945, Dorong Reformasi Etika dan Sistem Kekuasaan
"Harus mencerminkan kesepakatan dari semua elemen bangsa," ungkapnya.
Tentang Amandemen UUD 1945
Berasal dari kata Latin "emendare" (memperbaiki), amandemen adalah perubahan formal terhadap konstitusi melalui prosedur resmi yang diatur dalam UUD itu sendiri (Pasal 37).
Ini berbeda dengan revisi total (mengganti konstitusi) karena hanya mengubah sebagian pasal tanpa mengganti kerangka dasar negara.
Tujuan amandemen menyesuaikan dengan Kebutuhan zaman: Untuk memastikan konstitusi tetap relevan dalam menghadapi tantangan baru, seperti globalisasi, demokrasi, atau kebutuhan pembangunan nasional.
Kemudian memperbaiki kelemahan: mengatasi ketentuan yang dianggap kurang jelas, ketinggalan, atau tidak mendukung tata kelola negara yang baik.
Lalu memperkuat demokrasi dan hukum: contohnya, amandemen 1999-2002 memperkuat demokrasi dengan memperjelas pemisahan kekuasaan, memperkenalkan pemilu langsung, dan membentuk lembaga seperti Mahkamah Konstitusi.
Prinsip Dasar: Amandemen tidak boleh mengubah identitas inti UUD 1945, seperti Pancasila sebagai dasar negara, bentuk NKRI, dan supremasi konstitusi.
Perubahan hanya boleh dilakukan dengan prosedur ketat, melibatkan MPR, DPR, dan persetujuan mayoritas, serta mempertimbangkan aspirasi rakyat.
Prosedur Amandemen (Berdasarkan Pasal 37 UUD 1945)
Usulan: Diajukan oleh minimal 1/3 anggota MPR.
Persetujuan: Harus disetujui oleh minimal 2/3 anggota MPR yang hadir dalam sidang.
Partisipasi Publik: Meskipun tidak diatur eksplisit, amandemen modern menekankan keterlibatan masyarakat melalui konsultasi publik, seperti yang ditekankan Ahmad Muzani dalam diskusi terkini.
Batasan: Tidak boleh mengubah Pembukaan UUD 1945 dan bentuk negara kesatuan.
Dalam diskusi terbaru (Agustus 2025), amandemen UUD 1945 diusulkan untuk mendukung Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), yang bertujuan memberikan arah pembangunan jangka panjang.
Ahmad Muzani menegaskan bahwa amandemen bukanlah jalan pintas, tetapi harus melalui proses panjang, transparan, dan melibatkan partisipasi masyarakat luas.
Hal ini mencerminkan kehati-hatian agar perubahan konstitusi tidak memicu polarisasi atau menguntungkan kelompok tertentu, melainkan untuk kepentingan nasional.
Contoh Amandemen Historis, empat kali amandemen (1999-2002) mengubah banyak aspek, seperti:
Amandemen Pertama (1999): Memperkuat kedaulatan rakyat dan membatasi masa jabatan presiden.
Amandemen Kedua (2000): Menambahkan pasal tentang otonomi daerah dan hak asasi manusia.
Amandemen Ketiga (2001): Memperkenalkan pemilu langsung presiden dan pembentukan DPD.
Amandemen Keempat (2002): Membentuk Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.
Signifikansi Mendasar
Amandemen UUD 1945 bukan sekadar perubahan teks, tetapi cerminan dinamika bangsa untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas konstitusi dan fleksibilitas menghadapi perubahan zaman.
Prosesnya harus mencerminkan konsensus nasional, sebagaimana ditekankan Muzani, agar konstitusi tetap menjadi "konstitusi hidup" yang relevan dan mampu menyatukan bangsa.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.