Minggu, 12 Oktober 2025

Haidar Alwi Sebut Dugaan Pertemuan Jokowi dan Prabowo Bahas Kapolri Tidak Berdasar

Prabowo bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di kediaman pribadi Prabowo, Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Sabtu (4/10/2025).

Penulis: Erik S
Editor: Hasanudin Aco
Dok Pribadi/HO
TANGGAPI PERTEMUAN - Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, R. Haidar Alwi, menanggapi soal pertemuan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden Prabowo Subianto di kediaman pribadi Prabowo, Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Sabtu (4/10/2025). 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di kediaman pribadi Prabowo, Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Sabtu (4/10/2025).

Mantan anggota Badan Intelijen Negara (BIN), Kolonel Inf (purn) Sri Radjasa Chandra, dalam sebuah podcast menduga pertemuan tersebut sebagai upaya Jokowi agar Prabowo tetap mempertahankan Jenderal Listyo Sigit Prabowo tetap menjadi Kapolri.

Pengamat Kebijakan Publik Haidar Alwi mengatakan pernyataan tersebut bukan hanya tidak berdasar tetapi juga berpotensi menimbulkan distorsi persepsi publik terhadap dinamika kenegaraan yang seharusnya dijaga marwah dan rasionalitasnya.

"Menyebut bahwa Jokowi meminta Prabowo untuk mempertahankan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo demi 'mengamankan pintu terakhir' di tengah berbagai kasus yang dihadapinya adalah tuduhan yang tidak memiliki dasar fakta, lebih menyerupai narasi insinuatif yang mengaburkan logika politik dan hukum negara," kata Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, Sabtu (11/10/2025).

Menurutnya, dalam negara demokrasi yang berlandaskan konstitusi, penunjukan dan pemberhentian Kapolri bukan produk barter politik, tetapi mekanisme formal yang melewati pertimbangan institusional dan etika pemerintahan.

"Pernyataan seperti itu justru mengandung risiko serius terhadap stabilitas opini publik. Ia menggeser ruang dialog publik dari argumentasi objektif menuju rumor politis yang menstigmatisasi lembaga negara, terutama Polri, seolah-olah alat politik personal," tutur alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut.

Padahal, di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Polri sedang berupaya keras menjalankan transformasi kelembagaan, menegakkan keadilan restoratif, dan memulihkan kepercayaan publik melalui langkah-langkah profesional dan humanis. 

Menyandarkan opini publik pada spekulasi tanpa bukti hanya memperlemah legitimasi institusi yang tengah berjuang memperbaiki diri.

"Para purnawirawan TNI semestinya menjadi panutan dalam menjaga etika berwacana dan kedewasaan politik di ruang publik. Reputasi mereka dibangun dari disiplin militer dan semangat pengabdian pada negara, bukan pada penggiringan opini yang bersifat destruktif," tegas Haidar Alwi.

Haidar berharap para purnawirawan lebih arif dalam menilai dan menyampaikan pandangan yang menyentuh lembaga-lembaga strategis negara seperti Polri.

Kritik konstruktif tentu dibutuhkan, tetapi harus berbasis data, disampaikan dengan bahasa yang membangun, bukan dengan insinuasi yang memperuncing persepsi publik.

Kehati-hatian ini penting agar publik tidak membaca adanya agenda terselubung di balik serangkaian pernyataan yang bernada sinis terhadap Kapolri maupun institusi Polri.

Bila pola ini terus berulang, bisa muncul kesan bahwa sebagian purnawirawan TNI sengaja digunakan atau dibiarkan menjadi corong untuk melemahkan citra Polri dan pribadi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

"Situasi semacam itu bukan hanya merugikan Polri, tetapi juga merusak harmoni dan soliditas antar-institusi pertahanan dan keamanan negara (TNI-Polri)," ungkap Haidar Alwi.

Dalam konteks relasi sipil-militer modern, tanggung jawab moral para purnawirawan TNI bukan lagi berada pada medan tempur, tetapi pada ruang moral kebangsaan menjaga agar opini publik tidak disesaki prasangka, menjaga agar negara tetap berdaulat atas kebenaran, bukan atas rumor.

"Maka, kebijaksanaan dalam berbicara tentang institusi negara adalah bentuk tertinggi dari patriotisme," pungkas Haidar Alwi.

Bertemu Dua Jam

Pertemuan Jokowi dan Prabowo tersebut berlangsung selama hampir dua jam.

“Ya, betul (Presiden ke-7 Joko Widodo bertemu dengan Presiden Prabowo di Kertanegara),” kata ajudan Jokowi, Kompol Syarif Muhammad Fitriansyah kepada Kompas.com, Sabtu.

Menurut Syarif, pertemuan dimulai pukul 13.00 WIB dan selesai menjelang pukul 15.00 WIB.

Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut topik yang dibahas dalam pertemuan tersebut.

Peneliti senior bidang politik BRIN, Lili Romli, menilai bahwa tidak adanya keterangan resmi membuat ruang spekulasi terbuka lebar.

“Kita hanya bisa berspekulasi karena tidak ada konfirmasi pers yang menjelaskan isi dari pertemuan tersebut,” kata Lili kepada Kompas.com, Minggu (5/10/2025) malam.

Tanggapan Demokat

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat, Syahrial Nasution, menyambut baik pertemuan antara Jokowi dengan Presiden Prabowo Subianto.

"Bagus-bagus saja ada pertemuan para pemimpin negara. Menciptakan suasana yang teduh bagi masyarakat," kata Syahrial kepada Tribunnews.com, Senin (6/10/2025).

Syahrial menilai, sebagai seorang presiden, tindakan Prabowo menerima kunjungan Jokowi sebagai mantan kepala negara adalah hal yang lumrah. 

Menurut dia, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa kali bertemu dengan Presiden Prabowo. 

"Presiden ke-6 Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga beberapa kali bertemu berdua dengan Presiden Prabowo. Saling berkomunikasi dan bertukar informasi," ujar Syahrial.

Meskipun, kata Syahrial, pertemuan antara keduanya tanpa diberitahukan kepada masyarakat luas.

"Tentu sebuah kondisi yang bagus meski tidak sampai diberitakan atau tidak harus diketahui publik," ungkapnya. 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved