Senin, 15 September 2025

Kesetaraan Gender Masih Terpinggirkan dalam Praktik ESG Perusahaan

Isu kesetaraan gender belum sepenuhnya menjadi perhatian utama dalam penerapan prinsip ESG di dunia korporasi.

Editor: Dodi Esvandi
HANDOUT
Wita Krisanti, Executive Director of the Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) saat berbicara di Katadata Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) 2025 di Jakarta, Kamis (11/09/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Isu kesetaraan gender belum sepenuhnya menjadi perhatian utama dalam penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) di dunia korporasi. 

Padahal, integrasi gender dianggap sebagai elemen penting dalam membangun tata kelola perusahaan yang berkelanjutan.

Hal ini disampaikan oleh Wita Krisanti, Direktur Eksekutif Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), dalam forum Katadata Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) 2025 yang digelar di Jakarta, Kamis (11/9/2025). 

Menurutnya, meskipun laporan keberlanjutan yang mencantumkan isu gender meningkat pada 2024, banyak di antaranya masih bersifat simbolis.

“Sekadar mencantumkan itu mudah. Komitmen memang sudah tinggi, tapi implementasinya masih jadi keprihatinan kami,” ujar Wita. “Komitmen itu satu hal, pelaksanaan nyata jauh lebih penting.”

Sektor energi menjadi sorotan khusus. Data 2023 menunjukkan partisipasi perempuan di industri ini hanya 9 persen. 

Wita menilai rendahnya angka tersebut tak lepas dari norma sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pencari nafkah utama, sementara perempuan dianggap sebagai pendamping atau pengasuh. 

Stereotip ini terbawa ke dunia kerja, memengaruhi kebijakan pajak, asuransi, hingga persepsi terhadap gaya kepemimpinan.

Baca juga: Kesetaraan Gender dalam ESG: Pilar Sosial yang Berdampak Nyata

“Pemimpin laki-laki yang tegas dianggap kuat, tapi kalau perempuan tegas, sering kali disebut galak. Ini masih jadi hambatan besar,” jelasnya.

Meski tantangannya besar, sejumlah perusahaan mulai menunjukkan praktik baik. 

Di sektor pertambangan, misalnya, perempuan sudah dipercaya mengoperasikan kendaraan berat, dan hasilnya berdampak positif pada efisiensi perawatan. 

Beberapa perusahaan juga telah menyediakan fasilitas penitipan anak di lokasi kerja, serta mendukung pekerja perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Namun, Wita menyoroti lemahnya sistem pengukuran. Banyak inisiatif dilakukan tanpa mekanisme evaluasi yang jelas. 

“Tanpa monitoring, kita tidak tahu apa yang perlu diperbaiki,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa kesetaraan gender bukan hanya urusan perempuan, melainkan tanggung jawab bersama. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan