Viral Mahar Cek Rp3 Miliar, Ini 5 Jenis Mahar Nikah yang Dilarang dalam Islam
Jenis mahar yang dilarang dalam Islam menurut panduan KUA dan ulasan dari Kementerian Agama RI, lengkap dengan hukum dan syarat mahar sesuai syariat.
Oleh karena itu, pernikahan tetap sah meskipun mahar belum disebutkan, selama tidak ada syarat yang membatalkan.
Dalam praktiknya, ada dua kondisi yang sering dibahas ulama terkait mahar: pertama, ketiadaan mahar sebagai syarat dari pihak suami; dan kedua, kerelaan istri untuk tidak menerima mahar.
Dalam kondisi pertama, mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali menyatakan bahwa pernikahan tetap sah, namun syarat tersebut batal.
Suami tetap berkewajiban memberikan mahar.
Sebaliknya, mazhab Maliki berpendapat bahwa mahar adalah rukun nikah, sehingga pernikahan tanpa mahar yang disyaratkan bisa dianggap tidak sah.
Adapun dalam kondisi kedua, jika istri merelakan maharnya, maka pernikahan tetap sah.
Ini dikenal sebagai nikah tafwidh, di mana istri tidak menuntut mahar dan memberikannya secara sukarela.
Hal ini diperkuat oleh ayat dalam Surah An-Nisa ayat 4 yang menyatakan bahwa mahar adalah pemberian yang harus diberikan dengan penuh kerelaan, dan jika istri menyerahkan sebagian atau seluruhnya kepada suami dengan senang hati, maka hal itu sah dan halal.
Secara hukum, mahar harus memenuhi syarat berikut:
- Halal dan bermanfaat: Tidak boleh berasal dari benda haram atau yang tidak sah dimiliki.
- Diketahui nilainya: Harus jelas bentuk dan nilainya, baik berupa uang, barang, atau jasa.
- Diberikan kepada istri: Mahar adalah hak penuh perempuan, bukan untuk pihak lain.
- Tidak memberatkan: Islam menganjurkan kesederhanaan dalam mahar agar tidak menjadi beban.
Jika memahami hukum dan syarat mahar secara syariat, umat Islam dapat menjalankan pernikahan dengan lebih bijak, adil, dan penuh keberkahan.
Pelajaran dari Kasus Cek Rp3 Miliar Mbah Tarman Kasus Mbah Tarman menjadi contoh nyata bagaimana bentuk mahar yang tidak jelas bisa menimbulkan polemik.
Apabila cek tersebut, tidak memiliki dana yang cukup atau tidak bisa dicairkan, maka secara hukum Islam, mahar tersebut tidak sah dan harus diganti dengan mahar yang riil dan bermanfaat.
KUA menekankan pentingnya verifikasi mahar sebelum akad nikah agar tidak terjadi sengketa atau pelanggaran hak istri di kemudian hari.
Sebagai penutup, masyarakat diimbau untuk memahami bahwa mahar bukan ajang pamer kekayaan, melainkan bentuk tanggung jawab dan penghormatan dalam ikatan suci pernikahan.
Memilih mahar yang sah, jelas, dan bermanfaat adalah langkah awal membangun rumah tangga yang berkah dan diridhai Allah SWT.
(Tribunnews.com/Muhammad Alvian Fakka)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.