Ketua Komjak Pujiyono: Tak Ada Cerita Mahasiswa Bayar Kuliah, Jika Hasil Tambang Tak Dikorupsi
Pujiyono Suwadi menjelaskan bahwa hukuman penjara saja tidak cukup untuk memberikan efek jera kepada pelaku korupsi.
Penulis:
Facundo Chrysnha Pradipha
Editor:
Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Generasi muda dari berbagai perguruan tinggi dan sekolah menengah di wilayah Solo Raya menegaskan dukungan mereka terhadap upaya Kejaksaan dalam memerangi korupsi di Indonesia.
Hal ini terungkap dalam diskusi publik bertajuk "Korupsi Problematik Bangsa, Bagaimana Solusinya?" yang diselenggarakan oleh Kejaksaan Negeri Sukoharjo bekerja sama dengan Solusi Indonesia di Auditorium Menara Wijaya, Sukoharjo, pada Jumat (26/9/2025).
Salah satu peserta, mahasiswi dari Universitas Duta Bangsa, Kainayaka, mengajukan pertanyaan kritis dalam sesi tanya jawab kepada narasumber, Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiyono Suwadi.
"Bagaimana kelanjutan RUU Perampasan Aset? Jika aset koruptor disita, akan dialokasikan ke mana?" tanyanya.
Diskusi ini juga dihadiri oleh perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Universitas Islam Batik Surakarta, serta siswa dari berbagai SMA di Solo Raya.
Mereka secara bersama-sama mendeklarasikan sikap anti-korupsi dan menandatangani pakta integritas sebagai komitmen moral.
Menjawab pertanyaan mahasiswa, Pujiyono Suwadi menjelaskan bahwa hukuman penjara saja tidak cukup untuk memberikan efek jera kepada pelaku korupsi.
"Koruptor yang hanya dipenjara masih bisa menikmati kekayaannya setelah bebas. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi tidak hanya soal memenjarakan, tetapi juga melacak dan merampas aset hasil korupsi," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Kejaksaan sebagai penegak hukum harus cermat dalam mengusut kerugian negara hingga ke sumbernya.
"Aset koruptor sering kali disembunyikan atau dititipkan kepada pihak lain. Jika ada kasus korupsi senilai Rp100 miliar, aset tersebut harus dilacak agar kerugian negara dapat dipulihkan," tegasnya.
Pujiyono, yang juga Guru Besar di UNS, menggambarkan visi Indonesia bebas korupsi. Menurutnya, tanpa korupsi, masyarakat akan hidup lebih sejahtera, lapangan kerja mudah didapat, pendidikan terjangkau, dan perekonomian nasional stabil karena sumber daya negara tidak dikuasai oleh segelintir pihak.
Baca juga: Kejaksaan Agung Terus Telusuri Aset Milik Raja Minyak Riza Chalid Hingga ke Luar Negeri
Ia mencontohkan kasus korupsi tambang timah yang merugikan negara hingga Rp300 triliun sebagai bukti adanya penguasaan oleh oligarki.
"Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah, seperti emas di Parigi, nikel di Morowali, dan berbagai tambang di Maluku Utara. Jika dikelola dengan baik tanpa korupsi, kesejahteraan rakyat pasti meningkat," ungkapnya.
Selain kasus timah, Kejaksaan juga telah mengungkap kasus korupsi besar lainnya, seperti di Pertamina (Rp285 triliun), minyak goreng (Rp30 triliun), gula (Rp1 triliun), hingga kasus yang melibatkan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, dengan kerugian negara mencapai triliunan rupiah.
"Solusi utama adalah memperkuat regulasi, salah satunya melalui pengesahan RUU Perampasan Aset," harap Pujiyono.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.