Jumat, 5 September 2025

RUU Perampasan Aset

Legislator Demokrat Benny Harman Sebut UU Perampasan Aset Bukan Solusi Tunggal Pemberantasan Korupsi

Menurut Benny, keberadaan undang-undang tersebut hanya berfungsi sebagai pelengkap dari regulasi yang sudah ada.

Tribunnews.com/Chaerul Umam
RUU PERAMPASAN ASET - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman. Benny K Harman mengatakan, Undang-Undang Perampasan Aset bukan satu-satunya solusi pemberantasan korupsi di Indonesia. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman mengatakan, Undang-Undang Perampasan Aset bukan satu-satunya solusi pemberantasan korupsi di Indonesia.

RUU Perampasan Aset adalah rancangan undang-undang yang mengatur mekanisme negara untuk merampas aset milik seseorang yang diduga berasal dari tindak pidana, tanpa harus menunggu pelaku dijatuhi hukuman pidana terlebih dahulu.

Baca juga: Demokrat Usul Presiden Prabowo Terbitkan Perppu Perampasan Aset

Tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan kerugian negara (recovery asset) dan memberantas korupsi serta kejahatan ekonomi yang semakin kompleks.

"Jangan juga menganggap merasa, dengan adanya UU ini masalah korupsi (beres), ndak juga. Tanpa itu juga apakah bisa? Bisa," kata Benny di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/9/2025).

Baca juga: Buruh Sampaikan Tuntutan RUU Perampasan Aset ke Prabowo di Istana, Begini Jawaban Presiden

Menurut Benny, keberadaan undang-undang tersebut hanya berfungsi sebagai pelengkap dari regulasi yang sudah ada.

"Ya kan, jadi jangan menganggap itu Solah-olah solusi, itu bukan solusi. Itu hanya untuk melengkapi agenda pemberantasan korupsi," ujar legislator yang mewakili Daerah Pemilihan (Dapil) Nusa Tenggara Timur I (NTT I) itu.

Ia menjelaskan, penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi saat ini telah memiliki landasan hukum yang kuat melalui Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Jadi, politik hukum kita tentang pemberantasan korupsi Itu jelas, ada di Undang-Undang Tipikor ya kan. Itu politik hukumnya. Bagaimana hownya, itu ada di Undang-Undang KPK, ada di KUHAP," ucap Benny.

Oleh karena itu, Benny mengingatkan agar publik tidak melihat RUU Perampasan Aset sebagai satu-satunya kunci untuk mengatasi korupsi di Tanah Air.

"Jadi, sebetulnya, jangan juga kita merasa seolah-olah UU Perampasan Aset itu jadi lampu aladin, ndak. Itu hanya salah satu saja," ungkapnya.

Di sisi lain, kata dia, Fraksi Partai Demokrat telah sejak lama mendorong agar RUU ini segera masuk dalam pembahasan prioritas, termasuk saat pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Dukungan itu, kata dia, kembali ditegaskan pada masa Pemerintahan Presiden Prabowo.

Namun, Benny menyebut pembahasan RUU Perampasan Aset masih tersendat lantaran belum adanya dukungan penuh dari fraksi-fraksi lain di DPR. 

Baca juga: Ibas Ungkap DPR RI Tunggu Urgensi Pemerintah dalam Membahas RUU Perampasan Aset

Ia pun mengusulkan Presiden Prabowo mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tentang Perampasan Aset.

Desakan agar DPR segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset semakin menguat. 

Pada akhir Agustus 2025, ratusan mahasiswa menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta. 

Salah satu tuntutan mereka adalah percepatan pengesahan RUU ini sebagai upaya pemberantasan korupsi.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan RUU Perampasan Aset bakal dibahas setelah RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) rampung dibahas.

“Pembahasan RUU Perampasan Aset dilakukan setelah pembahasan RUU KUHAP selesai,” ujar Dasco di Senayan, Jakarta, Selasa (24/6/2025).

Dikutip dari laman DPR, Ketua Harian DPP Gerindra itu mengatakan hal ini penting karena materi tentang perampasan aset tidak hanya diatur dalam satu peraturan perundang-undangan saja.

Tetapi, tersebar di berbagai regulasi seperti Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hingga KUHAP.

Sehingga, Dasco mengatakan pendekatan yang diambil DPR adalah menyelesaikan terlebih dahulu RUU yang berkaitan.

Hal ini supaya pengaturan dalam RUU Perampasan Aset dapat dikompilasi secara menyeluruh.

“Bagaimana kemudian satu undang-undang yang punya persoalan yang sama soal aset itu bisa dikompilasi dan kemudian bisa berjalan dengan baik,” ujarnya.

RUU Perampasan Aset telah menjadi sorotan publik sejak awal wacana pembahasannya.

Hal yang menimbulkan perdebatan adalah mekanisme perampasan aset tanpa menunggu adanya putusan pidana (non-conviction based asset forfeiture).

Mekanisme ini dinilai berpotensi melanggar asas praduga tak bersalah dan hak atas kepemilikan.

Di sisi lain, RUU Perampasan Aset dinilai sangat dibutuhkan untuk mempercepat pengembalian kerugian negara dari tindak pidana korupsi dan pencucian uang.

Terlebih, pelaku kerap kali kabur atau meninggal dunia sebelum kasus diputus pengadilan.

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan