DPR Sebut Perjanjian Ekstradisi RI–Rusia Jadi Instrumen Penting Tangani Korupsi hingga Narkotika
Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia merupakan instrumen penting dalam penanganan berbagai kejahatan.
Penulis:
Fersianus Waku
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Dewi Asmara mengatakan, Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia merupakan instrumen penting dalam penanganan berbagai kejahatan serius.
Perjanjian ekstradisi adalah kesepakatan antara dua negara yang memungkinkan satu negara untuk menyerahkan seseorang kepada negara lain agar orang tersebut diadili atau menjalani hukuman atas tindak pidana yang telah dilakukan.
“Perjanjian ini akan menjadi instrumen penting untuk menangani berbagai tindak kejahatan serius, mulai dari korupsi, pencucian uang, narkotika, hingga kejahatan siber. Semua itu membutuhkan kerja sama internasional yang kuat," kata Dewi dalam keterangannya, Senin (22/9/2025).
Golkar menilai, ratifikasi ini juga memiliki nilai strategis dari aspek diplomasi. Sejak 1950, Indonesia dan Rusia menjalin hubungan diplomatik yang relatif stabil meskipun menghadapi dinamika geopolitik global.
“Kerja sama dengan Rusia, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan anggota G20, akan membuka peluang bagi Indonesia memperluas jaringan kerja sama hukum dengan negara-negara lain," ujar Dewi.
Dewi Asmara adalah seorang politikus senior dari Partai Golongan Karya (Golkar) yang telah menjabat sebagai anggota DPR RI selama lima periode berturut-turut sejak tahun 2004.
Ia mewakili Daerah Pemilihan Jawa Barat IV, yang meliputi Kabupaten dan Kota Sukabumi.
Ia kini berada di Komisi XIII DPR RI, komisi baru yang dibentuk untuk periode 2024–2029, dan memiliki ruang lingkup tugas di bidang Reformasi regulasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Terkait pengesahan ekstradisi, lanjut Dewi, dari sisi hukum, perjanjian ini dinilai memberikan kepastian lebih baik dibanding mekanisme sebelumnya yang sering hanya mengandalkan deportasi.
Perjanjian ini menetapkan bahwa ekstradisi berlaku untuk tindak pidana dengan ancaman hukuman minimal satu tahun.
Dengan demikian, mekanismenya menjadi lebih jelas, terstruktur, dan mengikat kedua negara.
Meski mendukung penuh, Golkar menekankan perlunya pengawasan ketat dalam implementasi perjanjian.
Dewi menyatakan, evaluasi berkala harus dilakukan agar perjanjian tidak disalahgunakan serta tetap selaras dengan kepentingan nasional Indonesia.
Selain itu, Fraksi Golkar mendorong revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi.
Menurut Dewi, regulasi lama itu sudah tidak memadai untuk menghadapi bentuk-bentuk kejahatan baru di era teknologi informasi.
Sosok Jeje Govinda, Adik Ipar Raffi Ahmad yang Jadi Bupati, Kini Batalkan Kenaikan Tunjangan DPRD |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 2 Halaman 27-28: Berlatih |
![]() |
---|
Soal Temuan Foodtray Non Halal dalam Program MBG, Komisi VIII DPR Desak Pengawasan Lebih Ketat |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Tingkat Lanjut Kelas 11 Halaman 78: Latihan |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Tingkat Lanjut Kelas 11 Halaman 75: Latihan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.