Senin, 3 November 2025

Khutbah Jumat 17 Oktober 2025: Peran Penting Kiai Pesantren dalam Membangun Peradaban Islam

Naskah khutbah Jumat 17 Oktober 2025 tentang Kiai Pesantren untuk merenungi peran penting seorang kiai pesantren dalam membangun peradaban Islam.

Surya/Purwanto
TEKS KHUTBAH JUMAT - Umat muslim melaksanakan salat Jumat di Masjid Agung Jami Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (15/3/2024). Naskah khutbah Jumat 17 Oktober 2025 tentang Kiai Pesantren untuk merenungi peran penting seorang kiai pesantren dalam membangun peradaban Islam. 

Pendidikannya juga semakin variatif, bukan hanya pengajaran kitab kuning, namun juga sudah ada madrasah, MTS, MA, SMP, SMA, Madrasah Al-Huffadz, Jam'iyah, Institut Islam Hasyim Asy'ari, dan bahasa Arab.

Pengalaman yang dialami oleh Kiai Ma'shum Lasem dalam proses pendirian pesantren lebih berat lagi. la dan keluarganya rela makan sehari hanya sekali, karena 26 santrinya mau mesantren bersyarat, yaitu dibiayai makannya. 

Mereka pun diberi makan masing-masing sehari sekali juga. Kalau Kiai Ma'shum tidak berpikir jauh dan tidak lillahi ta'ala, maka barangkali akan memilih membubarkan para santrinya tersebut, sehingga ia dan keluarganya dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara wajar, makan sehari dua atau tiga kali. Benar, kan?

Kedua, para santri yang belajar keislaman kepada kiai. Tanpa santri, kiai akan seperti raja tanpa rakyat. Para santri menjadi penopang pengaruh kiai dalam masyarakat. 

Semakin banyak santri yang berhasil dan mendirikan pesantren di kampungnya, maka kiai tersebut akan semakin dihormati. 

Semakin banyak santrinya yang sukses dalam berbagai bidang, termasuk menduduki jabatan-jabatan di pemerintahan, maka kiai pesantren tersebut akan semakin disegani oleh pihak lain. Dapat dikatakan, para santri adalah jaringan kiai.

Pada masa lalu, sekitar tahun 1960-an, menurut Dr. Endang Turmudi, sering terdengar ungkapan yang menghina sekelompok kaum muda Islam yang menghabiskan waktunya untuk belajar di pesantren. Misalkan ada istilah santri budug yang merujuk pada lingkungan yang tidak sehat di sekitar pesantren yang membuat santri akan rentan terhadap penyakit-penyakit tertentu. 

Pada tahun-tahun tersebut kebanyakan pesantren di Jawa tidak mempunyai listrik karena berada di pedesaan.
 
Santri di pesantren memang tidak terlalu memikirkan hal-hal duniawi, seperti kesehatan, karena hal-hal seperti itu dianggap kurang penting dibandingkan dengan belajar Islam kepada kiai mereka. 

Para santri juga banyak yang berasal dari keluarga yang benar-benar tidak mampu membiayai pendidikan mereka di pesantren. Untuk kebutuhan pokok selama belajar di pesantren, para santri bekerja di ladang kiai atau dipekerjakan oleh kiai dan keluarganya sebagai khadam (pembantu). 

Pesantren At-Tahdib yang terletak di bagian selatan Jombang misalnya disebut pesantren karya karena banyak santrinya yang bekerja untuk membiayai hidup mereka selama nyantri. 

Beberapa santri yang kurang mampu bekerja di ladang kiai dan sebagian bekerja di luar pesantren. Ketiga, pondok, sebuah sistem asrama yang disediakan oleh kiai untuk belajar secara intensif. 

Di pondok pesantren, para santri bukan hanya belajar pengetahuan, namun juga belajar pengamalan. 

Belajar ibadah seperti disiplin shalat berjama'ah, belajar berorganisasi, belajar disiplin shalat malam, duha, membaca Al-Qur'an dan lainnya. 

Belajar akhlak melalui sikap dan perilaku positif kiai yang pantas diteladani, baik dalam bentuk kesabaran, syukur, keikhlasan, kedermawanan, maupun akhlak baik lainnya. Di pesantren bukan hanya terjadi transfer pengetahuan, namun juga transform pengalaman dan pengamalan.

Walaupun ciri pesantren tradisonal adalah sederhana, namun pendidikannya tidaklah sederhana. 

Pelajaran-pelajaran yang diajarkan terdiri dari bahasa Arab dasar dan tata bahasanya hingga hukum Islam, tasawuf, tafsir dan akidah, yang membutuhkan waktu yang lama untuk memahaminya. Lagi pula buku pegangan pesantren adalah kitab-kitab kuning yang berbahasa Arab, bahkan tanpa harakat. 

Seorang sarjana agama pun bila tidak pernah mesantren akan kesulitan untuk sekedar membacanya dengan benar, apalagi memahami maknanya secara tepat, dan menerapkannya dalam kehidupan nyata.

Hadirin yang berbahagia

Pesantren diharapkan bukan hanya mengajarkan ilmu-ilmu keislaman, namun juga keterampilan sebagai bekal hidup bermasyarakat. Sekolah-sekolah formal yang mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dewasa ini dipandang gagal mengawal anak didik agar berakhlak baik. 

Tingginya kasus free seks, narkoba, miras dan merebaknya anak-anak SMU yang merokok secara terbuka menimbulkan kekhawatiran. 

Masyarakat memandang bahwa pesantren adalah tempat yang tepat dan telah teruji dalam melahirkan anak-anak yang berperilaku baik. 

Ada kecenderungan, bila pesantren mampu membekali santrinya bukan hanya dengan ilmu-ilmu keislaman, namun juga dengan pengetahuan umum dan keterampilan yang baik, maka pesantren akan menjadi lembaga pendidikan alternatif pada saat sekarang dan di masa yang akan datang.

Munculnya sekolah berasrama merupakan satu upaya untuk menjawab tantangan tersebut. Semoga uraian ini bermanfaat guna mengisi kehidupan kita ke depan yang lebih baik. Amin.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

(Tribunnews.com/Muhammad Alvian Fakka)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved