Jumat, 10 Oktober 2025

Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud

Saksi Ahli: Unsur 'Nyata dan Pasti' Menjadi Syarat Penting dalam Pembuktian Unsur Kerugian Negara

Dalam BAP milik Nadiem juga tidak ditemukan satupun pertanyaan yang berkaitan dengan angka atau besaran kerugian negara.

Editor: Hasanudin Aco
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
SAKSI AHLI - Pakar Hukum Pidana sekaligus Guru Besar Ilmu Hukum dari Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad yang jadi saksi ahli di sidang kasus Nadiem Makarim. /Foto.dok 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang praperadilan eks Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim melawan Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Rabu (8/10/2025) menghadirkan Ahli Hukum Prof. Suparji Ahmad.

Praperadilan merupakan mekanisme hukum di Indonesia yang memungkinkan seseorang mengajukan keberatan terhadap tindakan aparat penegak hukum, seperti penangkapan, penahanan, atau penetapan tersangka, sebelum perkara pokok disidangkan.

Saksi ahli yang dihadirkan Kejagung itu dalam sidang praperadilan kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook menegaskan bahwa bukti kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi harus berupa kerugian nyata (actual loss). 

Hal ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan kerugian negara bukan bersifat potensi (potential loss). 

Pakar Hukum Pidana yang menjadi saksi ahli Kejagung, Prof. Suparji Ahmad menyatakan kerugian negara harus benar-benar terjadi dan dapat dihitung jumlahnya secara pasti dalam proses penetapan tersangka korupsi, bukan hanya kemungkinan akan terjadi di kemudian hari.

"Dengan demikian, unsur 'nyata dan pasti' menjadi syarat penting dalam pembuktian unsur kerugian keuangan negara," kata dia dalam sidang lanjutan praperadilan Nadiem Anwar Makarim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (8/10/2025).

Kerugian negara merupakan kekurangan uang, surat berharga, atau barang milik negara yang nyata dan pasti jumlahnya, akibat perbuatan melawan hukum baik secara sengaja maupun lalai.

Guru Besar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) tersebut mengatakan berdasarkan pada prinsip hukum pembuktian, unsur kerugian keuangan negara memang harus dapat dibuktikan secara jelas dan konkret. Idealnya, laporan hasil penghitungan kerugian keuangan negara juga sudah tersedia sebelum penetapan tersangka.

Dalam wawancara dengan media pertengahan Juli 2025, Kejagung menyebutkan bahwa kerugian negara dari kasus pengadaan 1,2 juta unit laptop Chromebook mencapai Rp 1,98 triliun.

Jumlah ini diperoleh dari Item software Chrome Device Management (CDM) senilai Rp 480 miliar dan selisih harga kontrak dengan principal laptop di luar CDM senilai Rp 1,5 triliun. Sejauh ini belum ada laporan hasil audit kerugian negara.

Tim Kuasa Hukum Nadiem, Dodi S. Abdulkadir menyampaikan bahwa hingga sidang praperadilan keempat, Kejaksaan Agung belum dapat menunjukkan laporan hasil penghitungan kerugian keuangan negara yang nyata (actual loss). Menurutnya, laporan tersebut seharusnya sudah disiapkan terlebih dahulu sebelum penetapan status tersangka dilakukan.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Nadiem juga tidak ditemukan satupun pertanyaan yang berkaitan dengan angka atau besaran kerugian negara.

Menurutnya, hal tersebut menunjukkan penetapan tersangka terhadap Nadiem tidak memiliki dasar hukum yang kuat. 

“Kami sudah meneliti seluruh isi BAP dan sama sekali tidak ada pertanyaan mengenai kerugian negara. Bagaimana bisa seseorang dituduh korupsi tanpa adanya penghitungan kerugian negara?” ujarnya.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved