Selasa, 16 September 2025

Hadiri Diskusi Kebangsaan HUT FKPPI ke-47, Bamsoet Ajak Perkuat Persatuan Bangsa

Dalam kesempatannya, Bamsoet meneybut bahwa aksi unjuk rasa pada akhir Agustus lalu merupakan pengingat sekaligus pelajaran berharga bagi bangsa.

Editor: Content Writer
Istimewa
HUT FKPPI - Wakil Ketua Umum Badan Bela Negara FKPPI (Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri), Bambang Soesatyo, menghadiri Diskusi Kebangsaan HUT FKPPI ke-47 di Jakarta, Jumat (12/09/2025). 

TRIBUNNEWS.COM – Wakil Ketua Umum Badan Bela Negara FKPPI (Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri), Bambang Soesatyo, menegaskan bahwa aksi unjuk rasa yang pecah pada akhir Agustus lalu dan berakhir pada pengrusakan serta penjarahan, harus menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia.

Menurutnya, kebebasan menyatakan bahwa konstitusi dijamin tidak boleh dicederai dengan tindak anarkis yang justru merugikan masyarakat luas.

“Demokrasi memberikan ruang bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi. Namun bukan berarti memberikan pembenaran untuk mencederai mengenang sosial. Kebebasan tanpa tanggung jawab hanya akan melahirkan kekacauan. Demikian juga kepada pejabat negara, agar bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan kontroversial,” ujar Bamsoet saat menghadiri Diskusi Kebangsaan HUT FKPPI ke-47 di Jakarta, Jumat (12/09/2025).

Ia memaparkan, aksi unjuk rasa akhir Agustus lalu membuka tiga pelajaran penting.

Pertama, pemerintah harus memperkuat komunikasi publik agar ketidakpuasan tidak meluap di jalanan dengan cara yang destruktif. Kedua, aparat keamanan perlu menjaga keseimbangan antara ketegasan hukum dan pendekatan humanis, sehingga unjuk rasa tetap berada dalam koridor damai.

"Ketiga, Kita semua harus lebih dewasa dalam menyebarkan aspirasi, karena kekerasan hanya akan merugikan rakyat Kita sendiri," paparnya.

“Kita harus belajar bahwa unjuk rasa bukanlah akhir dari dialog, melainkan bagian dari proses demokrasi. Namun jika mewujudkan salah, demokrasi bisa berubah menjadi anarki. Oleh karena itu, semua pihak, baik pemerintah, aparat, DPR maupun masyarakat, harus mengedepankan musyawarah, mendengarkan, dan mencari solusi bersama,” tambah Bamsoet.

Baca juga: Bamsoet Luncurkan 3 Buku Baru, dari Konstitusi hingga Demokrasi Bangsa

Anggota DPR RI ini juga mengingatkan, di tengah-tengah perubahan global yang kian dinamis, bangsa Indonesia kini diuji dengan ancaman yang jauh lebih kompleks. Mulai dari konflik geopolitik, krisis iklim, disrupsi teknologi, hingga perang siber dan disinformasi yang merambah ruang digital masyarakat.

Laporan Global Risks Report 2025 yang dirilis Forum Ekonomi Dunia, menempatkan konflik geopolitik, disrupsi teknologi, dan krisis iklim sebagai tiga ancaman teratasi dalam beberapa tahun mendatang.

Dampaknya sudah dirasakan masyarakat Indonesia dalam bentuk harga pangan yang naik akibat gangguan rantai pasokan global, panasnya energi, serangan siber, hingga potensi migrasi iklim di kawasan Asia Tenggara.

“Ancaman global adalah kenyataan yang memaksa kita harus berbenah. Persatuan tidak boleh hanya menjadi simbol, melainkan harus diwujudkan dalam kesiapan menghadapi segala bentuk ancaman global. Kita harus membentengi kebhinekaan dengan kemampuan, merawat persatuan dengan kebijakan yang berwibawa serta menjaga kebijaksanaan informasi dengan literasi yang luas,” urai Bamsoet. 

Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia ini pun mengungkap bahwa ancaman siber menjadi hal yang sangat serius saat ini.

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat, hanya dalam enam bulan pertama tahun 2025, lebih dari 1,7 miliar serangan siber terdeteksi terhadap infrastruktur digital nasional.

Angka itu bukan sekadar statistik. Serangan dapat melumpuhkan pusat data, transmisi layanan publik, bahkan mengganggu sistem transportasi dan kesehatan. 

Tahun 2024 lalu, pusat data nasional sempat lumpuh akibat serangan ransomware, menyebabkan ratusan layanan publik terganggu. Dari sistem imigrasi di bandara hingga layanan administrasi kesehatan, semuanya terdampak. Krisis itu memaksa pemerintah melakukan audit besar-besaran terhadap sistem keamanan data negara. 

Narasi palsu yang terorganisir mampu memecah belah masyarakat, memperkuat polarisasi, dan menggerakkan massa secara cepat. Kalau tidak ditangani dengan serius, polarisasi yang lahir dari disinformasi bisa menggerogoti fondasi persatuan bangsa,” pungkas Bamsoet. (*)

Baca juga: Beri Kuliah di Unhan, Bamsoet Soroti Arus Hoaks dan Eskalasi Aksi Massa di Dunia Digital

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan