Minggu, 14 September 2025

Pukat UGM Tak Sarankan KPK dan Kejaksaan Urus Harta Rampasan Hasil Korupsi: Bisa Rugi Nanti

Menurut Pukat UGM, KPK dan Kejaksaan tidak akan mampu mengurus harta rampasan karena mereka fokusnya pada penegakan hukum.

Penulis: Rifqah
Tangkap Layar YouTube KompasTV
HARTA RAMPASAN KORUPSI - Tangkap Layar YouTube KompasTV Zaenur Rahman Peneliti Pukat UGM. Menurut Pukat UGM, KPK dan Kejaksaan tidak akan mampu mengurus harta rampasan karena mereka fokusnya pada penegakan hukum. 

TRIBUNNEWS.COM - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM (Pukat GM), Zaenur Rohman, menyarankan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan RI tidak mengurusharta rampasan korupsi.

Harta rampasan korupsi diketahui diurus bersama oleh KPK, Kejaksaan, dan Kementerian Keuangan (melalui DJKN dan KPKNL). 

Dalam hal ini, KPK bertanggung jawab atas pengelolaan dan pemanfaatan aset hasil korupsi, Kejaksaan mengurus barang rampasan negara melalui lelang.

Sedangkan Kementerian Keuangan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) melaksanakan penjualan (lelang), pemanfaatan, penghapusan, atau penghibahan aset tersebut untuk negara. 

Namun, menurut Rohman, lembaga pengelola harta rampasan korupsi itu sebaiknya dibentuk sendiri, jangan dari institusi penegak hukum seperti KPK dan Kejaksaan.

Lebih baik, kata Rohman, harta rampasan hasil korupsi itu cukup diurus oleh DJKN seperti yang sudah berjalan sekarang ini.

"Siapa yang mengelola asetnya itu penting karena harus lembaga yang amanah gitu ya. Kalau kami usulkan, lembaga itu adalah lembaga tersendiri. Jangan di institusi penegak hukum gitu ya, misalnya di KPK jangan atau juga di kejaksaan juga jangan," ucap Rohman, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat (12/9/2025).

"Kalau institusi tersendiri yang sudah ada misalnya di DJKN ataukah dibentuk baru juga silakan. Tapi kalau bentuk baru itu mahal ya sudah, Indonesia kan negara punya DJKN yang melakukan pengelolaan terhadap kekayaan negara, tinggal nanti dibentuk unit khusus di dalam DJKN itu misalnya," katanya.

Rohman pun menjelaskan alasannya tidak mengusulkan KPK dan Kejaksaan untuk mengurus harta rampasan korupsi tersebut.

Dia menjelaskan bahwa harta rampasan itu bentuknya bisa bermacam-macam, mulai dari yang mudah rusak hingga tahan lama.

Apabila KPK dan Kejaksaan Agung mengelola harta rampasan seperti hewan ternak, kebun, atau saham, menurut Rohman, lembaga-lembaga itu tidak akan mampu mengurusnya karena mereka fokusnya pada penegakan hukum.

Baca juga: Pimpinan KPK yang Baru Didesak Tuntaskan Kasus Dugaan Pelelangan Aset Rampasan

"Harta rampasan itu kan sifatnya macam-macam ya. Ada yang mudah rusak, ada yang tahan lama gitu ya. Misalnya hewan ternak tuh, hewan ternak segera melahirkan, kalau tidak diurus juga dia kurus dijual murah gitu ya."

"Atau ada yang berupa kebun, kebun harus diurus atau yang berupa saham misalnya harus diurus gitu ya. Sehingga yang mengurus adalah sebaiknya lembaga yang memiliki kemampuan untuk mengurus itu," ucap Rohman.

Menurut Rohman, DJKN sudah paling tepat untuk mengurus atau mengelola harta rampasan korupsi tersebut, karena sudah mempunyai sistem hingga sumber daya manusia (SDM) yang memadahi.

"Salah satu yang menurut saya tepat itu adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara di Kementerian Keuangan. Mereka sudah punya sistemnya, sudah punya SDMnya, sehingga itu tinggal dilanjutkan saja," ujarnya.

Rohman pun mengatakan, jika KPK dan Kejaksaan mengurus harta rampasan korupsi nantinya bisa rugi.

"Kalau di aparat penegak hukum misalnya di KPK atau di kejaksaan, ya mereka kan spesialisasinya di bidang penegakan hukum. Kalau suruh mengurus harta rampasan seperti hewan ternak, kebun, saham, dan lain-lain bisa rugi malah nanti," ungkapnya.

Dengan ini, Rohman pun berharap, perampasan aset hasil korupsi itu tidak disalahgunakan oleh penegak hukum.

Sehingga, menurutnya, lembaga pengelolaan asetnya juga harus disendirikan.

"Jadi menurut saya yang paling penting adalah ketika sudah ada proses pidana di kamar pidana, kemudian dari sisi perampasan asetnya hanya berfokus kepada asetnya saja. Ketika asetnya sudah berhasil dirampas, maka jangan sampai aset itu disalahgunakan, misalnya diselewengkan oleh aparat penegak hukum."

"Mengurangi potensi abuse of power kalau hulu ke hilir ada di tangan satu institusi gitu ya, harus disebar (pengelolaan asetnya)," katanya.

Pengelolaan Barang Rampasan Negara yang Berlaku Saat Ini

Dilansir djkn.kemenkeu.go.id, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 8/PMK.06/2018 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal Dari Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi telah mengatur tentang  ketentuan pengelolaan Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi. 

Barang Rampasan Negara adalah Barang Milik Negara yang berasal dari benda sitaan atau barang bukti yang ditetapkan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau barang lainnya yang berdasarkan penetapan hakim atau putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara. 

Pada PMK Nomor 8/PMK.06/2018, dibedakan cara penyelesaian Barang Rampasan Negara kedalam dua kategori, yaitu Pengurusan dan Pengelolaan. 

Pengurusan Barang Rampasan Negara dilakukan oleh Kejaksaan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Pada Pasal 10 PMK Nomor 8/PMK.06/2018 disebutkan bahwa untuk melakukan pengurusan Barang Rampasan Negara tersebut, Jaksa Agung mempunyai wewenang dan tanggung jawab meliputi:

  • Melakukan Penatausahaan;
  • Melakukan pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum terhadap   Barang Rampasan Negara yang berada dalam penguasaannya;
  • Mengajukan usul penetapan status penggunaan, pemindahtanganan, pemanfaatan, pemusnahan atau penghapusan kepada Menteri atau pejabat yang menerima pelimpahan wewenang; dan
  • Melaksanakan kewenangan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengurusan Barang Rampasan Negara pada Kejaksaan dilakukan melalui mekanisme penjualan yang dilakukan secara lelang melalui KPKNL. 

Kecuali untuk Barang Rampasan Negara dengan nilai sampai dengan Rp35.000.000,00 dilakukan penjualan sesuai dengan peraturan yang berlaku pada Kejaksaan.

Lalu untuk Barang Rampasan Negara berupa saham perusahaan terbuka yang diperdagangkan di Bursa Efek dilakukan penjualan melalui mekanisme penjualan pada Bursa Efek dengan perantara Anggota Bursa.

Barang Rampasan Negara yang tidak dilakukan penjualan, apabila diperlukan dapat dilakukan Pengelolaan yang meliputi:

  • Penetapan status Penggunaan; menjadi Barang Milik Negara pada Kementerian/Lembaga dilakukan dengan pertimbangan diperlukan untuk kepentingan negara
  • Pemindahtanganan/hibah; dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial, dan penyelenggaraan pemerintahan daerah/ desa
  • Pemanfaatan; dilakukan dengan pertimbangan untuk mengoptimalkan Barang Rampasan Negara, meningkatkan penerimaan negara, mencegah pihak lain dalam menggunakan, memanfaatkan dan mendapatkan hasil secara tidak sah dan/atau pertimbangan kepentingan umum
  • Pemusnahan terhadap Barang Rampasan Negara selain tanah dan/atau bangunan; dilakukan dengan pertimbangan tidak mempunyai nilai ekonomis atau secara ekonomis memiliki nilai lebih rendah dari biaya yang harus dikeluarkan apabila dilakukan Penjualan melalui Lelang, dapat membahayakan lingkungan atau tata niaga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atau dilarang untuk beredar secara umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
  • Penghapusan; dilakukan dengan pertimbangan Barang Rampasan Negara sudah tidak berada dalam penguasaan Pengurus Barang Rampasan Negara karena penjualan, penetapan status penggunaan, hibah, dimusnahkan atau sebab-sebab lain.

Adapun, pengelolaan Barang Rampasan Negara dengan cara tersebut diajukan usulannya oleh Kejaksaan kepada Menteri Keuangan atau pejabat yang mendapatkan pendelegasian kewenangan untuk mendapatkan persetujuan.

Selanjutnya, Barang Rampasan Negara yang penyelesaiannya tidak melalui penjualan, dan dilakukan pengelolaan sebagaimana cara di atas, dilakukan dalam hal:

  • Barang Rampasan Negara yang diperlukan untuk kepentingan negara ditetapkan status Penggunaannya oleh Menteri Keuangan atas usul dari Kejaksaan;
  • Barang Rampasan Negara yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah Daerah  dihibahkan oleh Menteri Keuangan atas usulan dari Kejaksaan;
  • Barang Rampasan Negara selain tanah dan/atau bangunan yang tidak mempunyai nilai ekonomis, membahayakan lingkungan, atau dilarang peredarannya oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku penyelesaiannya dilakukan pemusnahan setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan;
  • Barang Rampasan Negara selain tanah dan/atau bangunan yang dalam kondisi busuk atau lapuk dapat langsung dilakukan pemusnahan terlebih dahulu, yang hasilnya dituangkan dalam berita acara untuk selanjutnya dilaporkan kepada Menteri Keuangan.

Sebagai catatan, dari uraian di atas, dikatakan sebagai Barang Rampasan Negara apabila benda sitaan atau barang bukti yang dirampas untuk negara tersebut berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, atau berdasarkan penetapan hakim atau putusan pengadilan yang dinyatakan dirampas untuk negara. 

Sehingga, apabila putusan pengadilan tersebut belum berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), maka barang tersebut belum dapat dikatakan sebagai Barang Rampasan Negara dan belum dapat dilakukan pengurusan atau pengelolaan sebagaimana uraian di atas. 

Namun, jika Barang Rampasan Negara tersebut telah ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka pengurusannya berupa penjualan melalui lelang atau pengelolaan lainnya sebaiknya segera dilaksanakan untuk menghindari penurunan nilai ekonomis dan penurunan fungsi dari barang tersebut.

(Tribunnews.com/Rifqah)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan