Rabu, 29 Oktober 2025

Hari Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda di Era Krisis Iklim: Gen Z Menuntut Aksi Nyata Pemerintah Kurangi Emisi

Riset Climate Rangers, Gen Z di Jakarta menunjukkan bahwa sebagian besar anak muda sadar terhadap dampak perubahan iklim

|
Warta Kota/YULIANTO
Suasana gedung-gedung bertingkat dan perumahan warga dengan kabut polusi udara di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (15/9/2023). Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta berada di angka 159. Skor AQI di level ini menandakan kualitas udara tidak sehat. Warga disarankan menggunakan masker jika hendak beraktivitas di luar ruangan. Warta Kota/Yulianto 

Ringkasan Berita:
  • Hari Sumpah Pemuda menjadi pengingat suara generasi muda menagih tanggung jawab terhadap masa depan bumi
  • Menurut riset, Gen Z di Jakarta menunjukkan kesadaran terhadap dampak perubahan iklim
  • anak yang lahir pada tahun 2020 akan menghadapi kondisi lingkungan yang jauh lebih berat dibandingkan generasi sebelumnya

 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pada peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun ini, suara generasi muda menggema bukan sekadar untuk mengulang sejarah, melainkan untuk menagih tanggung jawab terhadap masa depan bumi.

Dalam Diskusi Dua-Mingguan Nexus Tiga Krisis Planet bertajuk “Gen Z Menagih Tanggung Jawab Iklim”, dua aktivis muda, Febriani Nainggolan dari Climate Rangers dan Dian Irawati dari Kawula17, mengupas keresahan anak muda terhadap lambannya penanganan perubahan iklim di Indonesia.

Riset Climate Rangers terhadap 382 responden Gen Z di Jakarta menunjukkan bahwa sebagian besar anak muda sadar terhadap dampak perubahan iklim, meski 95,5 persen masih memahaminya sebatas cuaca ekstrem.

“Dampak krisis iklim itu sangat kompleks, termasuk pada kesehatan fisik dan mental, ketahanan pangan, hingga kerusakan infrastruktur akibat bencana seperti banjir dan rob,” ujar Febriani Nainggolan, Campaign & Communication Staff Climate Rangers secara virtual, Selasa (28/10/2025).

Ia menambahkan, anak yang lahir pada tahun 2020 akan menghadapi kondisi lingkungan yang jauh lebih berat dibandingkan generasi sebelumnya. 

“Mereka mengalami gelombang panas tujuh kali lebih banyak, kekeringan tiga kali lebih sering, dan banjir besar dua kali lebih intens,” jelasnya.

Tokenisme: Keterlibatan Anak Muda yang Masih Simbolis

Febri menilai, tanggung jawab terbesar terhadap krisis iklim berada di tangan pemerintah. 

Namun, pelibatan anak muda dalam kebijakan publik masih bersifat formalitas.

“Orang muda sering hanya diundang secara simbolis, bukan untuk benar-benar dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Padahal kitalah yang paling merasakan dampaknya,” tegas Febri.

Baca juga: Warisan Jiwa: Cara Unik Gen Z Galang Dana Bangun Klinik Gratis Lewat Lukisan

Dalam forum yang sama, moderator Fiorentina Refani juga menyampaikan kritik terhadap absennya perwakilan pemerintah dalam diskusi tersebut. 

Ia mengingatkan bahwa pelibatan anak muda harus bermakna, bukan sekadar seremonial.

“Untuk pemerintah yang tidak hadir dalam diskusi ini, simaklah masukan dari kami: ubah kebijakan Pemerintah untuk generasi muda. Ambil sikap lebih ambisius dalam mengurangi emisi,” kata Fiorentina.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved