Kesetaraan Gender Masih Terpinggirkan dalam Praktik ESG Perusahaan
Isu kesetaraan gender belum sepenuhnya menjadi perhatian utama dalam penerapan prinsip ESG di dunia korporasi.
Editor:
Dodi Esvandi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Isu kesetaraan gender belum sepenuhnya menjadi perhatian utama dalam penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) di dunia korporasi.
Padahal, integrasi gender dianggap sebagai elemen penting dalam membangun tata kelola perusahaan yang berkelanjutan.
Hal ini disampaikan oleh Wita Krisanti, Direktur Eksekutif Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), dalam forum Katadata Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) 2025 yang digelar di Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Menurutnya, meskipun laporan keberlanjutan yang mencantumkan isu gender meningkat pada 2024, banyak di antaranya masih bersifat simbolis.
“Sekadar mencantumkan itu mudah. Komitmen memang sudah tinggi, tapi implementasinya masih jadi keprihatinan kami,” ujar Wita. “Komitmen itu satu hal, pelaksanaan nyata jauh lebih penting.”
Sektor energi menjadi sorotan khusus. Data 2023 menunjukkan partisipasi perempuan di industri ini hanya 9 persen.
Wita menilai rendahnya angka tersebut tak lepas dari norma sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pencari nafkah utama, sementara perempuan dianggap sebagai pendamping atau pengasuh.
Stereotip ini terbawa ke dunia kerja, memengaruhi kebijakan pajak, asuransi, hingga persepsi terhadap gaya kepemimpinan.
Baca juga: Kesetaraan Gender dalam ESG: Pilar Sosial yang Berdampak Nyata
“Pemimpin laki-laki yang tegas dianggap kuat, tapi kalau perempuan tegas, sering kali disebut galak. Ini masih jadi hambatan besar,” jelasnya.
Meski tantangannya besar, sejumlah perusahaan mulai menunjukkan praktik baik.
Di sektor pertambangan, misalnya, perempuan sudah dipercaya mengoperasikan kendaraan berat, dan hasilnya berdampak positif pada efisiensi perawatan.
Beberapa perusahaan juga telah menyediakan fasilitas penitipan anak di lokasi kerja, serta mendukung pekerja perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Namun, Wita menyoroti lemahnya sistem pengukuran. Banyak inisiatif dilakukan tanpa mekanisme evaluasi yang jelas.
“Tanpa monitoring, kita tidak tahu apa yang perlu diperbaiki,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kesetaraan gender bukan hanya urusan perempuan, melainkan tanggung jawab bersama.
Hari Perempuan Internasional, Menag Ingatkan Masih Banyak Penafsiran Agama yang Bias Gender |
![]() |
---|
Kesetaraan Gender Lindungi Perempuan Dari Kekerasan, Keluarga Pun Terjaga |
![]() |
---|
Pilot Wanita Termuda Indonesia Patricia Yora Bicara Kesetaraan Gender di Learning Fest |
![]() |
---|
Dorong Isu Kesetaraan Gender, Peran Aktif Perempuan Dibutuhkan |
![]() |
---|
Di Hadapan Kaukus Perempuan Politik Indonesia, Bamsoet Dorong Peningkatan Kesetaraan Gender |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.