Mushola Ambruk di Sidoarjo
Legislator PKB Sudjatmiko Desak Evaluasi Total Sistem Standar Bangunan Pasca Tragedi Al Khoziny
Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKB Sudjatmiko, menyoroti ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi V DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sudjatmiko, menyoroti ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, sebagai peringatan keras atas lemahnya budaya konstruksi aman di Indonesia.
Dia menegaskan bahwa peristiwa tragis tersebut bukan sekadar musibah, tetapi menunjukkan kegagalan sistemik dalam penerapan standar teknis pembangunan.
“Tragedi ini bukan hanya peristiwa duka yang menelan korban, melainkan juga peringatan keras mengenai lemahnya budaya konstruksi aman di Indonesia,” kata Sudjatmiko dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Minggu (5/10/2025).
Menurutnya, dalam disiplin teknik sipil, sebuah bangunan tidak akan runtuh secara tiba-tiba jika seluruh tahapan pembangunan dilakukan sesuai prinsip perencanaan, perancangan, dan pelaksanaan yang benar.
Dia menegaskan, nyawa manusia tidak boleh lagi melayang hanya karena kelalaian teknis dan ketidaktahuan terhadap prinsip bangunan aman.
“Ambruknya bangunan sering kali buru-buru dilabeli sebagai takdir. Padahal, dalam banyak kasus, penyebab utama justru kegagalan konstruksi,” katanya.
Sudjatmiko menjelaskan sejumlah faktor yang kerap menyebabkan kegagalan bangunan, khususnya pada lembaga pendidikan berbasis komunitas seperti pesantren.
Pertama, perencanaan struktur yang lemah karena banyak bangunan dibangun tanpa melibatkan tenaga ahli teknik sipil.
Kedua, penggunaan material yang tidak sesuai standar, di mana baja tulangan, semen, atau pasir sering diganti demi menekan biaya.
Ketiga, minimnya pengawasan konstruksi, sebab banyak proyek tidak diawasi oleh insinyur bersertifikat.
Keempat, ketidaktahuan terhadap kondisi tanah, yang membuat bangunan tidak didesain sesuai karakteristik lahan.
“Sidoarjo, misalnya, memiliki kontur tanah yang sebagian berupa tanah lunak. Tanah jenis ini membutuhkan pondasi kuat dan desain khusus. Tanpa kajian geoteknik, bangunan bisa amblas atau miring sebelum waktunya,” ucapnya.
Sudjatmiko menekankan bahwa dalam ilmu teknik sipil, kegagalan struktur tidak boleh terjadi jika desain memperhitungkan faktor keamanan (safety factor) yang cukup.
Ambruknya gedung secara mendadak, katanya, menandakan adanya kesalahan serius sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.
“Konstruksi pendidikan atau keagamaan seperti pesantren punya beban sosial besar. Setiap kesalahan teknis bukan sekadar bangunan roboh, tapi juga soal nyawa manusia,” ujarnya.
Sudjatmiko menilai, tragedi Al Khoziny harus menjadi pelajaran penting bagi ratusan pesantren lain di Indonesia.
Dia menyerukan agar semua pembangunan fasilitas pendidikan keagamaan mematuhi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung serta Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 sebagai aturan pelaksanaannya.
Dalam pandangannya, ada enam langkah mitigasi yang harus dilakukan.
Pertama, melibatkan ahli sejak awal agar perhitungan struktur dan pondasi mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI).
Kedua, menetapkan standar mutu bahan bangunan, sesuai SNI 1726:2019 tentang ketahanan gempa.
Ketiga, melakukan audit kelayakan bangunan, terutama pesantren yang menampung ratusan santri.
Keempat menerapkan regulasi lebih tegas, termasuk penegakan izin mendirikan bangunan (IMB) dan pengawasan profesional.
Kelima meningkatkan edukasi dan sosialisasi, agar pesantren memahami pentingnya keselamatan konstruksi.
Keenam menyiapkan dana khusus renovasi dan standarisasi melalui bantuan pemerintah.
"Kesadaran bahwa bangunan aman adalah bagian dari tanggung jawab moral dan spiritual harus ditanamkan di lingkungan pesantren,” katanya.
Sudjatmiko menegaskan, setiap bangunan yang gagal adalah alarm keras bagi dunia teknik dan kebijakan publik. Ia berharap tragedi di Sidoarjo tidak berhenti sebagai berita sesaat, tetapi menjadi momentum perubahan dalam tata kelola pembangunan fasilitas pendidikan.
"Ambruknya bangunan pesantren bukan sekadar tragedi arsitektural, tapi juga tragedi kemanusiaan. Jangan sampai nyawa kembali menjadi taruhan akibat pembangunan tanpa standar teknis,” pungkasnya.
Diketahui, musala Ponpes Al-Khoziny roboh usai tertimpa bangunan baru berlantai dua setengah yang berdiri tepat di atasnya.
Baca juga: Suara Sirine Ambulans Masih Berbunyi, Tim SAR Temukan 12 Jenazah Baru di Musala Al Khoziny
Peristiwa nahas itu terjadi saat sejumlah santri putra tengah melaksanakan salat asar berjemaah.
Mushola Ambruk di Sidoarjo
BNPB Update Korban Insiden Musala Al Khoziny: 25 Tewas, 38 Tertimbun, 129 Dievakuasi |
---|
Update Korban Robohnya Musala Ponpes Al Khoziny Sidoarjo: 26 Orang Meninggal, 38 Masih Pencarian |
---|
Update Tragedi Ambruknya Ponpes Al Khoziny: 16 Tewas, 1 Potongan Tubuh, 4 Kendala Identifikasi Jasad |
---|
Ketua MUI: Robohnya Ponpes Al Khoziny Tragedi Kemanusiaan, Jangan Terlalu Mengarah Proses Hukum |
---|
Nanang Bertekad akan Kembali Mondok di Ponpes Al Khoziny: Sayang jika Tak Dilanjutkan |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.