Rabu, 29 Oktober 2025

Proyek Kereta Cepat

Bahas soal Dugaan Korupsi di Proyek Whoosh, Projo Sebut Isu Apapun Dipakai untuk Serang Jokowi

Projo mengatakan, jika ada dugaan korupsi atau markup, silakan dibuktikan dan dicari bukti-buktinya, pihaknya akan dukung 100 persen pengusutan kasus.

Penulis: Rifqah
TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
DUGAAN KORUPSI PROYEK WHOOSH - Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) saat ditemui wartawan di kediamannya di Solo, Jawa Tengah, Jumat (26/9/2025). Projo mengatakan, jika ada dugaan korupsi atau markup, silakan dibuktikan dan dicari bukti-buktinya, pihaknya akan dukung 100 persen pengusutan kasus. 
Ringkasan Berita:
  • Projo sebut isu apa pun itu pasti akan digunakan untuk serang Jokowi, dari isu tudingan ijazah palsu hingga dugaan korupsi proyek Whoosh
  • Projo mengatakan, proyek Whoosh ini seharusnya diapresiasi juga karena merupakan sebuah mimpi besar bangsa yang berhasil diwujudkan
  • Jika ada korupsi dalam proyek Whoosh ini, Projo mendukung adanya pengusutan tuntas, tidak peduli siapapun orangnya

TRIBUNNEWS.COM - Waketum Projo, Freddy Alex Damanik, menanggapi soal adanya dugaan tindak pidana korupsi atau penggelembungan dana alias markup terkait proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yakni Whoosh yang dibangun di era Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi).

Selain soal utang Whoosh yang menggunung, belakangan juga muncul soal dugaan adanya markup dalam proyek Whoosh.

Dugaan tersebut berawal dari pernyataan mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD dalam YouTube-nya pada 14 Oktober 2025 lalu, yang mengatakan bahwa biaya pembangunan per kilometer di Indonesia mencapai 52 juta dolar AS, sementara di China hanya sekitar 17 hingga 18 juta dolar AS.

“Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat. Akan tetapi, di China sendiri, hitungannya 17–18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat,” katanya. 

“Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini,” tambah Mahfud.

Sebagai bagian dari relawan Jokowi, Freddy mengatakan bahwa isu apa pun itu pasti akan digunakan untuk menyerang ayah Wakil Presiden (Wapres) RI, Gibran Rakabuming Raka tersebut.

Mulai dari isu pribadi seperti tudingan ijazah palsu, soal kinerja pemerintahan Jokowi pada masanya, hingga isu dugaan adanya markup pada proyek Whoosh sekarang ini.

"Jadi saya selalu mengatakan ya di berbagai media, kalau konteksnya memang menyerang Pak Jokowi, isu apa pun pasti dipakai, apapun itu, mulai isu paling pribadi, kita semua tahulah sampai isu kinerja zaman pemerintahnya, termasuk Whoosh ini," ungkap Freddy, Senin (27/10/2025), dikutip dari YouTube tvOneNews.

Kendati demikian, menurut Freddy, hal tersebut bukanlah sesuatu yang aneh lagi dalam politik.

"Jadi bukan hal yang aneh lah kalau dalam politik, itu memang pasti akan dilakukan terus sampai Pak Jokowi masih relevan di dalam perpolitikan kita. Kecuali beliau sudah tidak relevan lagi, diam aja ah pasti isunya hilang," paparnya.

Kalaupun ada dugaan korupsi atau markup itu, kata Freddy, silakan dibuktikan dan dicari bukti-buktinya.

Baca juga: Whoosh dan Utang Rp116 Triliun, Pakar Yakin KPK Sedang Selidiki Dugaan Korupsi, Jokowi Terseret?

Freddy menegaskan, kebijakan yang diterapkan oleh pemimpin tidak selamanya mulus dan tidak menutup kemungkinan ada kesalahan juga.

Namun, untuk proyek Whoosh ini, Freddy mengatakan seharusnya patut diapresiasi juga karena merupakan sebuah mimpi besar bangsa yang berhasil diwujudkan.

"Silakan dibuktikan apakah di situ ada markup, ada korupsi. Kebijakan tidak harus selalu mulus ya, selalu ada ada permasalahan, selalu ada perbandingan-perbandingan dengan yang lain, itu tuh biasa."

"Menurut kami Whoosh ini bukan beban tetapi adalah bukti bahwa mimpi besar bangsa ini bisa diwujudkan tanpa membebani rakyat," ujar Freddy.

Permasalahan-permasalahan yang ada, menurut Freddy, bisa dijadikan bahan pembelajaran ke depannya ketika ingin melakukan pembangunan lainnya.

"Oke banyak, ada permasalahan ini, ini, ini, (itu) pembelajaran yang harus kita terima ya. Mudah-mudahan ya ada rencana membangun ke depan ya, ini menjadi pembelajaran penting," ucapnya.

Freddy mengatakan, jika memang ada korupsi dalam proyek ini, dia sangat mendukung adanya pengusutan tuntas, tidak peduli siapapun orang yang terlibat nantinya.

Supaya hal tersebut juga bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat.

"Saya sepakat 100 persen, siapapun kalau ada memang di sini keterlibatan korupsi, ada bukti-bukti saya sepakat siapapun itu kita usut bersama."

"Enggak masalah di Pak di era Pak Jokowi, di era siapapun, kalau bicara korupsi kita harus dorong bahwa ini harus memang diungkap seungkap-ungkapnya begitu loh, segamblang-gamblangnya."

"Kita kasihlah pembelajaran kepada masyarakat. Oke yang salah kita katakan salah, kalau ada korupsi silakan diproses, tetapi mari kita berikan apresiasi, ini lompatan besar peradaban ini loh (proyek Whoosh)," jelas Freddy.

Mahfud Siap Dipanggil KPK Jelaskan soal Dugaan Markup

Sebelumnya, atas pernyataan Mahfud soal adanya dugaan korupsi di proyek Whoosh itu, KPK pada 16 Oktober 2025 lalu, mengimbau Mahfud untuk membuat laporan resmi terkait dugaan tersebut.

Namun, melalui akun media sosial X pribadinya, @mohmahfudmd, pada 18 Oktober 2025, Mahfud merespons imbauan tersebut dan menegaskan kembali posisinya bahwa laporan tidak wajib dilakukan.

Kendati demikian, Mahfud menyatakan bahwa dirinya siap datang ke KPK jika memang dipanggil untuk menjelaskan soal adanya dugaan markup dalam proyek Whoosh tersebut.

"Saya nggak berhak laporan, nggak ada kewajiban untuk melapor. Saya siap dipanggil, kalau dipanggil saya akan datang. Kalau disuruh lapor ngapain buang-buang waktu juga," katanya, kepada awak media, di Yogyakarta, Minggu (26/10/2025), dilansir TribunJogja.com.

"Sebelum saya ngomong udah ramai duluan kan. Saya ngomong karena udah ramai aja. Mestinya KPK panggil orang yang ngomong sebelum saya, banyak banget punya data," tegas Mahfud.

Mahfud menilai dugaan markup proyek kereta cepat Whoosh menimbulkan persoalan yang rumit lantaran dibangun melalui utang kepada China, sehingga beban utang yang besar itu harus perlu negosiasi dengan pemerintah China.

"Harus negosiasi, ya, mau apa? Gak bisa bayar, ya, jalannya silakan saja (negosiasi)," pungkasnya. 

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini sebelumnya ramai dibicarakan karena utang Whoosh yang mencapai Rp116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dolar AS dan diusulkan agar dibayar dengan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), tetapi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tidak menyetujuinya.

Adapun, investasi pembangunan kereta cepat Whoosh tersebut diketahui mencapai 7,27 miliar dolar AS atau Rp120,38 triliun.

Namun, dari seluruh investasi itu, total sebesar 75 persen dibiayai melalui utang kepada China Development Bank (CDB) dengan bunga tiap tahunnya sebesar 2 persen.

Dari segi pembayaran utang, skema besaran bunga yang disepakati yaitu bunga tetap yang selama 40 tahun pertama.

Pada pertengahan pembangunan, ternyata terjadi juga pembengkakan biaya (cost overrun) yang mencapai 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 19,54 triliun.

Karena itu, pihak KCIC kemudian menarik utang lagi dengan bunga yang lebih tinggi, yakni sebesar 3 persen.

Proyek ini memperoleh pinjaman dari CDB senilai 230,99 juta dolar AS dan 1,54 miliar renminbi, dengan total setara Rp6,98 triliun.

Adapun separuh utang untuk membiayai cost overrun itu berasal dari tambahan pinjaman CDB. Sementara sisanya dari patungan modal BUMN Indonesia dan pihak China.

Proyek ini memberikan tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI (Persero). Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ditanggung melalui konsorsium KCIC mencapai Rp116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dolar AS. 

Jumlah tersebut sudah termasuk pembengkakan biaya dan menjadi beban berat bagi PT KAI dan KCIC, yang masih mencatatkan kerugian pada semester I-2025.

(Tribunnews.com/Rifqah) (TribunJogja.com/Miftahul)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved