Dugaan Korupsi Kuota Haji
KPK Ungkap Sudah Periksa 300 Biro Travel, Harap Penyidikan Korupsi Kuota Haji Segera Rampung
KPK mengungkap progres signifikan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Ringkasan Berita:
- KPK periksa 300 biro travel atau PIHK
- KPK berharap kasus ini dapat segera rampung
- KPK gandeng BPK finalisasi penghitungan kerugian negara
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap progres signifikan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa lebih dari 300 biro travel atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan pemeriksaan maraton ini dilakukan agar penyidikan kasus yang diduga merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun ini bisa segera tuntas.
"Penyidikan perkara ini memang masih terus berprogres dan ini progresnya sangat positif," kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Budi menjelaskan, pemeriksaan ratusan biro travel itu dilakukan penyidik KPK bersama dengan auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam rangka finalisasi penghitungan kerugian negara.
Baca juga: KPK Beri Bocoran Tersangka Korupsi Kuota Haji: Pihak yang Berperan Dalam Proses Diskresi
"Sampai dengan hari ini sudah lebih dari 300 biro travel yang diperiksa oleh penyidik KPK maupun auditor BPK," ungkapnya.
Dengan jumlah saksi yang masif dan pemeriksaan yang terus berjalan, KPK berharap kasus ini dapat segera rampung.
"Sehingga dengan pemeriksaan secara maraton ini harapannya penyidikan perkara haji ini bisa satset, bisa lebih cepat, sehingga bisa segera kita tuntaskan," ujar Budi.
Pemeriksaan massal ini dilakukan untuk menelusuri dugaan praktik lancung jual beli kuota haji.
Baca juga: KPK Panggil Sejumlah Bos Travel Haji dan Umrah Usut Skandal Korupsi Kuota Haji
Kasus ini bermula dari adanya kebijakan diskresi terkait 20.000 kuota haji tambahan dari Arab Saudi pada periode 2023–2024.
Kebijakan itu diduga mengubah alokasi yang seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus, menjadi 50:50.
Perubahan inilah yang ditengarai membuka celah praktik jual beli kuota oleh PIHK secara signifikan.
"Kuota haji khusus yang dikelola oleh PIHK ini kemudian bertambah banyak secara signifikan, yang itu mengurangi jumlah kuota haji reguler yang seharusnya dikelola di Kementerian Agama," jelas Budi.
Selain di Jakarta, pemeriksaan saksi juga gencar dilakukan di berbagai daerah, seperti di Jawa Timur dan Yogyakarta.
Saat ditanya apakah pihak PIHK berpotensi menjadi tersangka, Budi menyatakan KPK masih fokus mendalami jejak praktik jual beli kuota yang terjadi akibat kebijakan diskresi tersebut.
"Saat ini kami masih fokus terkait dengan pendalaman penelusuran jejak-jejak jual beli kuota yang dilakukan oleh PIHK kepada para jamaah," ujarnya.
Dalam penyidikan di Yogyakarta, KPK juga telah menyita sejumlah uang dalam bentuk mata uang asing (valas) dari pihak biro travel.
Total uang pengembalian dari berbagai PIHK dan asosiasi dalam kasus ini disebut telah mendekati Rp 100 miliar.
Meski pemeriksaan berjalan progresif, Budi menyayangkan masih ada pihak PIHK yang dipanggil di Yogyakarta tidak hadir tanpa konfirmasi.
"Tentu ini juga menjadi concern bagi KPK, agar setiap pihak baik pihak-pihak dari PIHK, asosiasi ataupun pihak-pihak lainnya yang dipanggil untuk pemeriksaan penyidikan agar kooperatif," imbaunya.
Modus Jual Beli Kuota
Kasus ini bermula dari dugaan pengkondisian kuota haji khusus yang tidak sesuai prosedur.
Kuota tambahan haji khusus sebanyak 10.000 kursi diduga menjadi objek jual beli oleh oknum pejabat Kemenag melalui asosiasi travel.
Praktik ini semakin subur karena adanya biro perjalanan yang belum berizin sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) namun tetap bisa memberangkatkan jemaah dengan membeli kuota dari biro lain.
Kuota tersebut menjadi sangat menarik karena diiming-imingi dapat berangkat pada tahun yang sama (T0) tanpa antre.
Pembagian kuota 50:50 ini sendiri diduga kuat melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 yang mengamanatkan komposisi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Akibatnya, sekitar 8.400 jemaah haji reguler yang telah mengantre bertahun-tahun harus tertunda keberangkatannya.
Dalam praktiknya, perusahaan travel diduga menyetor antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS (sekitar Rp41,9 juta–Rp113 juta) per kuota kepada oknum pejabat Kemenag melalui asosiasi.
Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan dengan taksiran kerugian negara mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Untuk mengusut tuntas kasus ini, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, yaitu mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik Maktour Travel, Fuad Hasan Masyhur.
Sejumlah penggeledahan, termasuk di kediaman Yaqut, juga telah dilakukan untuk mengumpulkan barang bukti.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.