Selasa, 14 Oktober 2025

Jangan Panik! Ini Tips Beri Pertolongan Pertama saat Keracunan Makanan

Berikut ini adalah tips pertolongan pertama saat menghadapi keracunan makanan, beserta perbedaan antara alergi dan keracunan makanan.

Penulis: Lanny Latifah
Editor: Nuryanti
TRIBUN JATENG/REZA GUSTAV PRADANA
KORBAN KERACUNAN - Krisna Bramantyo Aji, ayah A, menemani putrinya di ruang rawat inap rumah sakit di Kabupaten Semarang, Rabu (1/10/2025). Berikut ini adalah tips pertolongan pertama saat menghadapi keracunan makanan, sebagaimana diungkapkan oleh Guru Besar Mikrobiologi Klinik Universitas Gadjah Mada (UGM), Tri Wibawa. 

 

Ringkasan Berita:
  • Guru Besar Mikrobiologi Klinik Universitas Gadjah Mada (UGM), Tri Wibawa berikan tips pertolongan pertama saat menghadapi keracunan makanan.
  • Alergi makanan dan keracunan makanan memiliki penyebab dan mekanisme yang sangat berbeda.
  • Untuk mencegah terjadinya keracunan, diperlukan pengawasan ketat terhadap seluruh rantai produksi makanan.

TRIBUNNEWS.COM - Keracunan makanan bisa terjadi kapan saja dan pada siapa saja.

Penyebabnya pun beragam, mulai dari makanan yang sudah basi, tidak dimasak sempurna, terkontaminasi bakteri, hingga penyimpanan yang tidak higienis.

Gejala yang muncul bisa ringan hingga berat, seperti mual, muntah, diare, sakit perut, hingga demam.

Dalam situasi seperti ini, jangan panik, penanganan yang cepat dan tepat bisa membantu mencegah kondisi memburuk, bahkan menyelamatkan nyawa.

Berikut ini adalah tips pertolongan pertama saat menghadapi keracunan makanan, sebagaimana diungkapkan oleh Guru Besar Mikrobiologi Klinik Universitas Gadjah Mada (UGM), Tri Wibawa.

Pertolongan Pertama saat Keracunan Makanan

Tri Wibawa menegaskan pentingnya penanganan pertama yang cepat dan tepat, ketika siswa menunjukkan gejala keracunan makanan.

Dosen Mikrobiologi Klinik ini menyarankan agar penderita banyak minum air putih atau cairan dengan suplemen elektrolit.

"Muntah dan diare dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit. Langkah paling penting dalam pertolongan pertama adalah mengganti cairan dan elektrolit yang hilang untuk mencegah dehidrasi,” ujarnya, dikutip dari laman resmi UGM, Senin (13/10/2025).

"Jika muntah masih terjadi, minumlah sedikit demi sedikit. Dan jika kondisi memburuk, segera cari pertolongan dari petugas kesehatan," tambahnya.

Lebih lanjut, tidak menutup kemungkinan gejala demam yang mungkin muncul saat keracunan merupakan mekanisme alami tubuh dalam melawan infeksi.

Baca juga: 16 Siswa SMPN 1 Colomadu Jateng Keracunan MBG, Korban Mual dan Muntah 

Menurutnya, peningkatan suhu tubuh membantu memperlambat pertumbuhan bakteri serta mengoptimalkan kerja sistem imun.

“Demam membantu mengendalikan infeksi dengan memberi tekanan panas pada patogen dan meningkatkan efektivitas sistem kekebalan tubuh,” paparnya.

Perbedaan Alergi dan Keracunan Makanan

Tri Wibawa pun menjelaskan soal perbedaan antara alergi dan keracunan makanan.

Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat mengambil langkah pertolongan pertama yang tepat ketika gejala muncul.

Menurutnya, alergi makanan dan keracunan makanan memiliki penyebab dan mekanisme yang sangat berbeda.

“Alergi makanan merupakan reaksi sistem kekebalan tubuh yang terjadi segera setelah mengonsumsi makanan tertentu. Bahkan dalam jumlah kecil, makanan pemicu alergi dapat menyebabkan gejala seperti biduran, pembengkakan saluran pernapasan yang memicu asma, hingga gangguan pencernaan,” jelasnya.

Dalam beberapa kasus, reaksi alergi dapat berujung pada kondisi yang mengancam jiwa yang dikenal sebagai anafilaksis.

Sementara itu, keracunan makanan bukan disebabkan oleh reaksi sistem imun, melainkan akibat masuknya kuman atau zat berbahaya dalam makanan atau minuman yang dikonsumsi.

“Keracunan makanan biasanya menimbulkan gejala seperti sakit perut, muntah, dan diare, yang muncul beberapa jam hingga hari setelah mengonsumsi makanan tersebut,” terangnya.

Tri menambahkan, sebagian besar kasus keracunan bersifat ringan dan dapat sembuh tanpa pengobatan khusus, tetapi dalam kondisi tertentu dapat berakibat serius jika tidak segera ditangani.

Namun pada kasus keracunan, ia menyebutkan bahwa bakteri seperti Salmonella sp dan Escherichia coli (E. coli) memiliki mekanisme yang berbeda dalam menyebabkan keracunan makanan.

Salmonella patogenik dapat bertahan dari asam lambung dan menyerang mukosa usus, memicu peradangan serta luka pada dinding usus.

Sedangkan E. coli penghasil toksin Shiga (Shiga toxin-producing E. coli / STEC) dapat menyebabkan penyakit tular makanan yang parah.

“Meskipun gejalanya mirip, mekanisme penyebabnya berbeda-beda tergantung jenis bakterinya,” ungkapnya.

Baca juga: Cegah Keracunan MBG, 10 Ribu Penjamah Pangan Diturunkan BGN

Meski begitu, untuk mencegah terjadinya keracunan, Tri mengingatkan bahwa pengawasan ketat terhadap seluruh rantai produksi makanan sangat penting, mulai dari pemilihan bahan, penyimpanan, pengolahan, hingga distribusi.

“Setiap tahap proses dapat menjadi titik masuk bagi bakteri, virus, jamur, atau parasit penyebab keracunan. Karena itu, standar kebersihan harus diterapkan secara optimal,” tegasnya.

Ia berpesan bahwa pemahaman masyarakat terhadap perbedaan antara alergi dan keracunan, serta upaya preventif terjadinya keracunan makanan merupakan kunci untuk mencegah risiko fatal.

“Kata kuncinya adalah menjaga mutu bahan dan proses, menaati standar kebersihan, dan segera bertindak tepat ketika gejala muncul,” pungkasnya.

(Tribunnews.com/Latifah)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved