Jumat, 22 Agustus 2025

Mantan Hakim PTUN Teguh Setia Bhakti Gugat Aturan Rumah Subsidi ke MA

Mantan Hakim PTUN Jakarta, Teguh Setia Bhakti, mengajukan permohonan hak uji materiil (HUM) atau judicial review tentang aturan rumah subsidi.

HO
UJI MATERIIL - Eks Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Teguh Setia Bhakti, mengajukan permohonan hak uji materiil (HUM) atau judicial review terhadap Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Nomor 5 Tahun 2025. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Mantan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Teguh Setia Bhakti, mengajukan permohonan hak uji materiil (HUM) atau judicial review terhadap Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Nomor 5 Tahun 2025. 

Judicial review adalah proses pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan. 

Pengajuan gugatan ini dilayangkan ke Mahkamah Agung (MA) pada Selasa, 19 Agustus 2025.

Teguh, yang kini berprofesi sebagai advokat, menjadi kuasa hukum bagi delapan warga negara Indonesia yang merasa haknya dirugikan oleh peraturan tersebut. 

Pokok gugatan adalah lampiran dalam Permen PKP yang mengatur besaran penghasilan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebagai syarat untuk memperoleh rumah subsidi.

Menurut Teguh, penetapan batas penghasilan MBR dalam peraturan menteri tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 

Ia menilai perhitungan batas penghasilan MBR yang ditetapkan sangat berbeda jauh dengan upah minimum regional (UMR) yang berlaku.

"Hal ini berdampak pada hilangnya hak-hak MBR dalam memperoleh rumah subsidi dari pemerintah," ujar Teguh dalam keterangannya, Rabu (20/8/2025).

Selain masalah substansi, Teguh juga menyoroti proses penyusunan peraturan yang dinilainya cacat formil. 

"Secara formil, lampiran Permen PKP No. 5/2025 tidak transparan, tidak akuntabel, dan tidak aspiratif. Menteri PKP mengabaikan kaidah meaningful participation (partisipasi yang bermakna) dalam membuat peraturan menteri," katanya.

Rekam Jejak Teguh Setia Bhakti

Baca juga: Kemnaker, Kementerian PKP, dan BPS Bersinergi Bangun 50 Ribu Rumah Subsidi untuk Pekerja

Teguh Setia Bhakti bukanlah nama baru di dunia hukum dan politik. 

Sebelum menjadi advokat, ia memiliki rekam jejak sebagai hakim yang pernah menangani sejumlah perkara besar yang menarik perhatian publik.

Saat bertugas di PTUN Jakarta, Teguh pernah memimpin majelis hakim yang membatalkan surat keputusan (SK) Menkumham tentang kepengurusan PPP kubu Romahurmuziy pada tahun 2015, dalam sengketa melawan kubu Djan Faridz.

Selain itu, ia juga dikenal pernah membatalkan SK Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menunjuk Patrialis Akbar sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Setelah pensiun sebagai hakim, Teguh terjun ke dunia politik dengan maju sebagai Calon Legislatif DPR RI dari Partai Hanura untuk Dapil II NTB (Pulau Lombok) pada Pemilu 2024.

Proses di Mahkamah Agung

Tim kuasa hukum dari Teguh Setia Bhakti Law Firm, yang diwakili oleh Andi Muhammad Reza, menyatakan bahwa permohonan uji materiil telah diterima oleh kepaniteraan Mahkamah Agung.

"Kami sudah diterima di lantai 4 Gedung Mahkamah Agung. Dan kami merupakan yang pertama mengajukan hak uji materiil secara online," kata Andi.

Tahapan selanjutnya adalah pemeriksaan kelengkapan data oleh panitera MA. 

Setelah itu, akan dilakukan penunjukan majelis hakim yang akan memeriksa dan memutus permohonan uji materiil ini. 

Nasib aturan syarat kepemilikan rumah subsidi bagi jutaan masyarakat kini berada di tangan para hakim agung.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan